Nuh: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 19: | Baris 19: | ||
* Desa Karak Nuh di [[Lebanon]] |
* Desa Karak Nuh di [[Lebanon]] |
||
* Kota Cizre di [[kawasan Anatolia Tenggara]] |
* Kota Cizre di [[kawasan Anatolia Tenggara]] |
||
| other_names = [[Noah]] |
| other_names = [[Noah (leluhur Abraham)|Noah]] [[Nuh#Padanan|(?)]] |
||
| years_active = |
| years_active = |
||
| notable_works = [[Bahtera Nuh|Bahtera]] |
| notable_works = [[Bahtera Nuh|Bahtera]] |
Revisi per 28 Juni 2022 04.43
Nuh نوح • נֹחַ | |
---|---|
Makam |
|
Nama lain | Noah (?) |
Karya terkenal | Bahtera |
Gelar |
|
Pendahulu | Idris |
Pengganti | Hud |
Anak | |
Orang tua |
|
Noah | |
---|---|
Dihormati di | Yahudi Kekristenan Islam Mandaeisme Baháʼí |
Nuh [catatan 1] adalah tokoh utama pada kisah banjir bandang dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh.
Di dalam Al-Qur'an, banjir bandang yang menyapu seluruh muka bumi diturunkan oleh Allah yang maha mengetahui lagi maha penyayang, dikarenakan permintaan Nuh yang gagal mengajak umat manusia untuk menyembah Allah.[1] Sehingga Nuh pun memohon kepada Allah untuk tidak membiarkan satupun orang kafir tinggal di atas bumi.[2] Allah lalu menyuruh Nuh untuk membangun bahtera demi menyelamatkan keluarganya, orang-orang yang beriman kepadanya yang hanya berjumlah sedikit, dan sepasang dari masing-masing hewan.[3]
Sedangkan di dalam versi Kitab Kejadian, yakni Kitabnya Yahudi dan Kristen; banjir bandang yang membantai seluruh manusia diturunkan karena Tuhan menyesal telah menciptakan manusia, disebabkan sifat mereka yang penuh dengan kekerasan. Namun karena Tuhan senang akan seseorang bernama Nuh, maka Ia pun menyuruhnya untuk membangun bahtera demi menyelamatkan keluarganya, sepasang dari masing-masing hewan, dan benih-benih tumbuhan.[4]
Kisah Nuh sangat mirip dalam penceritaannya dengan Kisah Utnapishtim (Atrahasis) pada Epos Gilgamesh yang lebih awal ditulis. Di mana pada ceritanya, Dewa Enlil kesal dengan manusia yang terlalu berisik sehingga berniat membantai manusia dengan menimpakan air bah besar. Mendengar hal tersebut Dewa lainnya yaitu Ea (Enki) segera mendatangi seorang manusia di bumi bernama Utnapishtim dan menyuruhnya membangun kapal raksasa untuk menyelamatkan kehidupan di Bumi.
Ayat
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan perintah), 'Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.' Dia (Nuh) berkata, 'Wahai kaumku! Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu. Sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku.'
— Nuh (71): 1-3
Berfirmanlah Allah kepada Nuh, 'Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi.'
— Kejadian 6: 13
Nama
Nama Nuh berasal dari Ibrani נֹחַ, נוֹחַ (Nōăḥ), yang berarti "hinggap", "menentramkan", "berhenti", atau "istirahat" (2 Raja–raja 2:15; Ratapan 5:5; Ulangan 5:14). Arti nama Nuh berdasarkan asal kata tersebut adalah "sabat", "istirahat", dan "penghiburan".[5]
Kisah
Dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam), nama Nuh disebutkan 43 kali[a] dan kisahnya termaktub dalam surah Al-A'raf (7): 59-64, Yunus (10): 71-73, Hud (11): 25-49, Al-Anbiya' (21): 76-77, Al-Mu'minun (23): 23-30, Asy-Syu'ara' (26): 105-122, Al-Ankabut (29): 14-15, Ash-Shaffat (37): 75-82, Al-Qamar (54): 9-17, dan Nuh (71). Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), kisah Nuh termuat pada Kitab Kejadian (Beresyit) pasal 6-9. Selain sumber kitab suci, kisah Nuh juga terdapat dalam riwayat hadits dan literatur Rabinik.
Meski memiliki inti yang sama, terdapat beberapa perbedaan antara kisah Nuh dalam Al-Qur'an dan Alkitab. Kisah Nuh dalam Al-Qur'an lebih menekankan pada seruan Nuh pada kaumnya yang mengingkari Allah, sedangkan Alkitab memusatkan pada peristiwa air bah.
Latar belakang
Dalam Alkitab disebutkan bahwa Nuh adalah keturunan kesembilan Adam. Rincian nama beserta umur mereka adalah:[6]
- Adam memiliki putra bernama Set/Syits saat berusia 130 tahun
- Set memiliki putra bernama Enos saat berumur 150 tahun
- Enos memiliki putra bernama Kenan ketika berumur 90 tahun
- Kenan memiliki putra bernama Mahalaleel saat berusia 70 tahun
- Mahalaleel memiliki putra bernama Yared ketika berusia 65 tahun
- Yared memiliki putra bernama Henokh saat berusia 162 tahun
- Henokh memiliki putra bernama Metusalah ketika berumur 65 tahun. Henokh kerap dipandang sebagai Nabi Idris dalam sumber Islam.
- Metusalah memiliki putra bernama Lamekh saat berusia 187 tahun
- Lamekh memiliki putra bernama Nuh saat berusia 182 tahun
Menurut perhitungan usia dalam Alkitab, Adam masih hidup selama beberapa tahun setelah Lamekh (ayah Nuh) lahir.
Al-Qur'an tidak berbicara mengenai silsilah Nuh, tapi disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Adam dan Nuh terpisah jarak sepuluh qarn.[7] Sebagian menafsirkan bahwa makna qarn ini adalah generasi yang berarti bahwa Adam dan Nuh terpisah 10 generasi. Pendapat lain menyatakan bahwa qarn adalah abad, yang berarti bahwa Adam dan Nuh terpisah jarak 10 abad.
Seruan
Para ulama berbeda pendapat mengenai usia Nuh saat diangkat menjadi rasul. Sebagian mengatakan pada usia lima puluh tahun, ada yang berpendapat saat berusia 350 tahun. Pendapat lain menyatakan pada usia 480 tahun.[8]
Disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa kaum Nuh melakukan penyembahan berhala dan Nuh diutus agar mereka kembali ke jalan Allah.[9] Nuh berdakwah siang dan malam,[10] menggunakan cara diam-diam, kemudian terang-terangan, kemudian kedua cara tersebut sekaligus.[11]
Mereka menyembah berhala bernama Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr.[12] Ibnu Jarir ath-Thabari menyebutkan bahwa nama-nama berhala tersebut diambil dari nama-nama orang saleh yang hidup pada masa antara Adam dan Nuh. Setelah mereka meninggal, para pengikutnya membuat patung mereka agar mereka bisa lebih khusyuk beribadah saat mereka melihat patung-patung tersebut. Setelah para pengikut mereka meninggal, iblis menghasut generasi berikutnya dengan menyatakan bahwa orang tua mereka dulu menyembah patung-patung tersebut. Akhirnya generasi anak-anak pengikut orang-orang saleh tersebut justru menyembah patung-patung tersebut.[13][14] Urwah bin Zubair menyatakan bahwa orang-orang saleh tersebut adalah putra-putra Adam. Wadd adalah yang tertua dan paling berbakti pada orangtuanya di antara mereka berlima.[15][16]
Penolakan
Para pembesar kaum Nuh tidak menyambut baik seruan tersebut. Nuh dianggap sesat,[17] pendusta,[18] dan gila.[19] Selain menuduh Nuh berusaha mendapat kedudukan tinggi melalui dakwahnya, mereka berdalih bahwa utusan Allah harusnya adalah malaikat, bukan manusia biasa seperti Nuh.[20] Mereka digambarkan menutupkan jari ke telinga dan menutupkan baju ke wajah sebagai bentuk penolakan.[21] Lebih lanjut, mereka juga membalas dengan seruan agar orang-orang tetap terus menyembah berhala, sehingga mereka menyesatkan banyak orang.[22] Mereka juga mengancam akan merajam Nuh jika dia tidak berhenti berdakwah.[23]
Sasaran celaan kaum Nuh tidak hanya ditujukan pada pribadi Nuh, tetapi juga para pengikutnya. Para pengikut Nuh adalah orang-orang yang dianggap hina oleh para pembesar tersebut. Para pembesar kaum tersebut berjanji akan mendengarkan seruan Nuh jika Nuh mengusir pengikutnya yang dari kalangan papa tersebut, tetapi Nuh menolak tawaran tersebut.[24][25]
Penentangan dari kaum Nuh juga diwariskan kepada generasi setelahnya. Para orang tua yang menentang Nuh akan memerintahkan anak-anak mereka yang sudah baligh agar ikut memusuhi dan menentang Nuh, sehingga orang-orang kafir ini melahirkan generasi yang kafir pula.[26][27] Lebih jauh, mereka juga menantang agar Nuh benar-benar mendatangkan azab yang selalu diperingatkannya jika mereka tetap tidak beriman.[28]
Alkitab tidak mengisahkan seruan Nuh maupun penolakan kaumnya, tetapi hanya dijelaskan bahwa bumi sangat rusak karena semua manusia menjalankan kehidupan yang rusak di bumi.[29]
Bahtera
Setelah berdakwah sekian lama, Nuh kemudian meminta pertolongan kepada Allah atas penolakan kaumnya.
"Dia (Nuh) berkata, 'Ya Tuhanku, sungguh kaumku telah mendustakan aku, maka berilah keputusan antara aku dengan mereka, dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.'"
— Asy-Syu'ara (26): 117-118
Allah kemudian memerintahkan Nuh agar membuat bahtera karena Allah akan mendatangkan air bah yang akan menenggelamkan orang-orang kafir.[30][31][32] Alkitab menyebutkan bahwa Allah memerintahkan Nuh untuk membuat bahtera tersebut dari kayu gofir.[33] Alkitab Terjemahan Baru hanya mengalihaksarakan dari bahasa Ibrani gofer (bahasa Ibrani: גפר) tanpa menerjemahkannya. Bahtera tersebut memiliki panjang tiga ratus hasta, lebar lima puluh hasta, dan tinggi tiga puluh hasta. Bahtera tersebut juga memiliki tiga tingkatan.[34]
Al-Qur'an tidak menjelaskan secara rinci mengenai bahtera Nuh. Ada ulama yang berpendapat bahwa bahtera tersebut terbuat dari pohon Jati, sedangkan pendapat lain menyatakan terbuat dari pohon Sanabur.[35] Sebagian ulama menyatakan bahwa Allah memerintahkan Nuh menanam pohon sebagai bahan bahtera. Nuh kemudian menanam pohon dan menunggunya sampai siap untuk ditebang. Sebagian berpendapat bahwa Nuh menunggu selama empat puluh tahun, sebagian lain berpendapat sampai seratus tahun.[35] Al-Qur'an menjelaskan bahwa saat Nuh membuat bahtera, para pemuka kaumnya mengejek Nuh. Nuh membalas bahwa dia akan membalas ejekan mereka kelak.[36]
Setelah usai, Nuh diperintahkan membawa binatang-binatang ke bahtera secara berpasangan, jantan dan betina.[37][38] Alkitab merincikan bahwa binatang yang tidak haram dan burung diambil tujuh pasang yang ikut dimasukkan ke dalam bahtera, sementara binatang yang haram diambil satu pasang.[39] Disebutkan bahwa tingkatan bawah bahtera diisi binatang melata dan hewan buas, bagian tengah untuk manusia, dan bagian atas untuk burung.[40]
Banjir
Terkait manusia yang menaiki perahu, Al-Qur'an menjelaskan bahwa mereka adalah Nuh sendiri, keluarganya yang beriman, dan para pengikutnya. Tidak disebutkan nama atau jumlah pastinya, tetapi dijelaskan bahwa orang-orang beriman yang bersama Nuh hanya sedikit.[41] Ibnu 'Abbas berpendapat bahwa ada delapan puluh laki-laki dan keluarganya yang ikut dalam bahtera Nuh.[42] Sumber dari Kitab Kejadian menyebutkan bahwa manusia yang jelas menaiki bahtera ada delapan orang, yakni Nuh, kemudian tiga putranya yang bernama Sem, Ham, dan Yafet, beserta istri mereka berempat.[43] Tidak ada keterangan mengenai keberadaan orang lain yang ikut bersama mereka di bahtera dalam Kitab Kejadian. Perjanjian Baru menegaskan bahwa hanya ada delapan orang yang selamat dalam banjir tersebut.[44]
Alkitab menjelaskan bahwa air hujan kemudian mengguyur selama empat puluh hari dan empat puluh malam,[45] dimulai pada bulan kedua hari ketujuh belas saat Nuh berusia enam ratus tahun.[46] Banjir tersebut sampai setinggi lima belas hasta dari puncak gunung[47] dan terjadi selama 150 hari.[48]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa saat banjir, Nuh memanggil anaknya yang kafir yang berada di luar untuk ikut masuk ke dalam bahtera. Anaknya menolak dan lebih memilih naik gunung untuk menghindar dari banjir. Akhirnya anak Nuh tersebut ikut tenggelam bersama orang-orang kafir.[49] Sebagian pendapat menyatakan bahwa nama anak Nuh yang tenggelam adalah Yam, sedangkan pendapat lain mengatakan Kan'an.[50] Keberadaan anak Nuh yang tenggelam tidak disebutkan dalam Alkitab.
Surut
Setelah beberapa waktu lamanya, banjir perlahan mulai surut. Alkitab menjelaskan pada bulan ketujuh hari ketujuh belas, bahtera Nuh terkandas di pegunungan Ararat. Pada bulan kesepuluh, puncak-puncak gunung mulai tampak kembali. Empat puluh hari setelahnya, Nuh melepaskan gagak dan burung tersebut pulang pergi. Nuh kemudian melepaskan seekor merpati, tetapi merpati tersebut kembali kepada Nuh karena tidak mendapat pijakan di bumi. Tujuh hari setelahnya, Nuh kembali melepas merpati dan merpati tersebut kembali dengan membawa daun zaitun. Tujuh hari kemudian, Nuh kembali melepas merpati, tetapi merpati tersebut tidak kembali, menandakan bahwa bumi sudah cukup aman untuk kembali ditinggali.[51]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa bahtera Nuh berlabuh di suatu tempat yang bernama Al-Judi. Nuh kemudian memohon pada Allah agar mengampuni anaknya yang tenggelam, tetapi Allah tidak memperkenankan permintaan tersebut dan mengingatkan Nuh untuk tidak meminta sesuatu yang dia tidak ketahui hakikatnya. Nuh kemudian memohon ampun atas permintaannya tersebut.[52]
Al-Qur'an tidak menjelaskan mengenai Nuh setelah turun dari bahtera, tapi sebagian ulama menyatakan bahwa Nuh dan pengikutnya kemudian membangun sebuah desa yang bernama Tsamanin (delapan puluh) dan di sana mereka memiliki delapan puluh bahasa.[42] Alkitab menjelaskan bahwa setelah Nuh turun dari bahtera, dia mempersembahkan korban bakaran kepada Allah beberapa ekor dari hewan yang tidak haram.[53]
Kehidupan setelah banjir
Alkitab menyebutkan bahwa setelah banjir, Nuh bekerja sebagai petani dan menanam anggur. Nuh kemudian minum anggur hingga mabuk dan telanjang. Ham yang melihat kejadian tersebut kemudian menceritakan kepada saudara-saudaranya. Sem dan Yafet kemudian mengambil kain sambil berjalan mundur, kemudian menutupi aurat Nuh dengan memalingkan muka. Setelah tersadar dan mengetahui perbuatan Ham, Nuh kemudian mengutuk putra Ham yang bernama Kan'an untuk menjadi hamba bagi Sem dan Yafet.[54] Disebutkan bahwa Ham tidak bisa dikutuk karena Nuh menyadari bahwa mereka yang telah keluar bersamanya dari bahtera adalah mereka yang diberkati oleh Tuhan dan barangsiapa yang mengutuki orang yang diberkati Tuhan maka ucapan kutuk tersebut akan berbalik kepada pengutuk itu sendiri.[55]
Penafsir Alkitab menyebutkan bahwa mabuknya Nuh dapat dimaklumi. Hal ini karena Nuh dipandang sebagai orang yang pertama kali membuat minuman anggur, sehingga tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan.[56]
Kisah mengenai mabuknya Nuh dan kutukannya pada Kan'an tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Wafat
Alkitab menyebutkan bahwa Nuh masih hidup selama 350 tahun setelah banjir. Dia meninggal pada usia 950 tahun.[57]
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Nuh tinggal bersama kaumnya selama seribu tahun kurang lima puluh tahun.[58] Sebagian menyatakan bahwa waktu yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah lamanya usia Nuh, sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa itu adalah lamanya Nuh berdakwah pada kaumnya, sehingga usia Nuh lebih dari 950 tahun.[59]
Kedudukan
Yahudi
Kebajikan Nuh telah menjadi perbincangan di antara para rabi.[60] Keterangan mengenai Nuh "seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya" menjelaskan bahwa kebaikannya bersifat relatif: dia dikatakan sebagai orang yang benar bila dibandingkan dengan generasinya yang jahat, tapi tidak demikian jika dibandingkan dengan generasi tzadik semacam Abraham (Ibrahim dalam Islam). Mereka menyatakan bahwa Nuh tidak berdoa untuk keselamatan mereka yang hendak ditenggelamkan sebagaimana Abraham yang berusaha berdoa untuk keselamatan Sodom dan Gomorah. Nuh juga tampak tidak pernah bicara dan hanya sekadar mendengar dan melaksanakan perintah Tuhan. Ini menjadikan sebagian penafsir Kitab Kejadian menyatakan bahwa Nuh hanya mementingkan kenyamanannya sendiri dan mengabaikan tetangganya.[61] Sebagai catatan, Kitab Kejadian memang tidak mencantumkan upaya Nuh untuk menyadarkan kaumnya sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur'an, dan lebih memusatkan pada peristiwa banjir tersebut. Di sisi lain, Rabi Shlomo Yitzchaki mengatakan bahwa pembangunan bahtera tersebut berjalan selama 120 tahun, dengan sengaja memberi waktu orang-orang berdosa untuk bertobat.[62]
Menurut Jewish Encyclopedia, "Kitab Kejadian berisi dua kisah tentang Nuh." Pada yang pertama, Nuh adalah pahlawan air bah, dan yang kedua, dia adalah ayah dari umat manusia dan seorang petani yang menanam kebun anggur pertama. Perbedaan karakter antara kedua kisah ini telah menyebabkan beberapa penafsir bersikeras bahwa pelaku dari cerita yang terakhir tidak sama dengan pelaku dari cerita yang pertama. Mungkin nama asli pahlawan banjir itu sebenarnya Henokh.[63]
Kristen
Nuh disebut sebagai "pemberita kebenaran".[64] Pada Injil Matius dan Injil Lukas, Yesus membandingkan banjir Nuh dengan Pengadilan Terakhir.[65][66] Bahtera Nuh juga disamakan dengan gereja: keselamatan hanya ditemukan dalam Kristus sebagaimana pada masa Nuh hanya dapat didapatkan dengan menaiki bahtera.[67][68]
Islam
Nuh dipandang sebagai salah satu nabi dalam Islam. Dalam daftar 25 nabi, Nuh biasanya ditempatkan di urutan ketiga setelah Adam dan Idris. Dalam sebuah riwayat hadits juga diterangkan bahwa Nuh adalah rasul pertama.[69]
Sebagai seorang rasul, Nuh menyampaikan dan mengajak kaumnya agar kembali ke jalan Allah. Seruan Nuh ini sangat ditonjolkan dalam Al-Qur'an di berbagai surah, berbanding terbalik dengan Tanakh dan Alkitab yang tidak membahasnya sama sekali. Nuh juga termasuk satu dari lima rasul Ulul Azmi, yakni rasul pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Allah melebihkannya atas segala umat[70] dan dinyatakan sebagai hamba Allah yang banyak bersyukur.[71]
Keluarga
Istri
Nama dan jumlah istri Nuh tidak disebutkan secara tersurat dalam sumber Al-Qur'an dan Alkitab. Sumber Alkitab menyebutkan bahwa istri Nuh merupakan salah satu penumpang bahtera.[72] Al-Qur'an menjelaskan bahwa istri Nuh termasuk golongan orang kafir,[73] tapi tidak dijelaskan mengenai nasib akhirnya. Beberapa sumber di luar kitab suci menyebutkan nama yang berbeda-beda untuk istri Nuh.
Dalam tradisi Yahudi, yakni pada Sefer haYashar dan Bereshith Rabba, disebutkan bahwa nama istri Nuh adalah Naamah. Meski demikian, terdapat perbedaan pendapat mengenai latar belakangnya. Bereshith Rabba menyebutkan bahwa Naamah adalah putri dari Lamekh bin Metusael yang merupakan keturunan Qabil/Kain,[74] sedangkan Kitab Yasar menyebutkan bahwa Naamah adalah putri dari Henokh. Henokh sendiri adalah kakek buyut Nuh. Disebutkan bahwa Nuh menikahinya pada usia 498 tahun.[75] Namun teolog John Gill menyebutkan bahwa Naamah adalah nama dari menantu Nuh, yakni istri Ham.[76]
Kitab Yobel (termasuk dalam kanon Gereja Ortodoks Ethiopia) menyebutkan nama lain untuk istri Nuh, yakni Emzara. Ibnu Jarir ath-Thabari juga menyebutkan bahwa nama istri Nuh adalah Amzurah putri Barakil. Barakil sendiri adalah putra Mehuyael, cicit Qabil/Kain.
Panarion menyebutkan nama berbeda untuk istri Nuh, yakni Barthenos, sedangkan kitab ekstrakanonikal Kristen Conflict of Adam and Eve with Satan menyebutkan istri Nuh bernama Haikal, putri Abaraz, putri dari salah satu putra Enos. Enos sendiri adalah putra dari Syits/Set bin Adam. Sebagian penulis menghubungkan Haikal dengan Barthenos (Bath-Enos, putri Enos). Kitab al-Magall (bagian dari literatur Klementinus), Kitab Gua Harta (termasuk Apokrifa Perjanjian Baru), dan Patriark Eutychius dari Aleksandria menyebutkan bahwa nama istri Nuh adalah Haikal, putri Namus (Namousa), putri Henokh, saudara Metusalah.
Sebagian sumber Islam juga menyebutkan Walaghah sebagai nama istri Nuh yang kafir yang disebutkan dalam Al-Qur'an.[77] Al-Qur'an menjadikan istri Nuh dan istri Lut sebagai percontohan dari orang kafir. Keduanya hidup dalam pengawasan orang saleh yang merupakan suami mereka sendiri, tetapi mereka justru berkhianat, dan suami mereka tidak dapat menolong keduanya dari azab Allah.[78]
Keturunan
Alkitab hanya mencatat Nuh memiliki tiga orang anak, Sem, Ham dan Yafet yang dilahirkan setelah Nuh berumur 500 tahun, sebelum air bah terjadi. Ketika Sem berusia 100 tahun, dua tahun setelah air bah, ia dikaruniai Arpakhsad.[79] Oleh karena itu Sem hanya berusia 98 ketika banjir datang. Ham dikatakan sebagai yang termuda.[80]
Kitab Kejadian menjelaskan dengan terperinci mengenai keturunan Nuh:[81] Yafet dan keturunannya:
- Gomer
- Magog
- Madai
- Yawan
- Tubal
- Mesekh
- Tiras
Ham dan keturunannya:
- Kush: leluhur Raja Namrudz/Nimrod
- Misraim
- Put
- Kan'an
Sem dan keturunannya:
Tempat berlabuh
Alkitab menyebutkan bahwa bahtera Nuh berlabuh di Pegunungan Ararat,[82] sedangkan Al-Qur'an menyebutkan di Al-Judi.[83] Nama Ararat sendiri sebenarnya merupakan versi Yunani[84] dari pelafalan Ibrani (אֲרָרָט;[85] RRṬ) dari nama Urartu,[86] kerajaan yang berpusat di Danau Van yang berdiri pada 860 SM–590 SM. Asal-usul nama Judi sendiri kurang jelas, tetapi ditafsirkan sebagai versi rusak dari nama yang sama, Al-Gurdi.
Tradisi Kristen Timur dan bangsa Syria awal di timur Tigris memiliki legenda bahwa bahtera Nuh berlabuh di Gunung Judi di Tanah Kard.[87] Bangsa Armenia sampai abad ke-11 juga mengaitkan bahtera tersebut dengan Judi.[88] Tradisi Yahudi Babilonia, Syria, dan Muslim mengidentifikasikan Gunung Qardu (Gordyae dalam bahasa Yunani) sebagai Judi. Gunung tersebut terletak di pinggir Kota Jazirah Ibnu Umar (Kota Cizre modern) di kawasan Al-Jazirah/Mesopotamia Hulu[89] dan berada di sebelah selatan Danau Van (koordinat 37°22′10″N 42°20′39″E / 37.36944°N 42.34417°E). Al-Qur'an sendiri menyatakan bahwa bahtera Nuh berlabuh di Al-Judi, tanpa kata "gunung".
Mulai Abad Pertengahan, Gunung Masis yang berada di sebelah timur laut Danau Van (koordinat 39°42.113′N 44°17.899′E / 39.701883°N 44.298317°E) dipandang sebagai tempat berlabuhnya bahtera Nuh dan gunung tersebut kemudian dinamakan dengan Gunung Ararat. Sekarang nama Masis dan Ararat digunakan secara bersamaan oleh bangsa Armenia.[90] Gunung Masis dianggap merupakan tempat berlabuhnya bahtera Nuh lantaran merupakan gunung tertinggi di kawasan tersebut sehingga dianggap sebagai tempat yang pertama kali terlihat saat banjir mulai surut.[91]
Meski demikian, sejarawan dan sarjana Alkitab percaya bahwa Ararat merujuk pada wilayah yang lebih besar, tidak hanya terbatas pada Gunung Ararat/Masis. Richard James Fischer menyatakan bahwa Kitab Kejadian menggunakan kata jamak "pegunungan" dan tidak merujuk gunung tertentu.[92] Mereka yang mengkritisi pandangan bahwa Gunung Masis adalah Ararat menyatakan bahwa Ararat sendiri adalah nama negara saat Kitab Kejadian ditulis. Dalam komentar Kejadian 2008, Arnold menuliskan bahwa lokasi Pegunungan Ararat tidak merujuk pada satu gunung khusus yang memiliki nama Ararat, melainkan wilayah pegunungan di Tanah Ararat.[86] Bila merujuk pada pendapat terakhir, maka Gunung Qardu di dekat Cizre modern yang dipandang sebagai Gunung Judi juga dapat dimasukkan ke dalam kawasan Pegunungan Ararat.
Analisa Naratif
Menurut Hipotesis Dokumenter, lima kitab pertama dari Alkitab (Pentateuch/Taurat), termasuk Kitab Kejadian, dikumpulkan selama abad ke-5 SM dari empat sumber utama, yang asalnya tidak lebih awal dari abad ke-10 SM. Dua di antaranya, yaitu Sumber Yahwis, yang dikarang pada abad ke-10 SM, dan Sumber Imamat, dari abad ke-7 SM, membentuk bab-bab dari Kitab Kejadian mengenai Nuh. Upaya editor di abad ke-5 SM untuk mengakomodasi kedua sumber independen dan terkadang saling bertentangan tersebut menyebabkan kontradiksi pada berbagai point penceritaan seperti berapa lama air bah-nya terjadi (40 hari menurut Kitab Kejadian 7:17, 150 hari menurut Kejadian 7:24) dan berapa banyak binatang yang harus dibawa Nuh ke bahtera-nya (sepasang untuk tiap binatang di Kej 6:19, sepasang dari tiap binatang haram dan 7 pasang untuk setiap binatang halal di Kej 7:2).[93][94]
Mitologi banjir serupa dari bangsa lain
Terdapat kisah banjir besar dalam beberapa kebudayaan, seperti di Mesopotamia, India, dan Yunani
Mesopotamia
Mitologi tertulis paling awal mengenai banjir ditemukan pada Epos Atrahasis dan Epos Gilgames. Lauh I Epos Atrahasis menceritakan para dewa muda yang melakukan pemberontakan kepada para dewa karena merasa keberatan setelah sekian waktu melakukan pekerjaan kasar. Dewa Enki kemudian mengusulkan untuk menciptakan manusia untuk menangani berbagai pekerjaan kasar tersebut. Bunda Dewi Mami kemudian menciptakan manusia dengan membentuk tanah liat yang dicampuri daging dan darah dewa yang dibunuh, Geshtu-E, "dewa yang memiliki kepandaian" (namanya berarti "telinga" atau "hikmat"). Manusia kemudian berkembang menjadi sangat banyak sehingga mengganggu istirahat para dewa.[95][96] Lauh II menceritakan bahwa Dewa Enlil mengirim penyakit, kelaparan dan masa kekeringan untuk mengurangi jumlah mereka. Di akhir disebutkan bahwa dalam persidangan para dewa diputuskan bahwa manusia akan dibinasakan dengan air bah dan Enki dipaksa bersumpah untuk merahasiakan rencana tersebut. Lauh III menjelaskan mengenai kisah air bah. Dewa Enki memberitahu Atrahasis mengenai bencana air bah dan menyuruhnya membuat bahtera. Atrahasis beserta keluarga dan hewan-hewan yang ikut bersamanya di bahtera selamat dari air bah. Enlil marah karena menganggap Enki melanggar sumpah, tapi pada akhirnya keduanya sepakat untuk mengatur jumlah penduduk manusia dengan cara lain.[97]
Yunani
Nuh kerap disamakan dengan Deukalion putra Prometheus dalam mitologi Yunani. Deukalion diperingatkan oleh Zeus dan Poseidon mengenai akan datangnya banjir bandang dan dia membuat bahtera. Setelah banjir usai, dia mengucap syukur pada para dewa dan menerima nasihat mengenai cara merepopulasi bumi. Deukalion juga mengirim merpati untuk mencari tahu keadaan bumi dan burung tersebut kembali dengan dahan zaitun.[98][99] Dalam versi cerita yang lain, Deukalion juga dikatakan sebagai penemu minuman anggur sebagaimana Nuh dalam Alkitab.[100]
Hindu
Dalam Hindu dikisahkan bahwa Wisnu memerintahkan Raja Manu untuk membuat sebuah kapal besar untuk terhindar dari banjir besar. Setelah banjir reda, kapal berlabuh di Pegunungan Malaya.[101] Cerita mengenai Encyclopædia Britannica mencatat bahwa "Manu menggabungkan karakteristik tokoh-tokoh Alkitab Ibrani Nuh, yang menyelamatkan kehidupan dari kepunahan dalam banjir besar, dan Adam, manusia pertama."[102] Krishna Mohan Banerjee menyatakan bahwa nama "Nuh" dan "Manu" memiliki akar yang sama.[103] William Jones "mengidentifikasikan Manu dengan Nuh" bersama dengan "tujuh orang bijak dapat diidentifikasi dengan delapan orang di atas bahtera."[104] Namun pendapat lain mengatakan terkait Manu bahwa "cerita itu sepenuhnya India" dan "perahu itu tidak setara dengan Bahtera Nuh, meskipun itu masih merupakan perlambang keselamatan.[105]
Makam
Ada beberapa tempat yang diyakini sebagai makam Nuh, di antaranya:
- Makam Nuh (bahasa Azerbaijan: Nuh peyğəmbər türbəsi) di kota Nakhchivan di kawasan Kaukasus Selatan, menurut tradisi bangsa Armenia. Penduduk sekitar menganggapnya sebagai tempat suci.[106][107]
- Al-Haram Imam 'Ali, Najaf, menurut kepercayaan Syi'ah[108][109]
- Makam Nuh di kota Al-Karak, sebelah timur Laut Mati
- Karak Nuh, sebuah desa di Lebanon[110]
- Kota Cizre di kawasan Anatolia Tenggara
Galeri
-
Nuh Mempersembahkan Korban, karya Joseph Anton Koch, ~ 1803
Lihat pula
- 25 Nabi, di antaranya:
- Air bah
- Ararat
- Bahtera Nuh
- Durupinar
- Sem, Ham dan Yafet, ketiga putra Nuh.
- Bagian Alkitab yang berkaitan: Kejadian 6, 7, 8dan 9, Matius 24, 2 Petrus 3
Catatan
- ^ bahasa Arab: نوح, translit. Nūḥ, bahasa Ibrani: נֹחַ, Modern Nōaẖ Tiberias Nōaḥ
Rujukan
- ^ "Surah Nuh - 23". quran.com. Diakses tanggal 2022-02-06.
- ^ "Surah Nuh - 26". quran.com. Diakses tanggal 2022-02-06.
- ^ "Surah Hud - 37-41". quran.com. Diakses tanggal 2022-02-06.
- ^ "Bible Gateway passage: Genesis 6 - New International Version". Bible Gateway (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-06.
- ^ Abraham Park. D. Min.,D.D., Silsilah Di Kitab Kejadian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Hal.142 ISBN 978-979-081-235-2
- ^ Kejadian 5: 1–29
- ^ "Abû Umâmah menceritakan bahwa suatu ketika, seorang pria bertanya kepada Nabi Muhammad, 'Apakah Adam menjadi seorang Nabi?' Nabi Muhammad menjawab, 'Ya.' Pria itu bertanya, 'Berapa banyak waktu yang berlalu antara dia dan Nuh?' Nabi Muhammad menjawab, 'Sepuluh Qarn.'" (Shahîh Ibn Hibbân, Hadits 6190).
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 87.
- ^ Hud (11): 26
- ^ Nuh (71): 5
- ^ Nuh (71): 8-9
- ^ Nuh (71): 23
- ^ Tafsir ath-Thabari (29/99)
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 98.
- ^ Ibnu Abi Hatim, Tafsir Al-Mushannif (8/262, 263)
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 98-99.
- ^ Al-A'raf (7): 60
- ^ Hud (11): 27
- ^ Nuh (23): 25
- ^ Nuh (23): 24
- ^ Nuh (23): 7
- ^ Nuh (23): 23-24
- ^ Asy-Syu'ara (26): 116
- ^ Asy-Syu'ara (26): 111-115
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 105.
- ^ Nuh (71): 27
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 106.
- ^ Hud (11): 32
- ^ Kejadian 6: 12
- ^ Hud (11): 37
- ^ Kejadian 6: 14, 17
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 107-109.
- ^ Kejadian 6: 14
- ^ Kejadian 6: 15–16
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 111.
- ^ Hud (11): 38
- ^ Hud (11): 40
- ^ Kejadian 6: 19–20
- ^ Kejadian 7: 2–3
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 112.
- ^ Hud (11): 40
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 127.
- ^ Kejadian 7: 13
- ^ 1 Petrus 3: 20
- ^ Kejadian 7: 12
- ^ Kejadian 7: 11
- ^ Kejadian 7: 19–20
- ^ Kejadian 7: 24
- ^ Hud (11): 42-43
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 118.
- ^ Kejadian 8: 1–12
- ^ Hud (11): 44-47
- ^ Kejadian 8: 20
- ^ Kejadian 9: 20–27
- ^ Ginzberg, Louis (1909). The Legends of the Jews (Translated by Henrietta Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
- ^ Ellens & Rollins. Psychology and the Bible: From Freud to Kohut, 2004, (ISBN 027598348X, 9780275983482), hlm. 52
- ^ Kejadian 9: 28–29
- ^ Al-Ankabut (29): 14
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 133.
- ^ "NOAH - JewishEncyclopedia.com". jewishencyclopedia.com.
- ^ Mamet, D., Kushner, L., Five Cities of Refuge: Weekly Reflections on Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, and Deuteronomy, Schocken Books, 2003, hlm. 1.
- ^ Frishman, J., Rompay, L. von, The Book of Genesis in Jewish and Oriental Christian Interpretation: A Collection of Essays, Peeters Publishers, 1997, hlm. 62–65.
- ^ Jewish Encyclopedia: Noah. Critical View
- ^ 2 Petrus 2: 5
- ^ Matius 24: 38
- ^ Lukas 17: 26
- ^ W., Wiersbe, Warren (1993). Wiersbe's expository outlines on the Old Testament. Wheaton, Ill.: Victor Books. ISBN 978-0896938472. OCLC 27034975.
- ^ "Flood, the - Baker's Evangelical Dictionary of Biblical Theology Online". Bible Study Tools. Diakses tanggal 2018-07-18.
- ^ HR. Al-Bukhari (4712)
- ^ Ali 'Imran (03): 32
- ^ Al-Isra' (17): 3
- ^ Kejadian 7: 13
- ^ At-Tahrim (66): 10
- ^ Kejadian 4: 22
- ^ Yashar 5:15
- ^ Exposition of the Old and New Testament, by John Gill, (1746–63), at sacred-texts.com., note on Genesis 4:22.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 290.
- ^ At-Tahrim (66): 10
- ^ Kejadian 11: 10
- ^ Kejadian 9: 24
- ^ Kejadian 10: 1–32
- ^ Kejadian 8: 4
- ^ Hud (11): 44
- ^ Petrosyan 2016, hlm. 68.
- ^ Frymer, Tikva S.; Sperling, S. David (2008). "Ararat, Armenia". Encyclopaedia Judaica (edisi ke-2nd). view online Diarsipkan 2015-12-22 di Wayback Machine.
- ^ a b Arnold 2008, hlm. 104.
- ^ Conybeare, Frederick Cornwallis (April 1901). "Reviewed Work: Ararat und Masis. Studien zur armenischen Altertumskunde und Litteratur by Friedrich Murad". The American Journal of Theology. 5 (2): 335–337. JSTOR 3152410.
- ^ Frederick Cornwallis Conybeare, review of Friedrich Murat, Ararat und Masis, Studien zur armenischen Altertumskunde und Litteratur, Heidelberg, 1900.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 124.
- ^ Avetisyan, Kamsar (1979). Հայրենագիտական էտյուդներ [Armenian studies sketches] (dalam bahasa Armenia). Yerevan: Sovetakan grogh. hlm. 14. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-27. Diakses tanggal 2015-11-24.
Հայերը Արարատը անվանում են Մասիս...
- ^ Vos, Howard F. (1982). "Flood (Genesis)". Dalam Bromiley, Geoffrey W. International Standard Bible Encyclopedia: E-J (edisi ke-fully revised). Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 319. ISBN 978-0-8028-3782-0.
- ^ Richard James Fischer (2007). "Mount Ararat". Historical Genesis: From Adam to Abraham. University Press of America. hlm. 109–111. ISBN 9780761838074. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-28. Diakses tanggal 2016-11-03.
- ^ Collins, John J. (2004). Introduction to the Hebrew Bible. Minneapolis: Fortress Press. hlm. 56–57. ISBN 0-8006-2991-4.
- ^ Friedman, Richard Elliotty (1989). Who Wrote the Bible?. New York: HarperCollins Publishers. hlm. 59. ISBN 0-06-063035-3.
- ^ {id} David L.Baker, John J.Bimson. 2004. Mari Mengenal Arkeologi Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 69-70.
- ^ {en} Ernest Wrught. 1960. Biblical Archaelogy. Philadelphia:The Westminster Press. hlm. 27.
- ^ W. G. Lambert and A. R. Millard, Atrahasis: The Babylonian Story of the Flood, Eisenbrauns, 1999, ISBN 1-57506-039-6.
- ^ Encyclopædia Britannica, Deucalion.
- ^ Wajdenbaum, P., Argonauts of the Desert: Structural Analysis of the Hebrew Bible, Routledge, 2014, hlm. 104–108.
- ^ Anderson, G., Greek and Roman Folklore: A Handbook, Greenwood Publishing Group, 2006. hlm. 129–130.
- ^ Frazer. RW., A Literary History of India, Mittal Publications, 1898, hlm. 83–84.
- ^ Encyclopædia Britannica, Manu
- ^ Sugirtharajah, R. S. (2001). The Bible and the Third World: Precolonial, Colonial and Postcolonial Encounters. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 93. ISBN 978-0-521-00524-1.
- ^ Trautmann. TR., Aryans and British India, Yoda Press, 2006 p. 58.
- ^ Bonnefoy, Y., Asian Mythologies, University of Chicago Press, 1993, hlm. 80.
- ^ Fraser, John Foster (1925) [1899]. Round the World on a Wheel (edisi ke-5th). London: Methuen Publishing. hlm. 90.
In time we reached Nachitchevan and visited Noah's tomb. It is a featureless, mud-covered building that the Armenians regard as holy.
- ^ Massalski, Władysław (1897). "Нахичевань". Brockhaus and Efron Encyclopedic Dictionary Volume XXa (dalam bahasa Rusia). hlm. 704—705. online view "По преданию, основан Ноем, гробница которого показывается местными армянами."
- ^ Al-Islam.org
- ^ al-Qummi, Ja'far ibn Qūlawayh (2008). Kāmil al-Ziyārāt. Shiabooks.ca Press. hlm. 66–67.
- ^ Winter, 2010, hlm. 43 ff
Daftar pustaka
- Arnold, Bill T. (2008). Genesis. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-00067-3.
- Ibnu Katsir (2014). Kisah-Kisah Para Nabi. Diterjemahkan oleh Muhammad Zaini. Surakarta: Insan Kamil Solo. ISBN 978-602-6247-11-7.
- Petrosyan, Armen (2016). "Biblical Mt. Ararat: Two Identifications". Comparative Mythology. 2 (1): 68–80. ISSN 2409-9899.
Pranala luar
- (Indonesia) Kisahmuslim: Kisah Nabi Nuh
- (Inggris) Jewish Encyclopedia: Nuh
- (Inggris) Nuh dan Bahteranya
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan