Lompat ke isi

Abbas Abdullah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Binks Naboo (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 21222000 oleh 2404:C0:7450:0:0:0:6481:28CA (bicara) Vandalisme
Tag: Pembatalan
Binks Naboo (bicara | kontrib)
Hapus icon bendera di kotak info per BENDERAINFOBOX
Baris 13: Baris 13:
|thn_lahir_m = 1883
|thn_lahir_m = 1883
|tempat_lahir = Padang Japang
|tempat_lahir = Padang Japang
|negara_dilahirkan = [[Guguk, Lima Puluh Kota|Guguak]], [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]], era [[Hindia Belanda]] {{negara|Belanda}}
|negara_dilahirkan = [[Guguk, Lima Puluh Kota|Guguak]], [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]], era [[Hindia Belanda]]
|nama_ayah = Syekh Abdullah
|nama_ayah = Syekh Abdullah
|nama_ibu = Seko
|nama_ibu = Seko
Baris 45: Baris 45:
|negara_makam =
|negara_makam =
<!-- ----------- -->
<!-- ----------- -->
|nationality = {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]]
|nationality = [[Indonesia]]
|occupation = [[Ulama]], [[guru|Pengajar]], Pengusaha, Politikus, Sejarahwan
|occupation = [[Ulama]], [[guru|Pengajar]], Pengusaha, Politikus, Sejarahwan
|known_for = [[Sumatra Thawalib]], [[Darul Funun]], The Kaum Muda Movement, Perintis Pendidikan Agama & Umum
|known_for = [[Sumatra Thawalib]], [[Darul Funun]], The Kaum Muda Movement, Perintis Pendidikan Agama & Umum

Revisi per 11 Juni 2022 05.37

Abbas Abdullah
NamaAbbas Abdullah
KebangsaanIndonesia
JabatanUlama, Pengajar, Pengusaha, Politikus, Sejarahwan
IstriKalimah, Lian, Tobik, Soviah, Saliah, Rohana
KeturunanSofia, Zuraidah, Abdul Muis, Fauzi, Naimah, Azhariah, Damsakti, Azhari, Nuraini, Zahriah, Firman, Ismet, Faruq, Farid dan Adliah
Dari kiri ke kanan: Abbas Abdullah, Soekarno, dan Mustafa Abdullah, 1945

Syekh Haji Abbas Abdullah (lahir di Padang Japang, Guguak, Lima Puluh Kota, tahun 1883 - meninggal 17 Juni 1957 pada umur 74 tahun) adalah ulama Indonesia asal Minangkabau (Sumatra Barat). Ia bersama Abdul Karim Amrullah, Ibrahim Musa, Muhammad Jamil Jambek dan beberapa ulama lainnya merupakan pendiri Sumatra Thawalib, serta pemimpin surau Padang Japang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.[1]

Pada tahun 1944, Soekarno datang menemuinya untuk meminta pendapat tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.[2] Dia juga berkontribusi dalam membina majalah Al-Imam. Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, dia dipilih sebagai imam jihad Fisabilillah. Pada masa PDRI, madrasahnya menjadi kantor PPK dan Agama. Ia meninggal pada tanggal 17 Juni 1957 akibat penyakit asma.[butuh rujukan]

Ia bersama kakaknya, Syekh Mustafa Abdullah, yang juga seorang ulama terkemuka merupakan pendiri Perguruan Islam Darul Funun di Puncak Bakuang, Tanjuang Rongik, Padang Japang, Lima Puluh Kota. Darul Funun merupakan perguruan Islam terkemuka yang mempunyai murid-murid dari seluruh pelosok Minangkabau dan wilayah sekitarnya serta dari semenanjung Malaya.[3]


Riwayat

Syekh Abbas Abdullah, Syekh Mustafa Abdullah dan Syekh Muhammad Shalih merupakan putra dari Syekh Abdullah Dt Jabok, yang juga seorang ulama Minangkabau terkemuka. Syekh Abbas Abdullah lahir di Padang Japang, Guguak, Lima Puluh Kota pada masa Hindia Belanda. Ia mempunyai putra yang bernama Thantowi, seorang perwira muda berpangkat Kapten yang tewas dalam Peristiwa Situjuah pada 15 Januari 1949.

Syekh Mustafa Abdullah merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau yang jadi imam besar di Masjidil Haram Mekkah dan merupakan orang non Arab pertama yang jadi imam di pusat peribadatan umat Muslim terbesar di dunia tersebut.

Bersama adiknya, Abbas Abdullah, ia dikenal sebagai pendiri Perguruan Islam Darul Funun yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ia juga dikenal sebagai pejuang Islam di Sumatra dan punya pemikiran luas untuk Indonesia. Karena ketokohannya, Soekarno setelah bebas dari masa pembuangannya di Bengkulu, yang kala itu belum menjadi presiden Indonesia merasa perlu datang ke Padang Japang untuk berdiskusi dan minta petunjuk tentang berbagai masalah politik dan keagamaan, serta mengenai perjuangan kemerdekaan pada kedua ulama kakak beradik tersebut.

Pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), kedua ulama itu juga banyak dimintai pendapat oleh tokoh-tokoh pejuang tentang perjuangan pada masa itu, bahkan Mohammad Natsir yang diutus Soekarno untuk menemui tokoh PDRI di Sumatra, juga harus menemui kedua tokoh ini. Buya Hamka yang dikenal sebagai ulama besar, pejuang dan sastrawan juga menaruh rasa hormat yang tinggi pada Syekh Mustafa Abdullah.

Setelah wafat, Syekh Mustafa Abdullah dan adiknya, Syekh Abbas Abdullah, dimakamkan di Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota. Tepatnya di Padang Japang, yang terletak sekitar 17 kilometer sebelah utara Kota Payakumbuh.

Catatan kaki

  1. ^ Syekh Abbas Abdullah Perguruan Darul Funun el-Abbasiyah. Diakses 12 September 2013.
  2. ^ VII Koto Talago, Kampung Ulama dan Cendikiawan di Indonesia Padang Ekspres, 29 November 2011. Diakses 12 September 2013.
  3. ^ Menelusuri Jejak Dua Ulama Bersaudara dari Padang Japang Situs Perguruan Darul Funun el-Abbasiyah. Diakses 14 September 2013.

Referensi

  • Ensiklopedi Umum, Abbas Abdullah, Kanisius, 1973