Lompat ke isi

Kakawin Hariwangsa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Hiddan05 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 7: Baris 7:
| caption =
| caption =
<!----------General---------->
<!----------General---------->
| Also known as =
| Also known as =ᬓᬓᬯᬶᬦ᭄ ᬳᬭᬶᬯᬗ᭄ᬰ
| Type =
| Type =
| Date =
| Date =

Revisi terkini sejak 28 April 2022 11.14

Kakawin Hariwangsa
Disebut pulaᬓᬓᬯᬶᬦ᭄​ᬳᬭᬶᬯᬂᬲ
Daerah asalSawan
Bahasa(-bahasa)Kawi
Penulis(-penulis)Empu Panuluh
Ukuran42 cm x 9 cm
AksaraAksara Bali
Halaman108
Masuk Koleksi padaSawan dan Perpustakaan Kongres Amerika Serikat

Kakawin Hariwangsa adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno. Cerita yang dikisahkan dalam bentuk kakawin ini adalah cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi Sri.

Arti judul

[sunting | sunting sumber]

Hariwangsa secara harafiah berarti silsilah atau garis keturunan sang Hari atau Wisnu. Di India Harivam.ça dalam bahasa Sanskerta memang sebuah karya sastra mengenai Wisnu dan garis keturunannya di mana cerita pernikahan Kresna dan Rukmini adalah sebuah bagian kecil daripadanya. Namun untuk kasus kita ini, sebenarnya nama ini kurang cocok karena kakawin ini hanya mencakup sebuah bagian kecil saja.

Sang Kresna yang sedang berjalan-jalan di taman, mendapat kunjungan batara Narada yang berkata kepadanya bahwa calon istrinya, seseorang yang merupakan titisan Dewi Sri, telah turun ke dunia di negeri Kundina. Sedangkan Kresna yang merupakan titisan batara Wisnu harus menikah dengannya. Titisan Dewa Sri bernama Dewi Rukmini dan merupakan putri prabu Bismaka. Tetapi prabu Jarasanda sudah berkehendak untuk mengkawinkannya dengan raja Cedi yang bernama prabu Cedya.

Maka prabu Kresna ingin menculik Dewi Rukmini. Lalu pada saat malam sebelum pesta pernikahan dilaksanakan, Kresna datang ke Kundina dan membawa lari Rukmini. Sementara itu para tamu dari negeri-negeri lain banyak yang sudah datang. Prabu Bismaka sangat murka dan dia langsung berrembug dengan raja-raja lainnya yang sedang bertamu. Mereka takut untuk menghadapi Kresna karena terkenal sangat sakti. Kemudian Jarasanda memiliki sebuah siasat untuk memeranginya, yaitu dengan meminta tolong Yudistira dan para Pandawa lainnya untuk membantu mereka.

Kemudian utusan dikirim ke prabu Yudistira dan dia menjadi sangat bingung. Di satu sisi adalah kewajiban seorang ksatria untuk melindungi dunia dan memerangi hal-hal yang buruk. Kresna adalah sahabat karib para Pandawa namun perbuatannya adalah curang dan harus dihukum. Kemudian ia setuju. Namun Bima marah besar dan ingin membunuh utusan Jarasanda tetapi dicegah Arjuna. Selang beberapa lama, mereka mendapat kunjungan duta prabu Kresna yang meminta bantuan mereka. Namun karena sudah berjanji duluan, Yudistira terpaksa menolak sembari menitipkan pesan kepada sang duta supaya prabu Kresna hendaknya tak usah khawatir karena dia sangat sakti.

Lalu para Pandawa lima berangkat ke negeri Karawira tempat prabu Jarasanda berkuasa kemudian bersama para Korawa mereka menyerbu Dwarawati, negeri prabu Kresna.

Sementara itu Kresna sudah siap-siap menghadapi musuh, dibantu kakaknya sang Baladewa. Berdua mereka membunuh banyak musuh. Jarasanda, para Korawa, Bima dan Nakula dan Sahadewa pun sudah tewas semua. Prabu Yudistira dibius oleh Kresna tidak bisa bergerak. Kemudian Kresna diperangi oleh Arjuna dan hampir saja dia kalah. Maka turunlah batara Wisnu dari surga. Kresna sebagai titisan Wisnu juga berubah menjadi Wisnu, sementara Arjuna yang juga merupakan titisan Wisnu berubah pula menjadi Wisnu. Yudistira lalu siuman dan meminta Wisnu supaya menghidupkan kembali mereka yang telah tewas di medan peperangan. Wisnu setuju dan Dia pun menghujankan amerta, lalu semua ksatria yang telah tewas hidup kembali, termasuk Jarasanda. Semuanya lalu datang ke pesta pernikahan prabu Kresna di Dwarawati.

Kakawin Kresnâyana ditulis oleh mpu Panuluh pada saat prabu Jayabaya memerintah di Kediri dari tahun 1135 sampai 1157 Masehi.

Tema yang dibahas dalam kakawin Kresnâyana ini mirip dengan tema yang dibahas dalam kakawin Hariwangsa. Para pakar sastra Jawa Kuno berpendapat bahwa kakawin Hariwangsa lebih berhasil dalam menggarap tema yang sama ini. Kakawin Hariwangsa lebih muda daripada Kresnâyana jadi kemungkinan mpu Panuluh menggubah ulang sebuah cerita yang sudah ada entah alasan apa. Ada kemungkinan ia diperintah oleh prabu Jayabaya atau memang karena hasrat jiwanya sendiri. Di dalam kakawinnya sendiri tertulis bahwa mpu Panuluh menulisnya karena: “tambenya pangiketkw apét laleh”, atau maksudnya: “alasannya menggubah syair ialah mencari capai.” Hal ini oleh para pakar ditafsirkan bahwa kakawin ini hanyalah bahan coba-cobaan saja. Mpu Panuluh juga terkenal dengan kakawin Bharatayuddhanya yang ia karang bersama mpu Sedah.

Kemudian ada hal yang sekaligus menarik dan janggal terjadi dalam kakawin ini, yaitu bagaimana para Pandawa bisa-bisanya yang dilukiskan memerangi prabu Kresna, sekutu mereka yang paling setia bersama-sama dengan para Korawa yang merupakan musuh bebuyutan para Pandawa. Namun semuanya berakhir dengan baik bagi segala pihak. Hal seperti ini tidak muncul dalam sastra epis (wiracarita) di India dan ini menunjukkan sifat Indonesiawi dari kakawin ini. Bahkan ada pakar yang menduga bahwa kakawin ini sebenarnya adalah sebuah naskah lakon yang maksudnya dipentaskan untuk pertunjukan wayang.

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]