Kebenaran: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 16: | Baris 16: | ||
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya.Ukuran kebenaran kedua yaitu tida adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, ia adalah orang jujur yang suka menipu. Pertentangan juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.<ref name=":0">{{Cite book|last=Mundiri|date=2017|title=Logika|location=Depok|publisher=Rajawali Pers|isbn=979-421-398-5|pages=10|oclc=963195783|url-status=live}}</ref> |
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya.Ukuran kebenaran kedua yaitu tida adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, ia adalah orang jujur yang suka menipu. Pertentangan juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.<ref name=":0">{{Cite book|last=Mundiri|date=2017|title=Logika|location=Depok|publisher=Rajawali Pers|isbn=979-421-398-5|pages=10|oclc=963195783|url-status=live}}</ref> |
||
Sedangkan istilah validitas berasal dari kata ''validus'' (Latin) yang berarti kuat, valid dalam kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak |
Sedangkan istilah validitas berasal dari kata ''validus'' (Latin) yang berarti kuat, valid dalam kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya: |
||
# Semua mantan presiden adalah orang bertanggungjawab. |
# Semua mantan presiden adalah orang bertanggungjawab. |
||
Baris 22: | Baris 22: | ||
# Jadi, Soekarno adalah mantan presiden. |
# Jadi, Soekarno adalah mantan presiden. |
||
Contoh diatas merupakan contoh argumen yang tidak valid |
Contoh diatas merupakan contoh argumen yang tidak valid dilihat dari masalah bentuk logikal, walaupun semua pernyataannya adalah benar.<ref>{{Cite book|last=Arief Sidharta|first=B.|date=2010|url=|title=Pengantar Logika : Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah|location=Bandung|publisher=Refika Aditama|isbn=979-1073-49-X|edition=Cet. 3|pages=10|others=|oclc=958848822|url-status=live}}</ref> Kebenaran dan kesalahan adalah bagian dari proposisi atau pernyataan individu sedangkan validitas dan keidakabsahan merupakan bagian dari suatu argumen. Hubungan antara proposisi benar atau salah dan argumen yang valid atau tidak merupakan hal yang sangat penting dan rumit. Suatu argumen mungkin valid bahkan jika salah satu premisnya tidak benar. Setiap argumen memiliki hubungan antara premis-premis dan kesimpulannya, hubungan ini dapat dipertahankan sebagai argumen yang valid bahkan jika kebenarannya diperdebatkan. Terdapat banyak kombinasi kemungkinan premis dan kesimpulan benar atau salah dalam argumen yang valid atau tidak.<ref>{{Cite book|last=Copi|first=Irving M.|date=2014|url=http://www.uop.edu.pk/ocontents/Book-Introductiontologic.pdf|title=Introduction to logic.|publisher=Pearson|isbn=978-1-292-02482-0|edition=14th ed|pages=29|oclc=857280881|url-status=live}}</ref> |
||
== Macam-macam Kebenaran == |
== Macam-macam Kebenaran == |
||
Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.<ref>{{Cite journal|last=Mahfud|first=Mahfud|date=2018-08-25|title=MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM|url=http://dx.doi.org/10.37348/cendekia.v4i1.58|journal=CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman|volume=4|issue=1|doi=10.37348/cendekia.v4i1.58|issn=2579-5503}}</ref> |
Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.<ref>{{Cite journal|last=Mahfud|first=Mahfud|date=2018-08-25|title=MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM|url=http://dx.doi.org/10.37348/cendekia.v4i1.58|journal=CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman|volume=4|issue=1|doi=10.37348/cendekia.v4i1.58|issn=2579-5503}}</ref> |
||
Kebenaran sains diukur dengan rasio dan bukti empiris. Bila toeri sains rasional dan terdapat bukti empirisnya, maka teori itu benar. Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat yaitu logis. Bila teori filsafat logis, maka teori tersebut benar. Sedangkan kebenaran pengetahuan mstik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan berasal dari Tuhan, maka ukuran kebenarannya ialah teks dari Tuhan (wahyu).<ref>{{Cite book|last=Tafsir|first=Ahmad|date=2009|url=https://www.worldcat.org/oclc/930761155|title=Filsafat ilmu mengurai ontologi, epistemologi dan aksiologi pengetahuan|location=Bandung|publisher=PT Remaja Rosdakarya|isbn=979-692-344-0|edition=Cet. 4|pages=120|oclc=930761155|url-status=live}}</ref> Terdapat beberapa jenis kebenaran yang telah dikenal orang banyak, yaitu: |
|||
Kebenaran empiris, yaitu kebenaran yang sudah biasa digunakan dan dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis untuk menerima atau menolak sesuatu. |
|||
# Kebenaran religius, dibangun berdasarkan kaidah agama atau keyakinan tertentu disebut juga sebagai kebenaran absolut yang tidak terbantahkan. |
|||
Kebenaran logis, kebenaran yang masuk akan dan dapat diterima oleh ornag banyak, kebenaran in merupakan pernyatan hipotesis yang logis sejalan dengan penryataan lain yang telah diketahui sebagia kebenaran. |
|||
# Kebenaran filosofis, kebenaran dari hasil perenungan kontemplatif terhadap akikat dari sesuatu meskipun pemikiran tersebut bersifat subjektif dan relatif. |
|||
# Kebenaran estetis, kebenaran yang berdasarkan penilaian dari indah atau buruk. |
|||
# Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai terpenuhinya syarat-syarat ilmiah yang divaliditasi oleh bukti empiris, hasil pengukuran objektif sesuai dengan data dan fakta. |
|||
# Kebenaran pengetahuan mutlak, kebenaran yang tidak berubah dan ada pada hakikat dirinya sendiri. |
|||
# Kebenaran relatif, kebenaran yang berubah-ubah, tidak tettap, dan dapat dipengaruhi hal lain di luar hakikat dirinya.<ref>{{Cite book|last=Saebani|first=Beni Ahmad|date=Juni 2015|title=Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian|location=Bandung|publisher=Pustaka Setia|isbn=9789790765313|pages=37-38|url-status=live}}</ref> |
|||
⚫ | |||
ebenaran etis, kebenaran yang diukur dengan dstandar nilai atau moral tertentu. Seseorang dianggap etis jika menyakan kebenaran tersebut berbuat sesuai dengan ukuran pelaksanaan yan gbersifat moral. |
|||
Konsep kebenaran telah memainkan peran sentral dalam sebagian besar tradisi filsafat. Apa pun kepentingan utama para filsuf, mereka tidak dapat mengabaikan kebenaran. Gagasan tentang kebenaran muncul dengan cepat dan menghasilkan karya teoritis.<ref>{{Cite journal|last=Sainsbury|first=Mark|date=1992-04-01|title=Logical Forms: An Introduction to Philosophical Logic.|url=https://www.researchgate.net/publication/266424601_Logical_Forms_An_Introduction_to_Philosophical_Logic?enrichId=rgreq-312da875b0de27b54af119d23ea6d49c-XXX&enrichSource=Y292ZXJQYWdlOzI2NjQyNDYwMTtBUzo3Nzc0MDUxMDI4MjEzODJAMTU2MjM1OTIyODg1NA==&el=1_x_2&_esc=publicationCoverPdf|journal=The Philosophical Quarterly|volume=42|doi=10.2307/2220221}}</ref> Pada kenyataannya, menentukan masalah kebenaran bukanlah hal yang mudah. Masalah tersebut telah memunculkan beberapa teori tentang kebenaran yang sangat beraneka ragam sebagai berikut. |
|||
⚫ | |||
Argumen utama yang diberikan pendukung teori kebenaran korespondensi adalah kejelasannya. Menurut [[René Descartes]], "Saya tidak pernah memiliki keraguan tentang kebenaran, karena tampaknya gagasan yang sangat jelas secara transendental sehingga tidak ada yang bisa mengabaikannya ... kata 'kebenaran' dalam arti sempit menunjukkan kesesuaian pikiran dengan objeknya". Bahkan [[Immanuel Kant]] cenderung menyetujui, "Definisi nominal kebenaran, bahwa itu adalah kesepakatan dengan objeknya, sebagai apa yang diberikan."<ref>{{Cite book|last=David|first=Marian|date=2020|url=https://plato.stanford.edu/archives/win2020/entriesruth-correspondence/|title=The Correspondence Theory of Truth|publisher=Metaphysics Research Lab, Stanford University|editor-last=Zalta|editor-first=Edward N.|edition=Winter 2020}}</ref> |
|||
⚫ | Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.<ref>{{Cite book|last=John Herman Randall|first=Jr|date=1942|url=http://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.168967|title=Philosophy An Introduction|pages=133|url-status=live}}</ref> |
||
kebenaran metafisis, merupakan kebenaran yang sesuai denan kepercayaan dasar. kebenaran in merupakan kepercayaan yang harus diterima sebagaimnaa adanya. Kebenaran ini menghadirkan batas akhir berbeda dengan segala yang teruji dan tidak dapat dibuktikan dengan ketidakbenaran. |
|||
Teori korespondensi umumnya beranggapan bahwa terdapat proposisi yang memiliki sifat kebenaran. Kebenaran bertumpu pada beberapa rangkaian hubungan bahasa-dunia yang perlu dijabarkan, dimulai dengan fakta bahwa, misalnya, "Salju itu putih" memiliki sifat kebenaran dan memilikinya sebab pada kenyataannya salju berwarna putih.<ref>{{Cite journal|last=Grover|first=Dorothy L.|last2=Camp|first2=Joseph L.|last3=Belnap|first3=Nuel D.|date=1975|title=A Prosentential Theory of Truth|url=https://www.jstor.org/stable/4318925|journal=Philosophical Studies: An International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition|volume=27|issue=2|pages=73–125|issn=0031-8116}}</ref> |
|||
⚫ | |||
Pada kenyataannya, menentukan masalah kebenaran bukanlah hal yang mudah. Masalah tersebut telah memunculkan beberapa teori tentang kebenaran yang sangat beraneka ragam sebagai berikut. |
|||
Teori korespondensi berlawanan dengan teori koherensi dan pragmatis, beranggapan bahwakebenaran tidak ada hubungannya dengan pembenaran atau penerimaan tetapi sebaliknya bergantung pada hubungan non-epistemik dengan dunia. Argumen ini menghubungkan teori korespondensi dengan realisme: kebenaran tergantung pada cara dunia bukan pada cara berpikir.<ref>{{Cite journal|last=WILLIAMS|first=MICHAEL|date=1986|title=Do We (Epistemologists) Need A Theory of Truth?|url=https://www.jstor.org/stable/43153973|journal=Philosophical Topics|volume=14|issue=1|pages=223–242|issn=0276-2080}}</ref> |
|||
⚫ | |||
⚫ | Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.<ref>{{Cite book|last=John Herman Randall|first=Jr|date=1942|url=http://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.168967|title=Philosophy An Introduction|pages=133|url-status=live}}</ref> |
||
=== Teori Koherensi === |
=== Teori Koherensi === |
||
Kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan pernyataan lain yang diterima sebagai benar atau jika makna yang dikandung dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman. Dengan |
Kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan pernyataan lain yang diterima sebagai benar atau jika makna yang dikandung dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman. Dengan kata lain, suatu proposisi benar jika memiliki hubungan dengan ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Contoh, telah diketahui bahwa semua manusia akan mati. Jika Ahmad adalah manusia, maka Ahmad akan mati adalah pernyataan yang benar, sebab konsisten dengan pernyataan sebelumnya.<ref>{{Cite journal|last=Tamrin|first=Abu|date=2019-01-25|title=Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu|url=http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/10490|journal=SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i|volume=6|issue=1|pages=71–96|doi=10.15408/sjsbs.v6i1.10490|issn=2654-9050}}</ref> |
||
=== Teori Pragmatik === |
=== Teori Pragmatik === |
||
Pernyataan yang benar adalah pernyataan yang efektif. Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur secara fungsional. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung dengan berguna atau tidaknya dalil tersebut bagi kehidupan. Tokoh-tokoh dari teori ini diantaranya yaitu [[Charles Sanders Peirce|Charles Sanders Pierce]], [[William James]] , dan [[John Dewey]].<ref>{{Cite book|last=Suriasumantri|first=Jujun S.|date=2005|url=|title=Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer|location=Jakarta|publisher=Surya Multi Grafika|edition=Cet. ke-18|pages=59|oclc=216304643|url-status=live}}</ref> |
|||
Pernyataan yang benar adalah pernyataan yang efektif. Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur secara fungsional. |
|||
=== Teori Performatif === |
=== Teori Performatif === |
||
Menurut teori ini, pernyataan kebenaran bukanlah kualitas dari sesuatu tetapi merupakan sebuah tindakan. Untuk menyatakan sesuatu adalah benar, cukup dilakukan tindakan persetujuan terhadap apa yang telah dinyatakan. Jadi sesuatu dapat dianggap benar jika memang dapat dilaksanakan dalam tindakan.<ref>{{Cite book|last=Susanto|first=A.|date=2021-04-28|url=https://books.google.co.id/books?id=sn8rEAAAQBAJ&pg=PA90&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q&f=false|title=Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis|publisher=Bumi Aksara|isbn=978-602-217-002-0|pages=87|language=id|url-status=live}}</ref> |
Menurut teori ini, pernyataan kebenaran bukanlah kualitas dari sesuatu tetapi merupakan sebuah tindakan. Untuk menyatakan sesuatu adalah benar, cukup dilakukan tindakan persetujuan terhadap apa yang telah dinyatakan. Jadi sesuatu dapat dianggap benar jika memang dapat dilaksanakan dalam tindakan.<ref>{{Cite book|last=Susanto|first=A.|date=2021-04-28|url=https://books.google.co.id/books?id=sn8rEAAAQBAJ&pg=PA90&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q&f=false|title=Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis|publisher=Bumi Aksara|isbn=978-602-217-002-0|pages=87|language=id|url-status=live}}</ref> Teori ini berasal dari John Langshaw Austin yang menjelaskan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi menciptakan realitas.<ref>{{Cite journal|last=Atabik|first=Ahmad|date=2014-12-06|title=TEORI KEBENARAN PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU: Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama|url=https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/view/565|journal=FIKRAH|language=id|volume=2|issue=2|doi=10.21043/fikrah.v2i2.565|issn=2476-9649}}</ref> |
||
=== Teori |
=== Teori Konsensus === |
||
Kebenaran adalah kesesuaian yang dapat diterima oleh orang terutama di kalangan para ahli. Teori ini digagas oleh [[Thomas Kuhn]] yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dalam beberapa tahapan, pertama, pengetahuan diterima oleh masyarakat berdasarkan konsepsi ilmiah. Dalam perkembangannya, kebenaran pengetahuan tersebut dipertanyakan keabsahannya dan terjadi revolusi ilmu pengetahuan dan menyebabkan pergeseran paradigma dalam masyarakat ilmiah. Pergeseran tersebut ditentukan oleh penerimaan masyarakat terhadap paradigma dan konsepsi kebenaran ilmiah. Berdasarkan teori tersebut, teori ilmiah dianggap benar jika mendapat dukungan atau kesepakatan dalam masyarakat ilmiah terhadap kebenaran teori tersebut.<ref>{{Cite journal|last=Faradi|first=Abdul Aziz|date=2019-07-01|title=TEORI-TEORI KEBENARAN DALAM FILSAFAT (URGENSI DAN SIGNIFIKASINYA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN HOAXS)|url=http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/kon/article/view/1966|journal=Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin|language=en|volume=7|issue=1|pages=97–114|doi=10.21274/kontem.2019.7.1.97-114|issn=2580-6866}}</ref> |
|||
Kebenaran adalah kesesuaian yang dapat diterima oleh orang terutama di kalangan para ahli. |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 19 Desember 2021 15.58
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objek[1] bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.
Kebenaran adalah lawan dari kekeliruan yang merupakan objek dan pengetahuan tidak sesuai.
- Roda sebuah mobil berbentuk segitiga. Kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena pengetahuan tidak sesuai dengan objek maka dianggap keliru. Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar dan terjadi kesesuaian, maka pernyataan dianggap benar.
Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek, yakni pengetahuan yang obyektif. Karena suatu objek memiliki banyak aspek, maka sulit untuk mencakup keseluruhan aspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari objek tersebut)
Pertanyaan tentang kebenaran, banyak diperdebatkan oleh teologiwan, filsuf, dan ahli logika.
Salah satu cara sederhana untuk mempelajari suatu subjek adalah menentukan segala sesuatu yang bisa benar atau salah, termasuk pernyataan, proposisi, kepercayaan, kalimat, dan pemikiran.
Pengertian
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya.Ukuran kebenaran kedua yaitu tida adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, ia adalah orang jujur yang suka menipu. Pertentangan juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.[2]
Sedangkan istilah validitas berasal dari kata validus (Latin) yang berarti kuat, valid dalam kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya:
- Semua mantan presiden adalah orang bertanggungjawab.
- Soekarno adalah orang bertanggungjawab.
- Jadi, Soekarno adalah mantan presiden.
Contoh diatas merupakan contoh argumen yang tidak valid dilihat dari masalah bentuk logikal, walaupun semua pernyataannya adalah benar.[3] Kebenaran dan kesalahan adalah bagian dari proposisi atau pernyataan individu sedangkan validitas dan keidakabsahan merupakan bagian dari suatu argumen. Hubungan antara proposisi benar atau salah dan argumen yang valid atau tidak merupakan hal yang sangat penting dan rumit. Suatu argumen mungkin valid bahkan jika salah satu premisnya tidak benar. Setiap argumen memiliki hubungan antara premis-premis dan kesimpulannya, hubungan ini dapat dipertahankan sebagai argumen yang valid bahkan jika kebenarannya diperdebatkan. Terdapat banyak kombinasi kemungkinan premis dan kesimpulan benar atau salah dalam argumen yang valid atau tidak.[4]
Macam-macam Kebenaran
Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.[5]
Kebenaran sains diukur dengan rasio dan bukti empiris. Bila toeri sains rasional dan terdapat bukti empirisnya, maka teori itu benar. Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat yaitu logis. Bila teori filsafat logis, maka teori tersebut benar. Sedangkan kebenaran pengetahuan mstik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan berasal dari Tuhan, maka ukuran kebenarannya ialah teks dari Tuhan (wahyu).[6] Terdapat beberapa jenis kebenaran yang telah dikenal orang banyak, yaitu:
- Kebenaran religius, dibangun berdasarkan kaidah agama atau keyakinan tertentu disebut juga sebagai kebenaran absolut yang tidak terbantahkan.
- Kebenaran filosofis, kebenaran dari hasil perenungan kontemplatif terhadap akikat dari sesuatu meskipun pemikiran tersebut bersifat subjektif dan relatif.
- Kebenaran estetis, kebenaran yang berdasarkan penilaian dari indah atau buruk.
- Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai terpenuhinya syarat-syarat ilmiah yang divaliditasi oleh bukti empiris, hasil pengukuran objektif sesuai dengan data dan fakta.
- Kebenaran pengetahuan mutlak, kebenaran yang tidak berubah dan ada pada hakikat dirinya sendiri.
- Kebenaran relatif, kebenaran yang berubah-ubah, tidak tettap, dan dapat dipengaruhi hal lain di luar hakikat dirinya.[7]
Teori-teori Kebenaran
Konsep kebenaran telah memainkan peran sentral dalam sebagian besar tradisi filsafat. Apa pun kepentingan utama para filsuf, mereka tidak dapat mengabaikan kebenaran. Gagasan tentang kebenaran muncul dengan cepat dan menghasilkan karya teoritis.[8] Pada kenyataannya, menentukan masalah kebenaran bukanlah hal yang mudah. Masalah tersebut telah memunculkan beberapa teori tentang kebenaran yang sangat beraneka ragam sebagai berikut.
Teori Korespondensi
Argumen utama yang diberikan pendukung teori kebenaran korespondensi adalah kejelasannya. Menurut René Descartes, "Saya tidak pernah memiliki keraguan tentang kebenaran, karena tampaknya gagasan yang sangat jelas secara transendental sehingga tidak ada yang bisa mengabaikannya ... kata 'kebenaran' dalam arti sempit menunjukkan kesesuaian pikiran dengan objeknya". Bahkan Immanuel Kant cenderung menyetujui, "Definisi nominal kebenaran, bahwa itu adalah kesepakatan dengan objeknya, sebagai apa yang diberikan."[9]
Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.[10]
Teori korespondensi umumnya beranggapan bahwa terdapat proposisi yang memiliki sifat kebenaran. Kebenaran bertumpu pada beberapa rangkaian hubungan bahasa-dunia yang perlu dijabarkan, dimulai dengan fakta bahwa, misalnya, "Salju itu putih" memiliki sifat kebenaran dan memilikinya sebab pada kenyataannya salju berwarna putih.[11]
Teori korespondensi berlawanan dengan teori koherensi dan pragmatis, beranggapan bahwakebenaran tidak ada hubungannya dengan pembenaran atau penerimaan tetapi sebaliknya bergantung pada hubungan non-epistemik dengan dunia. Argumen ini menghubungkan teori korespondensi dengan realisme: kebenaran tergantung pada cara dunia bukan pada cara berpikir.[12]
Teori Koherensi
Kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan pernyataan lain yang diterima sebagai benar atau jika makna yang dikandung dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman. Dengan kata lain, suatu proposisi benar jika memiliki hubungan dengan ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Contoh, telah diketahui bahwa semua manusia akan mati. Jika Ahmad adalah manusia, maka Ahmad akan mati adalah pernyataan yang benar, sebab konsisten dengan pernyataan sebelumnya.[13]
Teori Pragmatik
Pernyataan yang benar adalah pernyataan yang efektif. Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur secara fungsional. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung dengan berguna atau tidaknya dalil tersebut bagi kehidupan. Tokoh-tokoh dari teori ini diantaranya yaitu Charles Sanders Pierce, William James , dan John Dewey.[14]
Teori Performatif
Menurut teori ini, pernyataan kebenaran bukanlah kualitas dari sesuatu tetapi merupakan sebuah tindakan. Untuk menyatakan sesuatu adalah benar, cukup dilakukan tindakan persetujuan terhadap apa yang telah dinyatakan. Jadi sesuatu dapat dianggap benar jika memang dapat dilaksanakan dalam tindakan.[15] Teori ini berasal dari John Langshaw Austin yang menjelaskan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi menciptakan realitas.[16]
Teori Konsensus
Kebenaran adalah kesesuaian yang dapat diterima oleh orang terutama di kalangan para ahli. Teori ini digagas oleh Thomas Kuhn yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dalam beberapa tahapan, pertama, pengetahuan diterima oleh masyarakat berdasarkan konsepsi ilmiah. Dalam perkembangannya, kebenaran pengetahuan tersebut dipertanyakan keabsahannya dan terjadi revolusi ilmu pengetahuan dan menyebabkan pergeseran paradigma dalam masyarakat ilmiah. Pergeseran tersebut ditentukan oleh penerimaan masyarakat terhadap paradigma dan konsepsi kebenaran ilmiah. Berdasarkan teori tersebut, teori ilmiah dianggap benar jika mendapat dukungan atau kesepakatan dalam masyarakat ilmiah terhadap kebenaran teori tersebut.[17]
Referensi
- ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.5
- ^ Mundiri (2017). Logika. Depok: Rajawali Pers. hlm. 10. ISBN 979-421-398-5. OCLC 963195783.
- ^ Arief Sidharta, B. (2010). Pengantar Logika : Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah (edisi ke-Cet. 3). Bandung: Refika Aditama. hlm. 10. ISBN 979-1073-49-X. OCLC 958848822.
- ^ Copi, Irving M. (2014). Introduction to logic (PDF) (edisi ke-14th ed). Pearson. hlm. 29. ISBN 978-1-292-02482-0. OCLC 857280881.
- ^ Mahfud, Mahfud (2018-08-25). "MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM". CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman. 4 (1). doi:10.37348/cendekia.v4i1.58. ISSN 2579-5503.
- ^ Tafsir, Ahmad (2009). Filsafat ilmu mengurai ontologi, epistemologi dan aksiologi pengetahuan (edisi ke-Cet. 4). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm. 120. ISBN 979-692-344-0. OCLC 930761155.
- ^ Saebani, Beni Ahmad (Juni 2015). Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 37–38. ISBN 9789790765313.
- ^ Sainsbury, Mark (1992-04-01). "Logical Forms: An Introduction to Philosophical Logic". The Philosophical Quarterly. 42. doi:10.2307/2220221.
- ^ David, Marian (2020). Zalta, Edward N., ed. The Correspondence Theory of Truth (edisi ke-Winter 2020). Metaphysics Research Lab, Stanford University.
- ^ John Herman Randall, Jr (1942). Philosophy An Introduction. hlm. 133.
- ^ Grover, Dorothy L.; Camp, Joseph L.; Belnap, Nuel D. (1975). "A Prosentential Theory of Truth". Philosophical Studies: An International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition. 27 (2): 73–125. ISSN 0031-8116.
- ^ WILLIAMS, MICHAEL (1986). "Do We (Epistemologists) Need A Theory of Truth?". Philosophical Topics. 14 (1): 223–242. ISSN 0276-2080.
- ^ Tamrin, Abu (2019-01-25). "Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu". SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. 6 (1): 71–96. doi:10.15408/sjsbs.v6i1.10490. ISSN 2654-9050.
- ^ Suriasumantri, Jujun S. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (edisi ke-Cet. ke-18). Jakarta: Surya Multi Grafika. hlm. 59. OCLC 216304643.
- ^ Susanto, A. (2021-04-28). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Bumi Aksara. hlm. 87. ISBN 978-602-217-002-0.
- ^ Atabik, Ahmad (2014-12-06). "TEORI KEBENARAN PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU: Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama". FIKRAH. 2 (2). doi:10.21043/fikrah.v2i2.565. ISSN 2476-9649.
- ^ Faradi, Abdul Aziz (2019-07-01). "TEORI-TEORI KEBENARAN DALAM FILSAFAT (URGENSI DAN SIGNIFIKASINYA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN HOAXS)". Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin (dalam bahasa Inggris). 7 (1): 97–114. doi:10.21274/kontem.2019.7.1.97-114. ISSN 2580-6866.