Lompat ke isi

Oen Giok Khouw: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
+file Mausoleum O.G. Khouw
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 10: Baris 10:
Keluarga Khouw Tjeng Kie adalah tuan tanah besar yang memiliki tanah partikelir Tamboen, sekarang dibagi menjadi [[Tambun Utara, Bekasi|Tambun Utara]] dan [[Tambun Selatan, Bekasi|Tambun Selatan]] di [[Bekasi kabupaten|Bekasi]], serta [[Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur|Lubang Buaya]] di [[Jakarta Timur]]. Pusat tanah partikelir mereka adalah Landhuis Tamboen, yang kini menjadi [[Gedung Juang Tambun]]. Pengurusan tanah partikelir paling banyak dilakukan oleh adik O. G. Khouw, yaitu Khouw Oen Hoei Sia.
Keluarga Khouw Tjeng Kie adalah tuan tanah besar yang memiliki tanah partikelir Tamboen, sekarang dibagi menjadi [[Tambun Utara, Bekasi|Tambun Utara]] dan [[Tambun Selatan, Bekasi|Tambun Selatan]] di [[Bekasi kabupaten|Bekasi]], serta [[Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur|Lubang Buaya]] di [[Jakarta Timur]]. Pusat tanah partikelir mereka adalah Landhuis Tamboen, yang kini menjadi [[Gedung Juang Tambun]]. Pengurusan tanah partikelir paling banyak dilakukan oleh adik O. G. Khouw, yaitu Khouw Oen Hoei Sia.


Mulai dari akhir abad ke-19, O. G. Khouw lebih banyak menghabiskan waktunya antara [[Amsterdam]], daerah Riviera di [[Prancis]] dan [[Switzerland]]. Bersama Oey Tiang Hoei dan Mas Asmaoen(kelahiran Boeloelanang) di Amsterdam untuk diajukan dinaturalisasi mendapatkan kewarganegaraan Belanda yang dihadapkan pada sidang Tweede Kamer (tulisan koran Pemberita Betawi 14 Januari 1908), dan dinyatakan sebagai bangsa Belanda pada 24 Juli 1908 sempat membuat terkejut masyarakat Eropa dan Tionghoa di Hindia Belanda. Sewaktu di Amsterdam ia menyumbangkan dana f 40.000 untuk Rode Kruis/Palang Merah Belanda, (tulisan di koran Tilburgsche Courant Dagblad 6 April 1915) Khouw juga sempat diterima oleh [[Ratu Wilhelmina]] sebagai wakil masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda.
Mulai dari akhir abad ke-19, O. G. Khouw lebih banyak menghabiskan waktunya antara [[Amsterdam]], daerah Riviera di [[Prancis]] dan [[Switzerland]]. Bersama Oey Tiang Hoei dan [[Mas Asmaoen]](kelahiran Boeloelanang) di Amsterdam untuk diajukan dinaturalisasi mendapatkan kewarganegaraan Belanda yang dihadapkan pada sidang Tweede Kamer (tulisan koran Pemberita Betawi 14 Januari 1908), dan dinyatakan sebagai bangsa Belanda pada 24 Juli 1908 sempat membuat terkejut masyarakat Eropa dan Tionghoa di Hindia Belanda. Sewaktu di Amsterdam ia menyumbangkan dana f 40.000 untuk Rode Kruis/Palang Merah Belanda, (tulisan di koran Tilburgsche Courant Dagblad 6 April 1915) Khouw juga sempat diterima oleh [[Ratu Wilhelmina]] sebagai wakil masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda.


Selama hidupnya, ia dikenal sebagai pelindung murah hati dan dermawan dari banyak amal, baik di Indonesia dan Eropa. Pada tahun 1901, bersama-sama dengan [[Phoa Keng Hek]] dan tokoh masyarakat lainnya, ia membantu mendirikan [[Tiong Hoa Hwee Koan]], sebuah pendidikan dan budaya organisasi Tionghoa, dan menjabat sebagai perdana Wakil Presiden-nya. (sepupunya, Majoor [[Khouw Kim An]], yang kemudian menikahi putri Phoa Keng Hek ini.). Khouw juga kepala hospitaalfonds 'Jang Seng Ie ', yang kemudian tumbuh menjadi [[Rumah Sakit Husada]].
Selama hidupnya, ia dikenal sebagai pelindung murah hati dan dermawan dari banyak amal, baik di Indonesia dan Eropa. Pada tahun 1901, bersama-sama dengan [[Phoa Keng Hek]] dan tokoh masyarakat lainnya, ia membantu mendirikan [[Tiong Hoa Hwee Koan]], sebuah pendidikan dan budaya organisasi Tionghoa, dan menjabat sebagai perdana Wakil Presiden-nya. (sepupunya, Majoor [[Khouw Kim An]], yang kemudian menikahi putri Phoa Keng Hek ini.). Khouw juga kepala hospitaalfonds 'Jang Seng Ie ', yang kemudian tumbuh menjadi [[Rumah Sakit Husada]].

Revisi per 27 Juni 2022 11.05

Khouw Oen GIok Sia (Batavia 13 Maret 1874 - Ragaz, Switzerland 1 Juni 1927), lebih dikenal sebagai Oen Giok Khouw atau O. G. Khouw, adalah seorang tuan tanah dan dermawan keturunan Peranakan Tionghoa dan warganegara Belanda. Ia dikenang sekarang karena mausoleumnya yang mewah di Petamburan.

Titisan

Lahir di Batavia pada tahun 1874, Khouw Oen Giok Sia adalah anggota keluarga tuan tanah Khouw van Tamboen. Ia adalah putra baba bangsawan Khouw Tjeng Kee, Luitenant der Chinezen; cucu tuan tanah Luitenant Khouw Tian Sek; dan cicit hartawan besar akhir abad ke-18, Khouw Tjoen. Sebagai anak seorang Opsir Tionghoa, ia bergelar "Sia" sejak lahir. Ia mempunyai dua saudara laki-laki, Khouw Oen Kiam Sia dan Khouw Oen Hoei Sia. Sepupunya, yaitu Khouw Yauw Kie, Kapitein der Chinezen dan Khouw Kim An, Majoor der Chinezen, adalah pemilik rumah tinggal yang bernama Candra Naya.

Riwayat hidup

Mausoleum O.G. Khouw, TPU Petamburan, Jakarta.

O. G. Khouw mendapat pendidikan Belanda sejak kecil. Ia adalah bagian generasi pertama Tionghoa Peranakan yang menerima pendidikan serta berbahasa Belanda. Ia dibesarkan di salah satu dari tiga rumah babah milik keluarga Khouw van Tamboen di Molenvliet (sekarang Jl.Gajah Mada, Jakarta Barat). Rumah masa kecil O. G. Khouw kelak nanti disewakan menjadi Kedutaan Besar RRT. Setelah dewasa, ia bertempat tinggal di Jalan Pintu Besi.

Keluarga Khouw Tjeng Kie adalah tuan tanah besar yang memiliki tanah partikelir Tamboen, sekarang dibagi menjadi Tambun Utara dan Tambun Selatan di Bekasi, serta Lubang Buaya di Jakarta Timur. Pusat tanah partikelir mereka adalah Landhuis Tamboen, yang kini menjadi Gedung Juang Tambun. Pengurusan tanah partikelir paling banyak dilakukan oleh adik O. G. Khouw, yaitu Khouw Oen Hoei Sia.

Mulai dari akhir abad ke-19, O. G. Khouw lebih banyak menghabiskan waktunya antara Amsterdam, daerah Riviera di Prancis dan Switzerland. Bersama Oey Tiang Hoei dan Mas Asmaoen(kelahiran Boeloelanang) di Amsterdam untuk diajukan dinaturalisasi mendapatkan kewarganegaraan Belanda yang dihadapkan pada sidang Tweede Kamer (tulisan koran Pemberita Betawi 14 Januari 1908), dan dinyatakan sebagai bangsa Belanda pada 24 Juli 1908 sempat membuat terkejut masyarakat Eropa dan Tionghoa di Hindia Belanda. Sewaktu di Amsterdam ia menyumbangkan dana f 40.000 untuk Rode Kruis/Palang Merah Belanda, (tulisan di koran Tilburgsche Courant Dagblad 6 April 1915) Khouw juga sempat diterima oleh Ratu Wilhelmina sebagai wakil masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda.

Selama hidupnya, ia dikenal sebagai pelindung murah hati dan dermawan dari banyak amal, baik di Indonesia dan Eropa. Pada tahun 1901, bersama-sama dengan Phoa Keng Hek dan tokoh masyarakat lainnya, ia membantu mendirikan Tiong Hoa Hwee Koan, sebuah pendidikan dan budaya organisasi Tionghoa, dan menjabat sebagai perdana Wakil Presiden-nya. (sepupunya, Majoor Khouw Kim An, yang kemudian menikahi putri Phoa Keng Hek ini.). Khouw juga kepala hospitaalfonds 'Jang Seng Ie ', yang kemudian tumbuh menjadi Rumah Sakit Husada.

Khouw wafat di Ragaz, Switzerland pada tahun 1927, dan meninggalkan isterinya Lim Sha Nio. Isterinya membangun mausoleum import batu granit hitam, kristal marmer dari Italia dengan patung-patung, menggunakan biro jasa arsitek Ai Marmi Italiani oleh Arsitek G.Racina bangunan setinggi 15 meter memakan waktu 2 tahun, dengan tulisan di batu nisan dipersembahkan untuk suaminya O. G. Khouw di Jati Petamburan dengan menghabiskan biaya menurut koran Utrechtsch Nieuwsblad 24 September 1932 yaitu biaya sebesar f. 500.000. (kurs pada waktu itu kira-kira US$250.000) Menurut surat kabar Sin Po, ini lebih mewah dan mahal dari makam milyader Amerika saat itu yaitu John D. Rockefeller.

Narasumber

  • Erkelens, Monique., The decline of the Chinese Council of Batavia: the Loss of Prestige and Authority of the Traditional Elite amongst the Chinese Community from the End of the Nineteenth Century until 1942., Leiden University., 2013