Penyalahgunaan obat: Perbedaan antara revisi
Fareleadsm (bicara | kontrib) Menambahkan deskripsi |
Fareleadsm (bicara | kontrib) Menambahkan deskripsi |
||
Baris 23: | Baris 23: | ||
Di [[Amerika Serikat]] pada akhir 1980an, dilaporkan dari 14 negara bagian, terjadi penyalahgunaan produk yang mengandung dekstrometorfan oleh remaja. Selain Amerika Serikat, penggunaan dekstrometorfan untuk tujuan nonmedis juga terjadi di [[Eropa]]. Keracunan fatal pertama akibat penyalahgunaan dekstrometorfan dilaporkan terjadi di [[Swedia]] pada 1980-an.<ref name=":1" /> Penyalahgunaan dekstrometorfan di Amerika Serikat menyebabkan sekitar 6000 kasus gawat darurat tiap tahunnya. Lima puluh persen dari semua kondisi gawat darurat tersebut terjadi akibat toksisitas dekstrometorfan di mana kebanyakan pasien berusia antara 12-20 tahun.<ref name=":2">{{Cite book|last=Journey|first=Jonathan D.|last2=Agrawal|first2=Suneil|last3=Stern|first3=Evan|date=2022|url=http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538502/|title=Dextromethorphan Toxicity|location=Treasure Island (FL)|publisher=StatPearls Publishing|pmid=30860737}}</ref> |
Di [[Amerika Serikat]] pada akhir 1980an, dilaporkan dari 14 negara bagian, terjadi penyalahgunaan produk yang mengandung dekstrometorfan oleh remaja. Selain Amerika Serikat, penggunaan dekstrometorfan untuk tujuan nonmedis juga terjadi di [[Eropa]]. Keracunan fatal pertama akibat penyalahgunaan dekstrometorfan dilaporkan terjadi di [[Swedia]] pada 1980-an.<ref name=":1" /> Penyalahgunaan dekstrometorfan di Amerika Serikat menyebabkan sekitar 6000 kasus gawat darurat tiap tahunnya. Lima puluh persen dari semua kondisi gawat darurat tersebut terjadi akibat toksisitas dekstrometorfan di mana kebanyakan pasien berusia antara 12-20 tahun.<ref name=":2">{{Cite book|last=Journey|first=Jonathan D.|last2=Agrawal|first2=Suneil|last3=Stern|first3=Evan|date=2022|url=http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538502/|title=Dextromethorphan Toxicity|location=Treasure Island (FL)|publisher=StatPearls Publishing|pmid=30860737}}</ref> |
||
[[Berkas:1513 Mydriasis.jpg|kiri|jmpl|151x151px|<small>Midriasis (pelebaran [[pupil]] pada mata), salah satu gejala toksisitas dekstrometorfan</small>[[Berkas:Nystagmus eye movement.gif|pus|nirbing|161x161px]]<small>Nistagmus (kondisi bergeraknya bola mata yang tidak terkendali dan berulang), salah satu gejala toksisitas dekstrometorfan</small>]] |
|||
Di Indonesia, pada tahun 2014, [[BPOM]] menarik peredaran seluruh obat yang mengandung dekstrometorfan sebagai sediaan tunggal. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil suatu kajian yang menyebutkan bahwa produk dekstrometorfan tunggal sering disalahgunakan oleh remaja usia sekolah dari kalangan menengah ke bawah sebagai substitusi produk [[Halusinogen|halusinogenik]] ([[Sabu sabu|sabu-sabu]], [[putaw]], [[ekstasi]], dan [[ganja]]).<ref>{{Cite web|last=BPOM|date=2014-05-02|title=Penjelasan Terkait Produk Obat Batuk yang Beredar dan Mengandung Bahan Dekstrometorfan Tunggal|url=https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/231/Penjelasan-Terkait-Produk-Obat-Batuk-yang-Beredar--dan--Mengandung-Bahan-Dekstrometorfan-Tunggal-.html|website=BPOM|access-date=2022-02-27}}</ref> |
Di Indonesia, pada tahun 2014, [[BPOM]] menarik peredaran seluruh obat yang mengandung dekstrometorfan sebagai sediaan tunggal. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil suatu kajian yang menyebutkan bahwa produk dekstrometorfan tunggal sering disalahgunakan oleh remaja usia sekolah dari kalangan menengah ke bawah sebagai substitusi produk [[Halusinogen|halusinogenik]] ([[Sabu sabu|sabu-sabu]], [[putaw]], [[ekstasi]], dan [[ganja]]).<ref>{{Cite web|last=BPOM|date=2014-05-02|title=Penjelasan Terkait Produk Obat Batuk yang Beredar dan Mengandung Bahan Dekstrometorfan Tunggal|url=https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/231/Penjelasan-Terkait-Produk-Obat-Batuk-yang-Beredar--dan--Mengandung-Bahan-Dekstrometorfan-Tunggal-.html|website=BPOM|access-date=2022-02-27}}</ref> |
||
Secara umum gejala toksisitas dekstrometorfan yang dapat dapat segera dikenali yaitu [[hipertermia]], diaforesis, dan perubahan kondisi kejiwaan secara bertahap. Toksisitas dekstrometorfan dapat menyebabkan berbagai efek pada:<ref name=":2" /> |
Secara umum gejala toksisitas dekstrometorfan yang dapat dapat segera dikenali yaitu [[hipertermia]], diaforesis, dan perubahan kondisi kejiwaan secara bertahap. Toksisitas dekstrometorfan dapat menyebabkan berbagai efek pada:<ref name=":2" /> |
||
* KMTHT (Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan) – midriasis, |
* KMTHT (Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan) – midriasis, nistagmus. |
||
* Kardiovaskular – [[takikardia]], [[hipertensi]] |
* Kardiovaskular – [[takikardia]], [[hipertensi]]. |
||
* Saluran pernapasan – penurunan pernapasan |
* Saluran pernapasan – penurunan pernapasan. |
||
* Neurologis – perasaan gelisah, kebingungan, [[halusinasi]], [[ataksia]], kekakuan otot, [[kejang]], [[Koma (medis)|koma]] |
* Neurologis – perasaan gelisah, kebingungan, [[halusinasi]], [[ataksia]], kekakuan otot, [[kejang]], [[Koma (medis)|koma]]. |
||
=== Feniramin === |
|||
[[Berkas:Pheniramine.svg|jmpl|194x194px|Struktur kimia feniramin]] |
|||
Feniramin adalah [[antihistamin]] generasi pertama dalam kelas alkilamin yang mirip dengan bromfeniramin dan klorfeniramin. Feniramin digunakan untuk mengobati [[alergi]] dan dapat dikombinasi dengan obat lain sebagai obat flu. Penggunaan feniramin sebagai antihistamin sebagian besar telah digantikan oleh antihistamin generasi kedua seperti cetirizin dan loratidin.<ref name=":3">{{Cite web|title=Pheniramine|url=https://go.drugbank.com/drugs/DB01620|website=go.drugbank.com|access-date=2022-02-27}}</ref> |
|||
Feniramin akan bersaing dengan histamin untuk menduduki [[reseptor histamin]] H1 yang bertindak sebagai ''inverse agonist once bound.'' Pengurangan aktivitas reseptor H1 menyebabkan berkurangnya rasa gatal serta mengurangi vasodilatasi dan kebocoran [[Kapiler (pembuluh darah)|kapiler]] sehingga kemerahan dan [[edema]] akan berkurang. Interaksi agonis reseptor H1 dalam [[sistem saraf pusat]] dengan antihistamin generasi pertama seperti feniramin juga dapat memberikan efek sedasi. Pengikatan feniramin ke reseptor H4, dapat berkontribusi untuk mengurangi gatal dengan cara berperan sebagai antagonis dari [[inflamasi]].<ref name=":3" /> |
|||
Penyalahgunaan antihistamin yang digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat lain dapat mempengaruhi individu untuk mengembangkan gejala atau sindrom psikiatri seperti keracunan, [[sakau]], atau sebagai kondisi [[Komorbiditas|komorbid]]. Dalam suatu studi yang dilakukan, dilaporkan bahwa 44% (dari 43 subjek penelitian) individu yang menyalahgunakan feniramin mengalami kondisi [[psikosis]] atau [[delirium]].<ref name=":4">{{Cite journal|last=Pal|first=Hemraj|last2=Kumar|first2=Rajesh|last3=Bhushan|first3=Shashi|last4=Berry|first4=Neeraj|date=2005|title=Psychiatric co-morbidity associated with pheniramine abuse and dependence|url=https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2918322/|journal=Indian Journal of Psychiatry|volume=47|issue=1|pages=60–62|doi=10.4103/0019-5545.46079|issn=0019-5545|pmc=2918322}}</ref> |
|||
Di [[India]], dilaporkan dua kasus penyalahgunaan dan ketergantungan pada feniramin. Gejala yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan feniramin pada pasien yaitu rasa [[euforia]], penyimpangan memori, penurunan kesadaran, [[halusinasi]], [[delusi]], gangguan motorik, meracau, [[ataksia]], gangguan pada otot yang menyebabkan rasa lemah pada tubuh, dan [[kejang]].<ref name=":4" /> Selain itu, di Turki juga dilaporkan kasus ketergantungan terhadap feniramin.<ref>{{Cite journal|last=Kocamer Sahin|first=Sengul|date=2020|title=Pheniramine dependence: a case report|url=https://dusunenadamdergisi.org/article/59|journal=Dusunen Adam: The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences|doi=10.14744/DAJPNS.2019.00040}}</ref> |
|||
=== Klorfeniramin maleat === |
|||
=== Dimenhidrinat === |
=== Dimenhidrinat === |
Revisi per 27 Februari 2022 09.59
Definisi obat
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009, obat termasuk ke dalam salah satu dari 4 sediaan farmasi. Ke empat sediaan farmasi tersebut adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.[1]
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.[1]
Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku pembanding.[2] Yang dimaksud dengan bahan yang tidak berkhasiat adalah bahan yang ditambahkan dalam pembuatan obat selain zat aktif yang memberikan efek terapi. Bahan yang tidak berkhasiat ini sering disebut dengan eksipien. Eksipien harus bersifat inert terhadap zat aktif dan tidak memberikan efek terapeutik karena tujuan penggunaan eksipien adalah untuk membantu dalam proses produksi, melindungi, meningkatkan stabilitas, dan meningkatkan ketersediaan hayati obat.[3]
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.[1] Obat tradisional yang beredar di Indonesia yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.[4]
Daftar obat yang disalahgunakan
Dekstrometorfan
Dekstrometorfan (sering disingkat dengan DXM) merupakan obat yang digunakan sebagai penekan (supresan) batuk atau antitusif.[5][6] Dekstrometorfan dijual sebagai obat bebas dibanyak negara sehingga dapat diperoleh oleh masyarakat tanpa menggunakan resep dokter.[7][8] Obat ini dijual dalam beberapa bentuk sediaan seperti sirup, tablet, kapsul lunak, dan lozenge.[9]
Dekstrometorfan merupakan kelompok obat turunan morfin nonnarkotik yang disetujui penggunaanya pertama kali sebagai obat batuk pada tahun 1958 oleh FDA.[10][11] Sebagai antitusif, obat ini bekerja dengan cara melintasi sawar darah otak dan berinteraksi dengan reseptor agonis sigma-1 (Sig1-R) pada pusat batuk di sistem saraf pusat, yang demikian dapat menekan refleks batuk.[12][13]
Dekstrometorfan memiliki banyak mekanisme aksi dan dapat berinteraksi dengan banyak reseptor, diantaranya adalah nonselektif serotonin reuptake inhibitor, reseptor agonis sigma-1 (Sig1-R), transporter noradrenalin (NA), reseptor asetilkolin nikotinik α3β4, dan reseptor N-metill-D-aspartat (NMDA). Reseptor tersebut banyak ditemukan dalam beberapa sistem neurotransmiter yang ditargetkan dalam pengobatan gangguan neurologis dan kejiwaan.[14] Pada penggunaan dosis tinggi, dekstrometorfan dan metabolit utamanya, dekstrorfan, dapat memblokade reseptor NMDA yang memberikan efek serupa seperti pada anestesi disosiatif lainnya seperti ketamina, nitro oksida, dan fensiklidin.[15][16]
Pada tahun 1971 dilakukan studi terkontrol untuk melihat efek psikoaktif dekstrometorfan. Hasil studi tersebut melaporkan bahwa dekstrometorfan memiliki efek psikotomimetik yang menonjol ketika dosis yang digunakan adalah 6-10 kali lebih besar daripada dosis terapeutiknya sebagai antitusif.[17] Ketika penggunaan dosis dekstrometorfan melampaui batas dari yang disarankan, maka akan banyak gangguan kejiwaan yang dapat terjadi. Efeknya tergantung dosis dan gejala yang timbul bervariasi mulai dari gangguan motorik ringan, gangguan kognitif, hingga gejala parapsikotik seperti pada penggunaan fensiklidin (PCP) yaitu delusi, keadaan disosiatif, paranoia, dan halusinasi. Kombinasi gejala ini dapat menyebabkan tindakan impulsif seperti penyerangan, bunuh diri, atau pembunuhan.[18] Akibat kekhawatiran terhadap penyalahgunaan dekstrometorfan, maka pada tahun 1973 pemerintah Amerika Serikat melarang peredaran tablet Romilar (mengandung zat tunggal dekstrometorfan) dari pasar.[17]
Di Amerika Serikat pada akhir 1980an, dilaporkan dari 14 negara bagian, terjadi penyalahgunaan produk yang mengandung dekstrometorfan oleh remaja. Selain Amerika Serikat, penggunaan dekstrometorfan untuk tujuan nonmedis juga terjadi di Eropa. Keracunan fatal pertama akibat penyalahgunaan dekstrometorfan dilaporkan terjadi di Swedia pada 1980-an.[17] Penyalahgunaan dekstrometorfan di Amerika Serikat menyebabkan sekitar 6000 kasus gawat darurat tiap tahunnya. Lima puluh persen dari semua kondisi gawat darurat tersebut terjadi akibat toksisitas dekstrometorfan di mana kebanyakan pasien berusia antara 12-20 tahun.[19]
Di Indonesia, pada tahun 2014, BPOM menarik peredaran seluruh obat yang mengandung dekstrometorfan sebagai sediaan tunggal. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil suatu kajian yang menyebutkan bahwa produk dekstrometorfan tunggal sering disalahgunakan oleh remaja usia sekolah dari kalangan menengah ke bawah sebagai substitusi produk halusinogenik (sabu-sabu, putaw, ekstasi, dan ganja).[20]
Secara umum gejala toksisitas dekstrometorfan yang dapat dapat segera dikenali yaitu hipertermia, diaforesis, dan perubahan kondisi kejiwaan secara bertahap. Toksisitas dekstrometorfan dapat menyebabkan berbagai efek pada:[19]
- KMTHT (Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan) – midriasis, nistagmus.
- Kardiovaskular – takikardia, hipertensi.
- Saluran pernapasan – penurunan pernapasan.
- Neurologis – perasaan gelisah, kebingungan, halusinasi, ataksia, kekakuan otot, kejang, koma.
Feniramin
Feniramin adalah antihistamin generasi pertama dalam kelas alkilamin yang mirip dengan bromfeniramin dan klorfeniramin. Feniramin digunakan untuk mengobati alergi dan dapat dikombinasi dengan obat lain sebagai obat flu. Penggunaan feniramin sebagai antihistamin sebagian besar telah digantikan oleh antihistamin generasi kedua seperti cetirizin dan loratidin.[21]
Feniramin akan bersaing dengan histamin untuk menduduki reseptor histamin H1 yang bertindak sebagai inverse agonist once bound. Pengurangan aktivitas reseptor H1 menyebabkan berkurangnya rasa gatal serta mengurangi vasodilatasi dan kebocoran kapiler sehingga kemerahan dan edema akan berkurang. Interaksi agonis reseptor H1 dalam sistem saraf pusat dengan antihistamin generasi pertama seperti feniramin juga dapat memberikan efek sedasi. Pengikatan feniramin ke reseptor H4, dapat berkontribusi untuk mengurangi gatal dengan cara berperan sebagai antagonis dari inflamasi.[21]
Penyalahgunaan antihistamin yang digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat lain dapat mempengaruhi individu untuk mengembangkan gejala atau sindrom psikiatri seperti keracunan, sakau, atau sebagai kondisi komorbid. Dalam suatu studi yang dilakukan, dilaporkan bahwa 44% (dari 43 subjek penelitian) individu yang menyalahgunakan feniramin mengalami kondisi psikosis atau delirium.[22]
Di India, dilaporkan dua kasus penyalahgunaan dan ketergantungan pada feniramin. Gejala yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan feniramin pada pasien yaitu rasa euforia, penyimpangan memori, penurunan kesadaran, halusinasi, delusi, gangguan motorik, meracau, ataksia, gangguan pada otot yang menyebabkan rasa lemah pada tubuh, dan kejang.[22] Selain itu, di Turki juga dilaporkan kasus ketergantungan terhadap feniramin.[23]
Dimenhidrinat
Difenhidramin
Pseudoefedrin
Kodein
Loperamid
Referensi
- ^ a b c "UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diakses tanggal 2022-02-26.
- ^ BPOM (2019). "Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik". jdih.pom.go.id. Diakses tanggal 26-02-2022.
- ^ Haywood, Alison; Glass, Beverley D. (2011). "Pharmaceutical excipients – where do we begin?". Australian Prescriber (dalam bahasa Inggris). 34 (4). doi:10.18773/austprescr.2011.060.
- ^ Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016). "Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2016 tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia" (PDF). hukor.kemkes.go.id. Diakses tanggal 26-02-2022.
- ^ Taylor, Charles P.; Traynelis, Stephen F.; Siffert, Joao; Pope, Laura E.; Matsumoto, Rae R. (2016-08-01). "Pharmacology of dextromethorphan: Relevance to dextromethorphan/quinidine (Nuedexta®) clinical use". Pharmacology & Therapeutics (dalam bahasa Inggris). 164: 170–182. doi:10.1016/j.pharmthera.2016.04.010. ISSN 0163-7258.
- ^ Spangler, David C.; Loyd, Catherine M.; Skor, Emily E. (2016-12). "Dextromethorphan: a case study on addressing abuse of a safe and effective drug". Substance Abuse Treatment, Prevention, and Policy (dalam bahasa Inggris). 11 (1): 22. doi:10.1186/s13011-016-0067-0. ISSN 1747-597X. PMC 4918034 . PMID 27333886.
- ^ Armstrong, Cody; Kapolowicz, Michelle R (2020-08-14). "Interventional Study of Dextromethorphan Abuse Within the U.S. Military Community in Okinawa, Japan". Military Medicine (dalam bahasa Inggris). 185 (7-8): e926–e929. doi:10.1093/milmed/usaa049. ISSN 0026-4075.
- ^ Abuse, National Institute on Drug (2017-12-17). "Over-the-Counter Medicines DrugFacts". National Institute on Drug Abuse (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-27.
- ^ "Indication-specific dosing for Balminil DM, Benylin DM, Bronchophan (dextromethorphan), frequency-based adverse effects, comprehensive interactions, contraindications, pregnancy & lactation schedules, and cost information". reference.medscape.com. Diakses tanggal 2022-02-27.
- ^ Oh, SaeRam; Agrawal, Suneil; Sabir, Sarah; Taylor, Alan (2022). Dextromethorphan. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 30855804.
- ^ Shin, Eun-Joo; Nah, Seung-Yeol; Kim, Won-Ki; Ko, Kwang Ho; Jhoo, Wang-Kee; Lim, Yong-Kwang; Cha, Joo Young; Chen, Chieh-Fu; Kim, Hyoung-Chun (2005-04). "The dextromethorphan analog dimemorfan attenuates kainate-induced seizures via σ 1 receptor activation: comparison with the effects of dextromethorphan: Dimemorfan prevents kainate-induced seizures". British Journal of Pharmacology (dalam bahasa Inggris). 144 (7): 908–918. doi:10.1038/sj.bjp.0705998. PMC 1576070 . PMID 15723099.
- ^ "Dextromethorphan: MedlinePlus Drug Information". medlineplus.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-27.
- ^ PubChem. "Dextromethorphan". pubchem.ncbi.nlm.nih.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-27.
- ^ Taylor, Charles P.; Traynelis, Stephen F.; Siffert, Joao; Pope, Laura E.; Matsumoto, Rae R. (2016-08-01). "Pharmacology of dextromethorphan: Relevance to dextromethorphan/quinidine (Nuedexta®) clinical use". Pharmacology & Therapeutics (dalam bahasa Inggris). 164: 170–182. doi:10.1016/j.pharmthera.2016.04.010. ISSN 0163-7258.
- ^ Reissig, Chad J.; Carter, Lawrence P.; Johnson, Matthew W.; Mintzer, Miriam Z.; Klinedinst, Margaret A.; Griffiths, Roland R. (2012-09). "High doses of dextromethorphan, an NMDA antagonist, produce effects similar to classic hallucinogens". Psychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 223 (1): 1–15. doi:10.1007/s00213-012-2680-6. ISSN 0033-3158. PMC 3652430 . PMID 22526529.
- ^ Chary, Michael; Park, Emily H.; McKenzie, Andrew; Sun, Julia; Manini, Alex F.; Genes, Nicholas (2014-02-12). "Signs & Symptoms of Dextromethorphan Exposure from YouTube". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 9 (2): e82452. doi:10.1371/journal.pone.0082452. ISSN 1932-6203. PMC 3922701 . PMID 24533044.
- ^ a b c Morris, Hamilton; Wallach, Jason (2014-07). "From PCP to MXE: a comprehensive review of the non-medical use of dissociative drugs: PCP to MXE". Drug Testing and Analysis (dalam bahasa Inggris). 6 (7-8): 614–632. doi:10.1002/dta.1620.
- ^ Martinak, Bridgette; Bolis, Ramy A.; Black, Jeffrey Ryne; Fargason, Rachel E.; Birur, Badari (2017-09-15). "Dextromethorphan in Cough Syrup: The Poor Man's Psychosis". Psychopharmacology Bulletin. 47 (4): 59–63. ISSN 0048-5764. PMC 5601090 . PMID 28936010.
- ^ a b Journey, Jonathan D.; Agrawal, Suneil; Stern, Evan (2022). Dextromethorphan Toxicity. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 30860737.
- ^ BPOM (2014-05-02). "Penjelasan Terkait Produk Obat Batuk yang Beredar dan Mengandung Bahan Dekstrometorfan Tunggal". BPOM. Diakses tanggal 2022-02-27.
- ^ a b "Pheniramine". go.drugbank.com. Diakses tanggal 2022-02-27.
- ^ a b Pal, Hemraj; Kumar, Rajesh; Bhushan, Shashi; Berry, Neeraj (2005). "Psychiatric co-morbidity associated with pheniramine abuse and dependence". Indian Journal of Psychiatry. 47 (1): 60–62. doi:10.4103/0019-5545.46079. ISSN 0019-5545. PMC 2918322 .
- ^ Kocamer Sahin, Sengul (2020). "Pheniramine dependence: a case report". Dusunen Adam: The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences. doi:10.14744/DAJPNS.2019.00040.