Klitih: Perbedaan antara revisi
Parafrase, gunakan kalimat yang lebih objektif/ensiklopedis |
k Menghapus Kategori:Tokoh kriminal; Menambah Kategori:Kejahatan di Indonesia menggunakan HotCat |
||
Baris 26: | Baris 26: | ||
[[Kategori:Kenakalan remaja]] |
[[Kategori:Kenakalan remaja]] |
||
[[Kategori:Daerah Istimewa Yogyakarta]] |
[[Kategori:Daerah Istimewa Yogyakarta]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Kejahatan di Indonesia]] |
||
[[Kategori:Jawa Tengah]] |
[[Kategori:Jawa Tengah]] |
Revisi per 28 Desember 2021 08.28
Klitih (bahasa Jawa: ꦏ꧀ꦭꦶꦛꦶꦃ, translit. klithih) merupakan salah satu fenomena sosial yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah sekitarnya (terutama Klaten dan Magelang[1][2]). Fenomena ini terjadi pada umumnya terhadap anak muda usia 14-19 tahun yang merupakan pelajar Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Pada umumnya, pelaku klitih akan mengincar target, merupakan siswa SMA pesaing atau anggota geng pesaing di daerah yang dianggap sepi kemudian pelaku melakukan perundungan (bullying) secara fisik terhadap pelaku. Terkadang pelaku juga mengambil barang milik korban bahkan termasuk harta benda sehingga terkadang kejahatan ini termasuk perampokan.[1] Tidak jarang juga korban klitih juga meninggal dunia akibat menderita siksaan fisik yang cukup parah.[3]
Definisi
Klitih berasal dari bahasa Jawa yang berarti suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran.[3] Ada juga yang menyebut klitih merupakan penyebutan terhadap Pasar Klitikan Yogyakarta di mana artinya adalah melakukan aktivitas yang tidak jelas dan bersifat santai sambil mencari barang bekas dan Klitikan. Menurut sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto, klitih sebenarnya mempunyai makna yang positif. Klitih merupakan kegiatan untuk mengisi waktu luang. Namun, makna itu kemudian menjadi negatif ketika kegiatan mengisi waktu luang itu diisi dengan melakukan tindak kejahatan di jalan, menyerang orang lain secara acak tanpa motif yang jelas.[4] Sementara istilah nglitih digunakan untuk menggambarkan kegiatan jalan-jalan santai.[5] Akan tetapi, makna klitih kemudian mengalami pergeseran (peyorasi) menjadi aksi kekerasan dengan senjata tajam atau kegiatan kriminalitas anak di bawah umur di luar kelaziman. Dimulai dari keributan satu remaja berbeda sekolah dengan remaja yang lain kemudian berlanjut dengan melibatkan komunitas masing-masing. Aksi saling membalas terus terjadi dan menjadi bagian dari budaya urban. Motif klitih bisa sangat beragam dan korban mereka adalah orang yang ditemui secara acak dijalan. Klitih terkadang juga dipicu oleh permusuhan antar geng.[3]
Perkembangan kasus
Pada awalnya, klitih hanyalah berupa kegiatan perundungan antar geng sekolah yang terjadi di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Namun, semakin lama, klitih berkembang menjadi kegiatan perampokan yang dilakukan oleh sekelompok geng (premanisme) yang targetnya berkembang dari geng musuh menjadi masyarakat awam.[1][3] Yang paling umum, klitih dilakukan di tempat sepi dan terjadi pada malam hari.[6]
Kasus klitih pada dasarnya merupakan fenomena anak muda di Yogyakarta yang ingin mencari jati diri atau pengakuan terutama dari lingkungan persahabatan mereka.[7] Untuk membuktikan itu, terkadang mereka membutuhkan barang bukti berupa barang milik geng pesaing atau setidaknya melakukan perundungan terhadap geng pesaing.[7]
Faktor politik
Selain itu, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya merupakan daerah yang merupakan basis persaingan politik yang penting di Indonesia, terutama oleh aliran politik nasionalis dan agamais. Budaya kekerasan yang dilakukan oleh pelajar di Yogyakarta sudah ada sejak era 1980-an dan 1990-an. Kekerasan yang dilakukan pelajar pada masa itu dilakukan oleh dua geng besar yang legendaris yaitu QZRUH dan JOXZIN.[5][8]
QZRUH sendiri merupakan kepanjangan dari "Q-ta Zuka Ribut Untuk Tawuran (atau Hiburan) ". QZRUH sendiri memiliki daerah kekuasaan di Kota Yogyakarta bagian utara terutama di kawasan Terban dan sekitar Jalan Magelang. Sementara JOXZIN merupakan singkatan dari Joxo Zinthing atau Pojox Benzin (pojokan SPBU Kantor Pos Besar) atau Jogja Zindikat. Geng ini "menguasai" kawasan Jalan Malioboro hingga Yogyakarta bagian selatan.[5][8] Qzruh sendiri dalam sejarahnya selalu didukung oleh kelompok politik yang cenderung nasionalis (dahulu diasosiasikan sebagai pendukung PDI atau Golkar) sedangkan Joxzin sendiri didukung oleh kelompok politik yang cenderung bernuansa agamis (dahulu diasosiasikan sebagai pendukung PPP atau PDI). Tidak jarang pula, kedua kelompok ini memiliki afiliasi dengan beberapa geng sekolah yang ada di kawasan kekuasaan mereka.
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c "2 Pelaku Klitih di Magelang Berhasil Ditangkap, Korban Dibacok dan Dirampas HP-nya". Tribun Jogja. Diakses tanggal 2019-06-30.
- ^ "Modus Klitih Mertoyudan : Tanya Alamat Kemudian Tebaskan Golok". BorobudurNews. 2019-06-28. Diakses tanggal 2019-06-30.
- ^ a b c d "Klitih, Kenakalan Remaja yang Terkadang Berujung Maut". tirto.id. Diakses tanggal 2019-06-30.
- ^ Syambudi, Irwan. "Pelajar di Jogja Jadi Pelaku Klitih, Salah Keluarga atau Sekolah?". tirto.id. Diakses tanggal 2020-02-08.
- ^ a b c "Sejarah Klitih di Yogyakarta". kumparan. Diakses tanggal 2019-06-30.
- ^ "Viral di Medsos, Pelaku Klitih Dihadang Warga". krjogja.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-06-30.
- ^ a b "Klitih dan Status Jagoan Remaja di Yogyakarta". kumparan. Diakses tanggal 2019-06-30.
- ^ a b "QZRUH dan JOXZIN Dua Gank Legendaris Jogja, Siapa Mereka?". krjogja.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-01.