F. X. Harsono: Perbedaan antara revisi
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''[https://fxharsono.art/bio/ FX Harsono]''' lahir 22 Maret 1949 di Blitar, Jawa timur adalah figur seminal yang merupakan perupa kontemporer asal Indonesia. Setelah lebih dari 40 tahun Harsono memfokuskan pengkaryaannya dalam ranah komentari politik sosial Indonesia. Berdasarkan kisah hidup dan pengalamannya sejak kuliah Ia aktif mengkritisi situasi politik, masyarakat, dan budaya Indonesia melalui karya-karyanya. Beberapa tema yang menarik perhatiannya antara lain pembangunan minus pemerataan, marjinalisasi individu/golongan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kerusakan lingkungan akibat industrialisasi. Setiap karya yang diciptakan mempunyai kecenderungan untuk membahas hal-hal yang bersifat esensial atau bahkan transendental. Karya-karyanya telah berhasil ditampilkan di lebih dari 100 pameran yang tersebar di seluruh dunia. |
'''[https://fxharsono.art/bio/ FX Harsono]''' lahir 22 Maret 1949 di Blitar, Jawa timur adalah figur seminal yang merupakan perupa kontemporer asal Indonesia. Setelah lebih dari 40 tahun Harsono memfokuskan pengkaryaannya dalam ranah komentari politik sosial Indonesia. Berdasarkan kisah hidup dan pengalamannya sejak kuliah Ia aktif mengkritisi situasi politik, masyarakat, dan budaya Indonesia melalui karya-karyanya. Beberapa tema yang menarik perhatiannya antara lain pembangunan minus pemerataan, marjinalisasi individu/golongan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kerusakan lingkungan akibat industrialisasi. Setiap karya yang diciptakan mempunyai kecenderungan untuk membahas hal-hal yang bersifat esensial atau bahkan transendental. Karya-karyanya telah berhasil ditampilkan di lebih dari 100 pameran yang tersebar di seluruh dunia. |
||
Pada 1974 bersama 13 seniman lainnya, ia menandatangani manifesto yang dikenal sebagai |
Pada 1974 bersama 13 seniman lainnya, ia menandatangani manifesto yang dikenal sebagai “[[Desember Hitam]]” sebagai wujud protes terhadap penilaian akhir Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBLSI). Konflik tersebut menjadi momentum bagi lahirnya [[Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia|Gerakan Seni Rupa Baru]] (GSRB) pada Agustus 1975 yang diprakarsai oleh 12 seniman muda termasuk Harsono. Tujuan gerakan ini untuk mendobrak paradigma seni rupa Indonesia yang dianggap terlalu terkungkung berbagai pakem yang justru menghambat kreativitas seniman Indonesia. GSRB sukses menggelar pameran perdananya pada Agustus 1975. |
||
Lebih lanjut lagi, memasuki 1990-an, karya Harsono mulai menarik perhatian dunia internasional, karena secara gamblang mengkritik rezim otoriter Orde Baru. Harsono mendapat kesempatan menjalani residensi di Adelaide pada 1992 dan mengikuti “Asia Pacific Triennale” di Brisbane setahun berselang. Setelahnya, Harsono kerap mengikuti berbagai pameran tunggal maupun kolektif di berbagai museum, galeri nasional dan privat di berbagai kota di dunia. Di antaranya New York, San Francisco, Amsterdam, dan beberapa kota di Belanda, Berlin, London, Paris, Tokyo, Fukuoka, National Gallery Australia di Canberra, Sydney, Melbourne dan beberapa kota di Australia, Singapore Art Museum serta beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. |
Lebih lanjut lagi, memasuki 1990-an, karya Harsono mulai menarik perhatian dunia internasional, karena secara gamblang mengkritik rezim otoriter Orde Baru. Harsono mendapat kesempatan menjalani residensi di Adelaide pada 1992 dan mengikuti “Asia Pacific Triennale” di Brisbane setahun berselang. Setelahnya, Harsono kerap mengikuti berbagai pameran tunggal maupun kolektif di berbagai museum, galeri nasional dan privat di berbagai kota di dunia. Di antaranya New York, San Francisco, Amsterdam, dan beberapa kota di Belanda, Berlin, London, Paris, Tokyo, Fukuoka, National Gallery Australia di Canberra, Sydney, Melbourne dan beberapa kota di Australia, Singapore Art Museum serta beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. |
Revisi per 4 April 2022 15.41
FX Harsono lahir 22 Maret 1949 di Blitar, Jawa timur adalah figur seminal yang merupakan perupa kontemporer asal Indonesia. Setelah lebih dari 40 tahun Harsono memfokuskan pengkaryaannya dalam ranah komentari politik sosial Indonesia. Berdasarkan kisah hidup dan pengalamannya sejak kuliah Ia aktif mengkritisi situasi politik, masyarakat, dan budaya Indonesia melalui karya-karyanya. Beberapa tema yang menarik perhatiannya antara lain pembangunan minus pemerataan, marjinalisasi individu/golongan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kerusakan lingkungan akibat industrialisasi. Setiap karya yang diciptakan mempunyai kecenderungan untuk membahas hal-hal yang bersifat esensial atau bahkan transendental. Karya-karyanya telah berhasil ditampilkan di lebih dari 100 pameran yang tersebar di seluruh dunia.
Pada 1974 bersama 13 seniman lainnya, ia menandatangani manifesto yang dikenal sebagai “Desember Hitam” sebagai wujud protes terhadap penilaian akhir Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBLSI). Konflik tersebut menjadi momentum bagi lahirnya Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) pada Agustus 1975 yang diprakarsai oleh 12 seniman muda termasuk Harsono. Tujuan gerakan ini untuk mendobrak paradigma seni rupa Indonesia yang dianggap terlalu terkungkung berbagai pakem yang justru menghambat kreativitas seniman Indonesia. GSRB sukses menggelar pameran perdananya pada Agustus 1975.
Lebih lanjut lagi, memasuki 1990-an, karya Harsono mulai menarik perhatian dunia internasional, karena secara gamblang mengkritik rezim otoriter Orde Baru. Harsono mendapat kesempatan menjalani residensi di Adelaide pada 1992 dan mengikuti “Asia Pacific Triennale” di Brisbane setahun berselang. Setelahnya, Harsono kerap mengikuti berbagai pameran tunggal maupun kolektif di berbagai museum, galeri nasional dan privat di berbagai kota di dunia. Di antaranya New York, San Francisco, Amsterdam, dan beberapa kota di Belanda, Berlin, London, Paris, Tokyo, Fukuoka, National Gallery Australia di Canberra, Sydney, Melbourne dan beberapa kota di Australia, Singapore Art Museum serta beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina.
Sejak 2009, dengan berbasis riset karya-karya Harsono bertema tentang permasalahan identitas, kebudayaan, dan sejarah orang Tionghoa di Indonesia. Karya-karyanya menjadi koleksi dari beberapa museum, diantaranya National Gallery Australia, Gallery of Modern Art Queensland – Australia, Albright-Knox Art Gallery, Art Museum Buffalo, New York, Singapore Art Museum, National Gallery Singapore, Asian Art Museum San Francisco, Taoyuan Museum of Fine Arts, Taipe, Museum Macan, Tumurun Private Museum, Indonesia, dan beberapa kolektor Indonesia maupun mancanegara.
Pameran tunggal FX Harsono pertama kali di Amerika pada 2012 memamerkan “Writing in the rain” (2011) tentang meditasi yang kuat tentang trauma, kehilangan, ingatan dan ketahanan antar generasi identitas pribadi dan budaya. Writing in the rain dipamerkan di Tyler Rollins Fine Arts New York pada 2012.
Riwayat Hidup
Pada tahun 1969 FX Harsono menempuh pendidikan seni di ASRI yang sekarang menjadi Institut Seni Indonesia (ISI), kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Kesenian Jakarta pada tahun 1987 hingga 1991. Ia juga merupakan pendiri dari Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) dan gerakan Desember Hitam.
Sejak mahasiswa, FX Harsono aktif sebagai kritikus politik, masyarakat dan budaya Indonesia. Biografi Harsono dan sejarah keluarganya sering kali menjadi dasar karya seninya. Dalam hal ini, secara spesifik merujuk pada situasi yang dialami oleh kaum minoritas kurang mampu dengan latar belakang sejarah dan perkembangan politik Indonesia sendiri. Persimpangan antara pribadi dan politik ini terutama terlihat dalam karya-karya terbarunya.
Secara keseluruhan, karya Harsono sering kali merefleksikan isu-isu sosial yang dialami banyak orang, khususnya yang memiliki keturunan darah Cina. Utamanya pada isu diskriminasi dan juga persoalan nama.
Latar Belakang Pengkaryaan
Setelah lebih dari 30 tahun memfokuskan pengkaryaannya dalam ranah komentari politik sosial Indonesia, FX Harsono bergeser ke dalam isu pribadi. Berangkat dari perubahan situasi politik setelah terjadinya pemberontakan (riot) pada tahun 1998 di era presiden Soeharto, ia sebagai seniman merasa perlu mempertanyakan kembali identitas dirinya. Harsono sebagai warga negara Indonesia yang memiliki keturunan Cina, sadar pengetahuannya akan kultur Indonesia seperti Jawa, maupun kultur Cina sangatlah minim. Pada titik itu Harsono mulai mengangkat persoalan akan identitasnya sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai darah keturunan Cina.
Dalam proses menanyakan identitas pribadi, Harsono merasa peran ia sebagai seniman yang sering mengangkat isu politik dan kultural sosial sangat penting untuk masyarakat. Harsono melihat dirinya sebagai bentuk hamparan tanah, dimana orang-orang bisa menanam berbagai macam bentuk tumbuhan dan tanaman di tanah tersebut. Bayangan itu pun divisualisasikan di karya Harsono yang berjudul “My Body as a Field”.
Pada tahun 1967, pemerintahan Indonesia membuat hukum dimana orang-orang yang memiliki darah Cina harus mengubah nama mereka menjadi nama Indonesia agar dapat diakui sebagai warga negara Indonesia. Harsono merasa hukum tersebut melanggar hak asasi manusia. Nama “Harsono” secara pribadi dipilih oleh dirinya, dan nama “FX” yang merupakan singkatan dari nama baptis diberikan oleh ibunya. Setelah melalui tahap riset, Harsono sadar bagaimana banyak orang Cina yang tinggal di Indonesia mengubah nama mereka hanya dikarenakan keperluan administrasi. Melalui hal inilah nama menjadi isu penting bagi Harsono dalam pencarian identitas serta merupakan titik dimana dia mulai memfokuskan karyanya akan isu-isu identitas dan diskriminasi.
Pencapaian
FX Harsono mendapatkan beberapa penghargaan diantaranya adalah Prince Claus Award pada tahun 2014, Joseph Balestier Award for the Freedom of Art tahun 2015 untuk Kebebasan Seni (2015) diberikan oleh kedutaan AS di Singapura. Penghargaan Pangeran Klaus Award untuk menghormati “peran penting beliau dalam ranah seni rupa kontemporer Indonesia selama empat puluh tahun” (2014). Persembahan solo pertamanya di AS, "Writing in the Rain" (2011) dipamerkan di Tyler Rollins Fine Art pada tahun 2012. Video utama dari pameran tersebut ditampilkan di Times Square New York City selama sebulan (2018). Pada tahun 2017 karyanya dimasukkan dalam dua pameran survei besar: SUNSHOWER: Seni Kontemporer dari Asia Tenggara 1980-an hingga Sekarang di Museum Seni Mori di Tokyo; dan After Darkness: Seni Asia Tenggara dalam Kebangkitan Sejarah di Asia Society di New York. Terakhir tetapi tidak kalah pentingnya, Anugerah Adhikarya Rupa dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Di samping itu, FX Harsono adalah salah satu pendiri Koalisi Seni.
Daftar Pameran
Pameran tunggal:[1]
- "What we have here perceived as truth/we shall some day encounter as beauty" di Jogja National Museum, Yogyakarta (2013).
- "Writing In The Rain" di Tyler Rollins, New York, Amerika Serikat (2012).
- "Testimonies" di Singapore Art Museum, Singapura (2010).
- "The Erased Time" di Galeri Nasional, Jakarta (2009).
- Suara (Voice), Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia (1994).
- Suara (Voice), Galeri Cemeti, Yogyakarta, Indonesia (1996).
- Victim, Galeri Cemeti, Yogyakarta, Indonesia (1998).
- Displaced, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia (2003).
- Displaced, Galeri Cemeti, Yogyakarta, Indonesia (2003).
- Mediamor(e)phosa, Galeri Puri, Malang, Indonesia (2004).
- Titik Nyeri (Point of Pain), Galeri Ikon Langgeng, Jakarta, Indonesia (2007).
- Aftertaste, Galeri Koong, Jakarta, Indonesia (2008).
- The Erased Time,Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia 2009).
- Surviving Memories, Vanessa Art Link, Beijing, Cina (2009).
- Testimonies, Museum Seni Singapore, Singapore (2010).
- Re:petisi/posisi, Langgeng Art Foundation, Yogyakarta, Indonesia (2010).
- Writing in The Rain, Tyler Rollins, New York, United State of America (2012).
- What We Wave Here Perceived As Truth/We Shall Someday Encounter As Beauty, Museum Nasional, Yogyakarta, Indonesia (2013).
- Things Happen When We Remember (Kita Ingat Maka Terjadilah), Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Indonesia (2014).
- Beyond Identity, Nexus Arts Gallery, Adelaide, Australia (2015).
- Kata-kata, Eramus Huis, Jakarta, Indonesia (2015).
- he Life and The Chaos Object, Images and words (Kehidupan dan Khaos; Benda, Citra dan Kata-Kata), Eramus Huis, Jakarta, Indonesia (2015).
- Gazing in Identity (Menerawang Identitas), ARNDT Fine Art, Gilman Barracks, Singapore (2016).
- The Chronicles Of Resilience, Tyler Rollins, New York, United State of America (2016).
- Night Moment, Video ‘Writing in the Rain’ ditampilkan di 14 layar lebar di Times Square,
- Midnight Moment, Times Square Arts, New York, United States of America.
- Reminiscence, Sullivan & Strumpf, Gillman Barrack, Singapore (2018).
- NAMA, Tyler Rollins, New York, United States of America (2019).
Pameran kelompok:
- "Quota 2013" di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta.
- "Outspoken" di Biasa Art Space, Bali.
- "One Step Forward, Two Steps Back — Us and Institution, Us as Institution" di Times Museum, Guangzhou, Republik Rakyat Tiongkok (2013).
Ia juga berpartisipasi dalam:
- Biennale Sydney ke-20, Sydney, Australia (2016).
- Biennale Seni Kontemporer Moskwa Keempat di Moskwa, Russia (2011).
- Pameran "Edge of Elsewhere" di 4A, Sydney, Australia (2011 dan 2012)
- "Recent Art From Indonesia: Contemporary Art-Turn" di Museum Seni Kontemporer, Shanghai (2010).
- "Beyond The Dutch" di Museum Centraal, Utrecht, Belanda (2009).
- "Highlight" di ISI, Jogya National Museum, Yogyakarta (2008).
Rujukan
- ^ "FX HARSONO". Arndt and Fine Art. Maret 2017. Diakses tanggal 4 Maret 2018.