Lompat ke isi

Filsafat olahraga: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan paragraf pada subjudul permasalahan dalam filsafat olahraga
menambahkan paragraf kedua dan ketiga pada subjudul Pemasalahan dalam filsafat
Baris 19: Baris 19:
== Permasalahan dalam filsafat olahraga ==
== Permasalahan dalam filsafat olahraga ==
Saat menghadapi persoalan rumit, seorang filsuf mesti mampu membedakan mana argumen yang masuk akal maupun argumen yang lemah, dan itu semua harus masuk akal serta sesuai dengan kaidah-kaidah filsafat. Dalam filsafat itu sendiri, mengajukan pertanyaan yang tepat dan tajam agar dapat menelaah persoalan secara jernih jauh lebih penting daripada menemukan jawaban. <ref>{{Cite book|last=Ryall|first=Emily|date=2016|url=https://www.google.co.id/books/edition/Philosophy_of_Sport/-bD1CwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=philosophy+of+sport&printsec=frontcover|title=Philosophy of Sport|publisher=Bloomsbury Publishing|isbn=978-1-4081-8858-3|pages=7|url-status=live}}</ref>
Saat menghadapi persoalan rumit, seorang filsuf mesti mampu membedakan mana argumen yang masuk akal maupun argumen yang lemah, dan itu semua harus masuk akal serta sesuai dengan kaidah-kaidah filsafat. Dalam filsafat itu sendiri, mengajukan pertanyaan yang tepat dan tajam agar dapat menelaah persoalan secara jernih jauh lebih penting daripada menemukan jawaban. <ref>{{Cite book|last=Ryall|first=Emily|date=2016|url=https://www.google.co.id/books/edition/Philosophy_of_Sport/-bD1CwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=philosophy+of+sport&printsec=frontcover|title=Philosophy of Sport|publisher=Bloomsbury Publishing|isbn=978-1-4081-8858-3|pages=7|url-status=live}}</ref>

Ada tiga cabang utama dalam filsafat yaitu [[epistemologis]], [[ontologis]] dan [[aksiologis]]. Epistemologis merupakan suatu upaya untuk mendapatkan pengetahuan dengan jalan memberikan batasan yang jelas atas pengetahuan tersebut; dalam ontologi, suatu objek diteliti secara mendalam agar diperoleh hakikat atas objek tersebut; sementara itu, aksiologis lebih mengarah kepada nilai-nilai pengetahuan serta manfaat pengetahuan tersebut. <ref>{{Cite book|last=Kusbandrijo|first=Bambang|date=2016|url=https://www.google.co.id/books/edition/Dasar_Dasar_Logika/4oGWDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=dasar+dasar+logika&printsec=frontcover|title=Dasar-dasar Logika|location=Jakarta|publisher=Penerbit Kencana|isbn=978-602-422-061-7|pages=10-11|url-status=live}}</ref>

Epistemologis, ontologis, dan aksiologis merupakan landasan untuk menelaah soal filsafat olahraga. Pembahasan ontologis lebih berfokus kepada teori tentang hakikat dalam ilmu keolahragaan; pembahasan epistemologis mengarah kepada jalan pikiran atau logika yang membentuk suatu argumen; serta kajian aksiologis yang membahas masalah nilai dan manfaat olahraga, baik secara etis, estetis, ataupun politis. <ref>{{Cite book|last=Mutohir|first=Toho Cholik|date=2021|url=https://www.google.co.id/books/edition/Kajian_Ilmu_Keolahragaan_Ditinjau_Dari_F/UAIhEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=filsafat+olahraga&printsec=frontcover|title=Kajian Ilmu Keolahragaan Ditinjau dari Filsafat Ilmu|location=Sidoarjo|publisher=Zifatama Jawara|isbn=978-623-7748-68-7|pages=6-7|url-status=live}}</ref>


=== Etika ===
=== Etika ===
Permasalahan etika dalam filsafat olahraga berfokus pada perilaku seorang atlet dengan peraturan olahraga, atlet lainnya, penonton, faktor eksternal lainnya seperti isu sosio-ekonomi di kalangan pendukung dan komunitasnya, dan isu [[doping]]. Isu [[doping dalam olahraga]] berfokus pada etika intervensi medis terkait kemampuan seorang atlet terutama akan apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dalam olahraga, bagaimana batas tersebut dibuat, dan apa saja yang perlu dipertimbangkan ketika suatu intervensi medis dilarang. Isu-isu tersebut dibandingkan dan direfleksikan melalui tiga teori moral yakni [[konsekuensialisme]], [[Etika Deontologi|deontologi]], dan [[etika nilai]].<ref>McNamee, Mike. [https://web.archive.org/web/20110629055955/http://www.philosophyofsport.org.uk/resources/ethsport.php Ethics and Sport]. philosophyofsport.org.uk</ref>
Permasalahan etika dalam filsafat olahraga berfokus pada perilaku seorang atlet dengan peraturan olahraga, atlet lainnya, penonton, faktor eksternal lainnya seperti isu sosio-ekonomi di kalangan pendukung dan komunitasnya, dan isu [[doping]]. Isu [[doping dalam olahraga]] berfokus pada etika intervensi medis terkait kemampuan seorang atlet terutama akan apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dalam olahraga, bagaimana batas tersebut dibuat, dan apa saja yang perlu dipertimbangkan ketika suatu intervensi medis dilarang. Isu-isu tersebut dibandingkan dan direfleksikan melalui tiga teori moral yakni [[konsekuensialisme]], [[Etika Deontologi|deontologi]], dan [[etika nilai]].<ref>McNamee, Mike. [https://web.archive.org/web/20110629055955/http://www.philosophyofsport.org.uk/resources/ethsport.php Ethics and Sport]. philosophyofsport.org.uk</ref>

== Aliran dalam filsafat olahraga ==


=== Olimpisme ===
=== Olimpisme ===

Revisi per 18 Februari 2022 04.50

Filsafat olahraga adalah cabang dari ilmu filsafat yang berupaya menganalisa konsep akan olahraga sebagai kegiatan manusia. Beberapa isu yang dibahas dalam filsafat olahraga di antaranya dari aspek metafisika, filsafat etika dan moral, filsafat hukum, filsafat politik, dan estetika.[1] Perspektif filosofis pada olahraga berawal di Yunani Kuno dan kemudian kembali berkembang pada abad ke-20 berkat Paul Weiss dan Howard Slusher.[1][2][3]

Perspektif filosofis olahraga juga melihat hubungan metafisika antara olahraga dengan kesenian dan permainan, permasalahan etika terkait nilai-nilai dan keadilan, serta isu-isu sosiopolitis pada umumnya.[1]

Filsafat olahraga dari waktu ke waktu

Yunani Kuno

Yunani Kuno adalah tempat kelahiran filsafat kuno dan olahraga Olimpiade, keduanya saling berkaitan di mana filsafat sangat berpengaruh dalam penampilan atletis di Yunani kuno. Pada masa tersebut, kepemimpinan seseorang diukur melalui kemampuan berolahraganya. Hal ini dapat dilihat pada karya sastra Odisseia oleh Homeros yang menarasikan perhelatan olahraga oleh masyarakat Skeria.[4] Olahraga dipandang sebagai suatu hal yang dapat dikaji secara epistemik melalui proses metodologis yang memperbolehkan kita melihat kebenaran objektif potensi atletik seseorang dengan melibatkan orang tersebut dalam suatu pertandingan olahraga. Kemampuan atletik dinilai sebagai jalan untuk menjawab persoalan kesenjangan sosial. Olahraga dinilai sebagai pendidikan moral. Plato bahkan mendorong keterlibatan wanita dalam olahraga untuk memperkaya moral mereka. Aristoteles menekan kegiatan fisik sebagai sebuah tanggung jawab etis.[1]

Masa Kontemporer (abad ke-19 dan seterusnya)

Filsafat olahraga kembali bangkit berkat karya filsuf dari Universitas Yale Paul Weiss yang berjudul Sport: A Philosophical Inquiry pada tahun 1969. Weiss melihat karya-karya terkait filsafat olahraga sebagai refleksi elitisme akademis. Dalam pandangannya, olahraga selalu dipandang sebagai budaya rendah.[5]

Pada abad ke-19, perspektif filosofis akan olahraga dan aktivitas fisik hanya sedikit didiskusikan dalam reformasi pendidikan kala itu dengan menguatnya pandangan umum bahwa kegiatan-kegiatan tersebut meningkatkan kesehatan. Manfaat kesehatan dan pendidikan dari aktivitas fisik dipandang sebagai komponen kehidupan publik. Banyak pendukung pendidikan olahraga yang melihat olahraga dari aspek filosofis dengan mengkaji dari segi teleologi, dualisme pikiran dan tubuh, serta metafisika sebagai model "ke-manusia-an" dan "ke-orang-an". Filsafat politik turut memengaruhi pandangan umum terkait olahraga sebagai jawaban atas permasalahan sosial dan politik pada masa itu dan mengembangkan konsep tanggung jawab masyarakat dan kewarganegaraan yang bertanggung jawab.[3]

Meski kajian filsafat olahraga cenderung terkesan dilakukan di Barat, Jepang adalah salah satu negara Timur yang cukup gencar melakukan analisis filsafat olahraga.[6]

Pada masa kontemporer, filsafat olahraga berkembang dengan mempertanyakan nilai-nilai sosial olahraga, estetika pertunjukan olahraga, epistemologi strategi dan teknik perseorangan dan kelompok, etika berolahraga, logika peraturan olahraga, metafisika olahraga sebagai bagian dari "ke-manusia-an", dan lain sebagainya.[6] Filsafat olahraga terus berkembang seiring dengan munculnya olahraga-olahraga baru seperti berselancar dan skateboard.[7]

Permasalahan dalam filsafat olahraga

Saat menghadapi persoalan rumit, seorang filsuf mesti mampu membedakan mana argumen yang masuk akal maupun argumen yang lemah, dan itu semua harus masuk akal serta sesuai dengan kaidah-kaidah filsafat. Dalam filsafat itu sendiri, mengajukan pertanyaan yang tepat dan tajam agar dapat menelaah persoalan secara jernih jauh lebih penting daripada menemukan jawaban. [8]

Ada tiga cabang utama dalam filsafat yaitu epistemologis, ontologis dan aksiologis. Epistemologis merupakan suatu upaya untuk mendapatkan pengetahuan dengan jalan memberikan batasan yang jelas atas pengetahuan tersebut; dalam ontologi, suatu objek diteliti secara mendalam agar diperoleh hakikat atas objek tersebut; sementara itu, aksiologis lebih mengarah kepada nilai-nilai pengetahuan serta manfaat pengetahuan tersebut. [9]

Epistemologis, ontologis, dan aksiologis merupakan landasan untuk menelaah soal filsafat olahraga. Pembahasan ontologis lebih berfokus kepada teori tentang hakikat dalam ilmu keolahragaan; pembahasan epistemologis mengarah kepada jalan pikiran atau logika yang membentuk suatu argumen; serta kajian aksiologis yang membahas masalah nilai dan manfaat olahraga, baik secara etis, estetis, ataupun politis. [10]

Etika

Permasalahan etika dalam filsafat olahraga berfokus pada perilaku seorang atlet dengan peraturan olahraga, atlet lainnya, penonton, faktor eksternal lainnya seperti isu sosio-ekonomi di kalangan pendukung dan komunitasnya, dan isu doping. Isu doping dalam olahraga berfokus pada etika intervensi medis terkait kemampuan seorang atlet terutama akan apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dalam olahraga, bagaimana batas tersebut dibuat, dan apa saja yang perlu dipertimbangkan ketika suatu intervensi medis dilarang. Isu-isu tersebut dibandingkan dan direfleksikan melalui tiga teori moral yakni konsekuensialisme, deontologi, dan etika nilai.[11]

Aliran dalam filsafat olahraga

Olimpisme

Piagam Olympic yang dideklarasikan pada tahun 1914 menyatakan bahwa olimpisme adalah filosofi hidup yang mesti dijunjung tinggi dimana kualitas tubuh, karsa, serta pikiran terintegrasi secara utuh. Olimpisme merupakan suatu pandangan hidup yang mengarahkan olahraga kepada budaya serta pendidikan sehingga manusia merasa bergembira serta bersukacita dalam usaha tanpa merasa terbebani. [12] Filosofi politik dari Olympic Games berlandaskan prinsip seperti persahabatan, saling memahami, serta bermain adil. Beberapa prinsip tersebut dapat ditafsirkan secara beragam oleh para atlet lintas budaya dan sejarah sehingga dibutuhkan suatu pemahaman yang luwes tanpa harus terjadi pembelokkan makna. Dengan demikian, filosofi olimpisme dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan multikultur.[13]

Referensi

  1. ^ a b c d Reid, Heather (September 2012). Introduction to the Philosophy of Sport (Elements of philosophy). Rowman & Littlefield Publishers. ISBN 0742570622. 
  2. ^ Quinton, Anthony (August 21, 1969) Locker Room Metaphysics. nybooks.com
  3. ^ a b Kretchmar, R. Scott (November 1996). "Chapter Six: Philosophy of Sport". Dalam Massengale, John D.; Swanson, Richard A. The History of Exercise and Sport Science. Human Kinetics Publishers. hlm. 181. ISBN 0873225244. 
  4. ^ Hardman, Alun; Jones, Carwyn, ed. (2010). Philosophy of Sport. Cambridge Scholars Publishing. ISBN 1-4438-2516-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-31. Diakses tanggal 2019-07-30. 
  5. ^ Shouler, Kenneth (2003) If Life is Finite, Why am I Watching this Damn Game? Philosophy Now
  6. ^ a b Resource Guide to the Philosophy of Sport and Ethics of Sport. Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Network, October 2008
  7. ^ Sanzaro, Francis. The Boulder: A Philosophy for Bouldering. ISBN 0954877993. 
  8. ^ Ryall, Emily (2016). Philosophy of Sport. Bloomsbury Publishing. hlm. 7. ISBN 978-1-4081-8858-3. 
  9. ^ Kusbandrijo, Bambang (2016). Dasar-dasar Logika. Jakarta: Penerbit Kencana. hlm. 10–11. ISBN 978-602-422-061-7. 
  10. ^ Mutohir, Toho Cholik (2021). Kajian Ilmu Keolahragaan Ditinjau dari Filsafat Ilmu. Sidoarjo: Zifatama Jawara. hlm. 6–7. ISBN 978-623-7748-68-7. 
  11. ^ McNamee, Mike. Ethics and Sport. philosophyofsport.org.uk
  12. ^ L Reid, Heather (2012). Introduction to the Philosophy of Sport. Rowman & Littlefield Publishers, Inc. hlm. 19. ISBN 978-0-7425-7062-7. 
  13. ^ L Reid, Heather (2012). Introduction to the Philosophy of Sport. Rowman & Littlefield Publisher, Inc. hlm. 26. ISBN 978-0-7425-7062-7.