Hamim Tohari Djazuli: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Konten, pranala dan koreksi Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 6: | Baris 6: | ||
| image_size = 200px |
| image_size = 200px |
||
| caption = Foto [[Gus]] Miek |
| caption = Foto [[Gus]] Miek |
||
| native_name = حميم |
| native_name = حميم طهارى |
||
| native_name_lang = Ar |
| native_name_lang = Ar |
||
| birth_name = Hamim |
| birth_name = Hamim Thohari |
||
| birth_date = 17 Agustus 1940 |
| birth_date = 17 Agustus 1940 |
||
| birth_place = Ploso, Mojo, Kediri |
| birth_place = Ploso, Mojo, Kediri |
||
Baris 19: | Baris 19: | ||
| other_names = [[Gus]] Amiek{{br}}[[Gus]] Miek |
| other_names = [[Gus]] Amiek{{br}}[[Gus]] Miek |
||
| citizenship = |
| citizenship = |
||
| education = |
| education = [[Nabi]] [[Khadir]] As |
||
| alma_mater = |
| alma_mater = |
||
| occupation = [[Kyai]], [[Ulama']], [[Mursyid]] Tunggal Jantiko Mantab |
| occupation = [[Kyai]], [[Ulama']], [[Mursyid]] Tunggal Jantiko Mantab |
||
| years_active = |
| years_active = |
||
| employer = |
| employer = |
||
| organization = |
| organization = Semaan Al Qur'an Dzikrul Ghofilin Jantiko Mantab |
||
| agent = |
| agent = |
||
| known_for = |
| known_for = [[Wali]] |
||
| notable_works = |
| notable_works = |
||
| style = |
| style = |
||
Baris 37: | Baris 37: | ||
| weight = |
| weight = |
||
| television = |
| television = |
||
| title = |
| title = Sang Waliyullah Gus Miek |
||
| term = |
| term = |
||
| predecessor = |
| predecessor = |
||
Baris 44: | Baris 44: | ||
| boards = |
| boards = |
||
| spouse = Ny. Hj. Liliek Suyati |
| spouse = Ny. Hj. Liliek Suyati |
||
| children = KH. Tajuddin Herucokro{{br}}KH. |
| children = KH. Tajuddin Herucokro{{br}}KH. [[Sabuth Panoto Projo]] {{br}}KH. Robert Saifunnawas |
||
| parents = [[Kyai]] [[Haji]] Ahmad Djazuli Usman (Ayah){{br}} Ny. Hj. Rodliyah |
| parents = [[Kyai]] [[Haji]] Ahmad Djazuli Usman (Ayah){{br}} Ny. Hj. Rodliyah |
||
| relatives = KH. A. Zainuddin Djazuli (Kakak){{br}}KH. Nurul Huda Djazuli (kakak){{br}}KH. Fuad Mun'im Djazuli (Adik) {{br}}KH. Munif Djazuli (Adik) |
| relatives = KH. A. Zainuddin Djazuli (Kakak){{br}}KH. Nurul Huda Djazuli (kakak){{br}}KH. Fuad Mun'im Djazuli (Adik) {{br}}KH. Munif Djazuli (Adik) |
||
Baris 53: | Baris 53: | ||
}} |
}} |
||
'''Hamim Djazuli''', akrab dipanggil '''Gus Miek''' ({{lahirmati|[[Kediri]], [[Jawa Timur]]|17|8|1940|[[Surabaya]], Jawa Timur|5|6|1993}})<ref name="www.tanbihun.com">[http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/biografi-gus-miek-kh-hamim-tohari-djazuli/#.U0CU-6AmbIU www.tanbihun.com: Biografi Gus Miek (KH. Hamim Tohari Djazuli)]. Diakses 6 April 2014</ref> atau wafat pada 14 Dzulhijjah 1413 H adalah pendiri |
'''KH. Hamim Thohari Djazuli''', akrab dipanggil '''Gus Miek''' ({{lahirmati|[[Kediri]], [[Jawa Timur]]|17|8|1940|[[Surabaya]], Jawa Timur|5|6|1993}})<ref name="www.tanbihun.com">[http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/biografi-gus-miek-kh-hamim-tohari-djazuli/#.U0CU-6AmbIU www.tanbihun.com: Biografi Gus Miek (KH. Hamim Tohari Djazuli)]. Diakses 6 April 2014</ref> atau wafat pada 14 Dzulhijjah 1413 H adalah pendiri amalan ''[[dzikir]]'' Jama'ah Mujahadah Lailiyah, [[Dzikrul Ghofilin]], dan sema'an (mendengarkan) [[al-Qur'an]] [[Jantiko Mantab]].<ref name="Perjalanan">{{cite book|author=Muhammad Nurul Ibad|title=Perjalanan dan Ajaran Gus Miek|publisher=Pustaka Pesantren|year=2001|id=ISBN 979-8452-32-1}} Halaman 111-133.</ref> |
||
Ia adalah putra dari K.H. [[Ahmad Djazuli Utsman]], pengasuh [[Pondok Pesantren |
Ia adalah putra dari K.H. [[Ahmad Djazuli Utsman]], pengasuh [[Pondok Pesantren Ploso|Pondok Pesantren Al-Falah]], [[Ploso]], [[Mojo]], Kediri, Jawa Timur.<ref name="www.tokohtokoh.com">[http://www.tokohtokoh.com/kh-hamim-djazuli.html www.tokohtokoh.com: KH. Hamim Djazuli]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Diakses 6 April 2014.</ref> Ia terkenal sebagai seorang [[wali]] (kekasih Allah) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di luar [[Pesantren]] untuk berdakwah.<ref name="Dhawuh">{{cite book|author=Muhammad Nurul Ibad|title=Dhawuh Gus Miek|publisher=Pustaka Pesantren|year=2010|id=ISBN 979-8452-30-5}} Halaman vii.</ref><ref name="Suluk">{{cite book|author=Muhammad Nurul Ibad|title=Suluk Jalan Terabas Gus Miek|publisher=Pustaka Pesantren|year=2012|id=ISBN 979-8452-31-3}} Halaman vii.</ref> Gus Miek juga terkenal sebagai wali yang memiliki banyak [[karomah]] (kelebihan). |
||
== Biografi == |
== Biografi == |
||
Baris 86: | Baris 86: | ||
* [[Gus|Agus]] Laits Asmoroqondi (Laits) |
* [[Gus|Agus]] Laits Asmoroqondi (Laits) |
||
=== Masa Kecil dan pendidikan awal === |
=== Masa Kecil dan pendidikan awal === |
||
Gus Miek adalah putra ketiga dari enam bersaudara dari pasangan K.H Djazuli Utsman dan |
Gus Miek adalah putra ketiga dari enam bersaudara dari pasangan K.H Djazuli Utsman dan Nyai Rodhiyah.<ref name="Perjalanan"/><ref name="www.tokohtokoh.com"/> Amiek (panggilan masa kecil Gus Miek) lahir dan besar di Kediri.<ref name="Perjalanan"/> Ia tinggal di lingkungan bekas [[kantor]] [[penghulu]] yang telah ditebus orang tuanya dengan biaya 71 [[Gulden]].<ref name="Perjalanan"/> Gus Miek kecil adalah sosok yang pendiam dan suka menyendiri, berbeda dengan saudara-saudaranya dan teman sebayanya yang lebih senang dekat ibunya atau kepada para [[santri]].<ref name="Perjalanan"/> Hal ini dapat dilihat bila seluruh keluarga berkumpul, ia selalu mengambil tempat yang paling jauh.<ref name="Perjalanan"/> Ketika kecil ia juga terkenal memiki suara yang merdu dan fasih pada saat membaca al-Qur'an.<ref name="Perjalanan"/> |
||
Pendidikan awal ia tempuh dengan masuk di [[Sekolah Rakyat]] ([[SR]]), namun tidak sampai selesai karena sering membolos.<ref name="nu.or.id">[http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,13-id,39262-lang,id-c,tokoh-t,Gus+Miek++dari+Khataman+ke+Tempat+Perjudian-.phpx www.nu.or.id: Gus Miek, dari Khataman ke Tempat Perjudian]. Diakses 6 April 2014</ref> Dalam pendidikan belajar membaca al-Qur'an, Gus Miek dibimbing langsung oleh ibunya, kemudian ia diserahkan kepada [[Ustadz]] |
Pendidikan awal ia tempuh dengan masuk di [[Sekolah Rakyat]] ([[SR]]), namun tidak sampai selesai karena sering membolos.<ref name="nu.or.id">[http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,13-id,39262-lang,id-c,tokoh-t,Gus+Miek++dari+Khataman+ke+Tempat+Perjudian-.phpx www.nu.or.id: Gus Miek, dari Khataman ke Tempat Perjudian]. Diakses 6 April 2014</ref> Dalam pendidikan belajar membaca al-Qur'an, Gus Miek dibimbing langsung oleh ibunya, kemudian ia diserahkan kepada [[Ustadz]] Hamzah.<ref name="Perjalanan"/> Sedangkan dalam pendidikan belajar [[kitab]], Gus Miek beserta para saudaranya diajar langsung oleh ayahnya.<ref name="Perjalanan"/> |
||
Pada umur 9 tahun, Gus Miek telah mengenal ulama-ulama besar. Beberapa ulama tersebut yang sering dikunjungi Gus Miek adalah K.H. [[Mubasyir Mundzir]], Kediri; K.H. [[Mas'ud]] (Gus Ud) [[Pagerwojo]], [[Sidoarjo]]; dan K.H. [[Hamid]], [[Pasuruan]].<ref name="www.tanbihun.com"/><ref name="nu.or.id"/> Ketika berkunjung ke rumah Gus Ud di Sidorajo, untuk pertama kalinya Gus Miek bertemu dengan K.H. [[Ahmad |
Pada umur 9 tahun, Gus Miek telah mengenal ulama-ulama besar. Beberapa ulama tersebut yang sering dikunjungi Gus Miek adalah K.H. [[Mubasyir Mundzir]] (PP. Ma'unah Sari) , Kediri; K.H. [[Ali Mas'ud]] (Gus Ud) [[Pagerwojo]], [[Sidoarjo]]; dan K.H. [[Abdul Hamid Pasuruan|Hamid]], [[Pasuruan]].<ref name="www.tanbihun.com"/><ref name="nu.or.id"/> Ketika berkunjung ke rumah Gus Ud di Sidorajo, untuk pertama kalinya Gus Miek bertemu dengan K.H. [[Ahmad Shiddiq]] yang pada saat itu menjadi sekertaris pribadi K.H. [[Wahid Hasyim]].<ref name="www.tanbihun.com"/><ref name="nu.or.id"/> K.H. [[Ahmad Shiddiq]] inilah yang kelak sering menentang tradisi [[sufi]] Gus Miek namun ia juga yang kelak menjadi kawan karibnya di Dzikrul Ghofilin.<ref name="www.tanbihun.com"/><ref name="nu.or.id"/> |
||
=== Belajar di pesantren Lirboyo === |
=== Belajar di pesantren Lirboyo === |
||
Pada umur 13 tahun, Gus Miek melanjutkan pendidikannya di [[Pondok Pesantren |
Pada umur 13 tahun, Gus Miek melanjutkan pendidikannya di [[Pondok Pesantren Lirboyo]], Kediri, setelah K.H. [[Mahrus Ali]] datang menjemputnya di Ploso untuk memintanya belajar di Pondok Pesantren asuhan K.H. [[Mahrus Ali]] tersebut.<ref name="Perjalanan"/> Namun pendidikannya di [[Pondok Pesantren Lirboyo]] hanya bertahan selama 16 hari dan kemudian Gus Miek kembali pulang ke [[Ploso, Mojo, Kediri|Ploso]].<ref name="nu.or.id"/> |
||
Kepulangan Gus Miek yang mendadak ke Pondok Pesantren Ploso membuat orang tuanya resah karena ia tidak mau untuk melanjutkan belajarnya di Pesantren Lirboyo. Namun Gus Miek mampu menunjukkan bahwa selama belajarnya di Pesantren Lirboyo ia melakukannya dengan sungguh-sungguh, ia membuktikan kepada orang tuannya dengan cara menggantikan semua jadwal pengajian yang biasa diampu oleh ayahnya di Pondok Pesntren Ploso.<ref name="Perjalanan"/> Gus Miek membuktikannya dengan mengajarkan berbagai kitab kepada para santri, yakni: kitab |
Kepulangan Gus Miek yang mendadak ke [[Pondok Pesantren Ploso]] membuat orang tuanya resah karena ia tidak mau untuk melanjutkan belajarnya di [[Pondok Pesantren Lirboyo|Pesantren Lirboyo]]. Namun Gus Miek mampu menunjukkan bahwa selama belajarnya di [[Pondok Pesantren Lirboyo|Pesantren Lirboyo]] ia melakukannya dengan sungguh-sungguh, ia membuktikan kepada orang tuannya dengan cara menggantikan semua jadwal pengajian yang biasa diampu oleh ayahnya di Pondok Pesntren Ploso.<ref name="Perjalanan"/> Gus Miek membuktikannya dengan mengajarkan berbagai kitab kepada para santri, yakni: kitab [[Tahrir]] (kitab [[fiqh]] tingkat dasar), [[Fathul Mu'in]] (kitab fiqh tingkat menengah), [[Jam'ul Jawami']] (kitab [[ushul fiqh]]), [[Fathul Qarib]] (kitab fiqh tingkat menengah), [[Shahih Bukhari]] (kitab [[hadis]]), [[Shahih Muslim]] (kitab hadis), [[Tafsir al-Jalalain|Tafsir Jalalain]] (kitab [[tafsir]] al-Qur'an), Iqna (kitab fiqh penjabaran dari kitab Fatkhul Qarib), Shaban (kitab [[tata bahasa]] [[Arab]]) dan [[Ihya Ulumuddin|Ihya' Ulumuddin]] (kitab [[tasawuf]]).<ref name="Perjalanan"/>. Pada saat inilah orang tuanya menyadari adanya karomah (kelebihan) kewalian pada diri Gus Miek.<ref name="Perjalanan"/> |
||
Setelah menunjukkan kemampuannya kepada orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus Miek memutuskan untuk belajar lagi di Pesantren Lirboyo.<ref name="Perjalanan"/> Di pesantren tersebut ia cukup rajin dalam mengikuti pengajian. Namun ia mempuyai kebiasaan yang sulit dihilangkan sejak di Ploso, yaitu ketika santri lain sedang sibuk mengaji, ia hanya tidur dan meletakkan kitabnya di atas meja.<ref name="Perjalanan"/> Meskipun demikian, ketika gurunya mengajukan pertanyaan terkait materi yang telah disampaikan, Gus Miek selalu mampu menjawabnya dengan memuaskan.<ref name="Perjalanan"/> |
Setelah menunjukkan kemampuannya kepada orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus Miek memutuskan untuk belajar lagi di [[Pondok Pesantren Lirboyo|Pesantren Lirboyo]].<ref name="Perjalanan"/> Di pesantren tersebut ia cukup rajin dalam mengikuti pengajian. Namun ia mempuyai kebiasaan yang sulit dihilangkan sejak di Ploso, yaitu ketika santri lain sedang sibuk mengaji, ia hanya tidur dan meletakkan kitabnya di atas meja.<ref name="Perjalanan"/> Meskipun demikian, ketika gurunya mengajukan pertanyaan terkait materi yang telah disampaikan, Gus Miek selalu mampu menjawabnya dengan memuaskan.<ref name="Perjalanan"/> |
||
Di Pesantren Lirboyo, ada beberapa santri yang dekat dengan Gus Miek, di antaranya adalah |
Di Pesantren Lirboyo, ada beberapa santri yang dekat dengan Gus Miek, di antaranya adalah Abdul Ro'uf dari [[Blitar]] yang mendapat tugas memasak, Abdul Zaini dari [[Gresik]], Abdullah dari [[Kabupaten Magelang|Magelang]], Gus Idris dan Gus Fatkhurrohman.<ref name="Perjalanan" /> Perkenalan dengan Abdullah tersebut yang akhirnya membuat Gus Miek meninggalkan Pesantren Lirboyo dan pergi ke [[Kabupaten Magelang|Magelang]].<ref name="Perjalanan" /> Pada umur 14 tahun, ia pergi dan melanjutkan belajarnya ke sebuah Pondok Pesantren asuhan K.H. [[Dalhar]] di Watucongol, [[Gunungpring, Muntilan, Magelang]], [[Jawa Tengah]].<ref name="Perjalanan"/><ref name="nu.or.id"/> |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 12 Maret 2022 10.10
Chadzratusy Syaikh Kyai Haji Hamim Djazuli Gus Miek | |
---|---|
Berkas:K.H. Hamim Djazuli (Gus Miek).jpg | |
Nama asal | حميم طهارى |
Lahir | Hamim Thohari 17 Agustus 1940 Ploso, Mojo, Kediri |
Meninggal | 5 Juni 1993 Surabaya, Jawa Timur |
Makam | Pemakaman Auliya' Tambak, Ngadi, Kediri |
Nama lain | Gus Amiek Gus Miek |
Pendidikan | Nabi Khadir As |
Pekerjaan | Kyai, Ulama', Mursyid Tunggal Jantiko Mantab |
Organisasi | Semaan Al Qur'an Dzikrul Ghofilin Jantiko Mantab |
Dikenal atas | Wali |
Gelar | Sang Waliyullah Gus Miek |
Pengganti | (Semua putra-putri beliau) |
Suami/istri | Ny. Hj. Liliek Suyati |
Anak | KH. Tajuddin Herucokro KH. Sabuth Panoto Projo KH. Robert Saifunnawas |
Orang tua | Kyai Haji Ahmad Djazuli Usman (Ayah) Ny. Hj. Rodliyah |
Kerabat | KH. A. Zainuddin Djazuli (Kakak) KH. Nurul Huda Djazuli (kakak) KH. Fuad Mun'im Djazuli (Adik) KH. Munif Djazuli (Adik) |
KH. Hamim Thohari Djazuli, akrab dipanggil Gus Miek (17 Agustus 1940 – 5 Juni 1993)[1] atau wafat pada 14 Dzulhijjah 1413 H adalah pendiri amalan dzikir Jama'ah Mujahadah Lailiyah, Dzikrul Ghofilin, dan sema'an (mendengarkan) al-Qur'an Jantiko Mantab.[2]
Ia adalah putra dari K.H. Ahmad Djazuli Utsman, pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur.[3] Ia terkenal sebagai seorang wali (kekasih Allah) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di luar Pesantren untuk berdakwah.[4][5] Gus Miek juga terkenal sebagai wali yang memiliki banyak karomah (kelebihan).
Biografi
Keluarga
Ayah: Kyai Haji Ahmad Djazuli Usman
Ibu: Nyai Hajjah Rodliyah
Kakek: Penghulu R. Muhammad Usman
Kakak:
Adik:
Isteri: Nyai Hajjah Lilik Suyati Putra:
- Kyai Haji Tajuddin Heru Cokro
- Kyai Haji Sabuth Panotoprojo
- Kyai Haji Tijani Robert Saifunnawas
- Kyai Haji Orbar Sadewo Achmad
- Nyai Hajjah Tahta Alvina Pagelaran
- Nyai Riyadin Dannis Fatussunnah
Cucu:
- Agus Shofa Chasba Bahreisy (Reisy)
- Agus Ferry Chusnul Ma'ab (Ferry)
- Agus Thuba Topo Broto Maneges (Thuba)
- Agus Laits Asmoroqondi (Laits)
Masa Kecil dan pendidikan awal
Gus Miek adalah putra ketiga dari enam bersaudara dari pasangan K.H Djazuli Utsman dan Nyai Rodhiyah.[2][3] Amiek (panggilan masa kecil Gus Miek) lahir dan besar di Kediri.[2] Ia tinggal di lingkungan bekas kantor penghulu yang telah ditebus orang tuanya dengan biaya 71 Gulden.[2] Gus Miek kecil adalah sosok yang pendiam dan suka menyendiri, berbeda dengan saudara-saudaranya dan teman sebayanya yang lebih senang dekat ibunya atau kepada para santri.[2] Hal ini dapat dilihat bila seluruh keluarga berkumpul, ia selalu mengambil tempat yang paling jauh.[2] Ketika kecil ia juga terkenal memiki suara yang merdu dan fasih pada saat membaca al-Qur'an.[2]
Pendidikan awal ia tempuh dengan masuk di Sekolah Rakyat (SR), namun tidak sampai selesai karena sering membolos.[6] Dalam pendidikan belajar membaca al-Qur'an, Gus Miek dibimbing langsung oleh ibunya, kemudian ia diserahkan kepada Ustadz Hamzah.[2] Sedangkan dalam pendidikan belajar kitab, Gus Miek beserta para saudaranya diajar langsung oleh ayahnya.[2]
Pada umur 9 tahun, Gus Miek telah mengenal ulama-ulama besar. Beberapa ulama tersebut yang sering dikunjungi Gus Miek adalah K.H. Mubasyir Mundzir (PP. Ma'unah Sari) , Kediri; K.H. Ali Mas'ud (Gus Ud) Pagerwojo, Sidoarjo; dan K.H. Hamid, Pasuruan.[1][6] Ketika berkunjung ke rumah Gus Ud di Sidorajo, untuk pertama kalinya Gus Miek bertemu dengan K.H. Ahmad Shiddiq yang pada saat itu menjadi sekertaris pribadi K.H. Wahid Hasyim.[1][6] K.H. Ahmad Shiddiq inilah yang kelak sering menentang tradisi sufi Gus Miek namun ia juga yang kelak menjadi kawan karibnya di Dzikrul Ghofilin.[1][6]
Belajar di pesantren Lirboyo
Pada umur 13 tahun, Gus Miek melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, setelah K.H. Mahrus Ali datang menjemputnya di Ploso untuk memintanya belajar di Pondok Pesantren asuhan K.H. Mahrus Ali tersebut.[2] Namun pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo hanya bertahan selama 16 hari dan kemudian Gus Miek kembali pulang ke Ploso.[6]
Kepulangan Gus Miek yang mendadak ke Pondok Pesantren Ploso membuat orang tuanya resah karena ia tidak mau untuk melanjutkan belajarnya di Pesantren Lirboyo. Namun Gus Miek mampu menunjukkan bahwa selama belajarnya di Pesantren Lirboyo ia melakukannya dengan sungguh-sungguh, ia membuktikan kepada orang tuannya dengan cara menggantikan semua jadwal pengajian yang biasa diampu oleh ayahnya di Pondok Pesntren Ploso.[2] Gus Miek membuktikannya dengan mengajarkan berbagai kitab kepada para santri, yakni: kitab Tahrir (kitab fiqh tingkat dasar), Fathul Mu'in (kitab fiqh tingkat menengah), Jam'ul Jawami' (kitab ushul fiqh), Fathul Qarib (kitab fiqh tingkat menengah), Shahih Bukhari (kitab hadis), Shahih Muslim (kitab hadis), Tafsir Jalalain (kitab tafsir al-Qur'an), Iqna (kitab fiqh penjabaran dari kitab Fatkhul Qarib), Shaban (kitab tata bahasa Arab) dan Ihya' Ulumuddin (kitab tasawuf).[2]. Pada saat inilah orang tuanya menyadari adanya karomah (kelebihan) kewalian pada diri Gus Miek.[2]
Setelah menunjukkan kemampuannya kepada orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus Miek memutuskan untuk belajar lagi di Pesantren Lirboyo.[2] Di pesantren tersebut ia cukup rajin dalam mengikuti pengajian. Namun ia mempuyai kebiasaan yang sulit dihilangkan sejak di Ploso, yaitu ketika santri lain sedang sibuk mengaji, ia hanya tidur dan meletakkan kitabnya di atas meja.[2] Meskipun demikian, ketika gurunya mengajukan pertanyaan terkait materi yang telah disampaikan, Gus Miek selalu mampu menjawabnya dengan memuaskan.[2]
Di Pesantren Lirboyo, ada beberapa santri yang dekat dengan Gus Miek, di antaranya adalah Abdul Ro'uf dari Blitar yang mendapat tugas memasak, Abdul Zaini dari Gresik, Abdullah dari Magelang, Gus Idris dan Gus Fatkhurrohman.[2] Perkenalan dengan Abdullah tersebut yang akhirnya membuat Gus Miek meninggalkan Pesantren Lirboyo dan pergi ke Magelang.[2] Pada umur 14 tahun, ia pergi dan melanjutkan belajarnya ke sebuah Pondok Pesantren asuhan K.H. Dalhar di Watucongol, Gunungpring, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.[2][6]
Referensi
- ^ a b c d www.tanbihun.com: Biografi Gus Miek (KH. Hamim Tohari Djazuli). Diakses 6 April 2014
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Muhammad Nurul Ibad (2001). Perjalanan dan Ajaran Gus Miek. Pustaka Pesantren. ISBN 979-8452-32-1. Halaman 111-133.
- ^ a b www.tokohtokoh.com: KH. Hamim Djazuli[pranala nonaktif permanen]. Diakses 6 April 2014.
- ^ Muhammad Nurul Ibad (2010). Dhawuh Gus Miek. Pustaka Pesantren. ISBN 979-8452-30-5. Halaman vii.
- ^ Muhammad Nurul Ibad (2012). Suluk Jalan Terabas Gus Miek. Pustaka Pesantren. ISBN 979-8452-31-3. Halaman vii.
- ^ a b c d e f www.nu.or.id: Gus Miek, dari Khataman ke Tempat Perjudian. Diakses 6 April 2014