Utilitarianisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Under construction}}
{{Under construction}}
'''Utilitarianisme''' adalah [[Etika|teori etika]] [[Etika normatif|normatif]] yang menentukan bahwa kebaikan adalah tindakan yang memaksimalkan [[kebahagiaan]] dan [[kesejahteraan]] bagi semua individu yang terkena dampak.<ref>Duignan, Brian. [1999] 2000. "[https://www.britannica.com/topic/utilitarianism-philosophy Utilitarianism]" (revised). ''[[Encyclopædia Britannica]]''. Retrieved 5 July 2020.</ref><ref>{{Cite web|title=Utilitarianism|url=https://ethicsunwrapped.utexas.edu/glossary/utilitarianism|website=Ethics Unwrapped|publisher=[[McCombs School of Business]]|location=Austin, TX|language=en-US|access-date=2020-05-27}}</ref>
[[Berkas:John Stuart Mill by John Watkins, 1865.jpg|200px|jmpl|[[John Stuart Mill]], salah seorang tokoh yang mengemukakan konsep utilitarianisme.]]

'''Utilitarianisme''' adalah suatu pandangan [[etika]] normatif yang menilai kebaikan dari suatu tindakan berdasarkan tingkat maksimal yang dicapai dari penggunaannya. Nilai kebaikan ini umumnya mempersyaratkan peraihan tingkatan maksimal dari [[kebahagiaan]] dan pengurangan tingkat [[penderitaan]].<ref>{{Cite book|last=Rahim, F. R., dan Sari, S. Y.|date=2019|url=https://drive.google.com/file/d/1Y3RPQsoDyFOjYrpPn145Ded4xQAgsIXL/view|title=Perkembangan Sejarah Fisika|location=Purwokerto|publisher=CV IRDH|isbn=978-623-7343-14-1|pages=453|url-status=live}}</ref> "Utilitarianisme" berasal dari kata [[Bahasa Latin|bahasa Latin]] yaitu ''utilis'', yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan.<ref name="isme">A. Mangunhardjana. 1997. ''Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hal.228-231.</ref> Istilah ini juga sering disebut sebagai [[teori]] kebahagiaan terbesar.<ref name="kamus">Lorens Bagus. 2000. ''Kamus Filsafat''. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1144.</ref> Utilitarianisme sebagai teori [[sistematis]] pertama kali dipaparkan oleh [[Jeremy Bentham]]<ref>[http://www.iep.utm.edu/bentham/ Encyclopedia of Philosophy]</ref> dan muridnya, [[John Stuart Mill]].<ref name="kamus" /><ref name="Story">{{id}} Bryan Magee. 2001. ''The Story of Philosophy''. Jogjakarta: Kanisius</ref> Utilitarianisme merupakan suatu pandangan etika yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.<ref name="isme" /><ref name="cambridge">Robert Audi. 1995. ''The Cambridge Dictionary of Philosophy''. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 824-825.</ref> Sebaliknya, yang buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan.<ref name="isme" /> Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi kebergunaan, keberfaedahan, dan keuntungan. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.<ref name="isme" />
Meskipun terdapat bentuk utilitarianisme dengan karakterisasi yang berbeda, ide dasar dari etika utilitarianisme adalah untuk memaksimalkan [[Daya guna|utilitas]], atau yang sering didefinisikan dalam istilah kesejahteraan. Misalnya, [[Jeremy Bentham]], pendiri utilitarianisme, mendeskripsikan ''utilitas'' sebagai "karakter dalam objek apa pun, ia cenderung menghasilkan manfaat, keuntungan, kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan ... [atau] untuk mencegah terjadinya kerusakan, rasa sakit, kejahatan, atau ketidakbahagiaan kepada pihak yang dipertimbangkan kepentingannya.”


== Teori Tujuan Perbuatan ==
== Teori Tujuan Perbuatan ==
Menurut penganut filsafat utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya adalah menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.<ref name="cambridge" /> Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan.<ref name="isme"/> Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan [[kebahagiaan]] daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.<ref name="isme"/> Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara [[etis]] dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.<ref name="isme"/>
Menurut penganut filsafat utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya adalah menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.<ref name="cambridge">Robert Audi. 1995. ''The Cambridge Dictionary of Philosophy''. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 824-825.</ref> Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan.<ref name="isme">A. Mangunhardjana. 1997. ''Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hal.228-231.''</ref> Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan [[kebahagiaan]] daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.<ref name="isme"/> Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara [[etis]] dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.<ref name="isme"/>


== Ajaran pokok ==
== Ajaran pokok ==
Beberapa ajaran pokok dari utilitarianisme yaitu:
Beberapa ajaran pokok dari utilitarianisme yaitu:
* Utilitarianisme mengajarkan bahwa kebahagiaan itu diinginkan dan satu-satunya hal yang diinginkan sebagai tujuan hanyalah kebahagiaan; semua hal lainnya diinginkan sebagai sarana menuju tujuan itu.<ref>James Rachels. 2004. ''Filsafat Moral''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 187</ref>
* Utilitarianisme mengajarkan bahwa kebahagiaan itu diinginkan dan satu-satunya hal yang diinginkan sebagai tujuan hanyalah kebahagiaan; semua hal lainnya diinginkan sebagai sarana menuju tujuan itu.<ref>James Rachels. 2004. ''Filsafat Moral''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 187</ref>
* Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.<ref name="kamus" />
* Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.<ref name="kamus">Lorens Bagus. 2000. ''Kamus Filsafat''. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1144.</ref>
* Tindakan secara [[moral]] dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.<ref name="kamus" />
* Tindakan secara [[moral]] dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.<ref name="kamus" />
* Secara umum, harkat atau [[nilai]] [[moral]] tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.<ref name="kamus" />
* Secara umum, harkat atau [[nilai]] [[moral]] tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.<ref name="kamus" />

Revisi per 5 Juli 2022 11.56

Utilitarianisme adalah teori etika normatif yang menentukan bahwa kebaikan adalah tindakan yang memaksimalkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua individu yang terkena dampak.[1][2]

Meskipun terdapat bentuk utilitarianisme dengan karakterisasi yang berbeda, ide dasar dari etika utilitarianisme adalah untuk memaksimalkan utilitas, atau yang sering didefinisikan dalam istilah kesejahteraan. Misalnya, Jeremy Bentham, pendiri utilitarianisme, mendeskripsikan utilitas sebagai "karakter dalam objek apa pun, ia cenderung menghasilkan manfaat, keuntungan, kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan ... [atau] untuk mencegah terjadinya kerusakan, rasa sakit, kejahatan, atau ketidakbahagiaan kepada pihak yang dipertimbangkan kepentingannya.”

Teori Tujuan Perbuatan

Menurut penganut filsafat utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya adalah menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.[3] Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan.[4] Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.[4] Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.[4]

Ajaran pokok

Beberapa ajaran pokok dari utilitarianisme yaitu:

  • Utilitarianisme mengajarkan bahwa kebahagiaan itu diinginkan dan satu-satunya hal yang diinginkan sebagai tujuan hanyalah kebahagiaan; semua hal lainnya diinginkan sebagai sarana menuju tujuan itu.[5]
  • Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.[6]
  • Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.[6]
  • Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.[6]
  • Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis.[6] Kriteria itu harus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.[6]

Peraturan

Beberapa peraturan yang ditetapkan di dalam utilitarianisme yaitu:

  • Kriteria penilaian moral mendapatkan dasar pada ketaatan terhadap perilaku moral umum.[3][7]
  • Tindakan moral yang dibenarkan adalah tindakan yang didasarkan pada peraturan moral yang menghasilkan akibat-akibat yang lebih baik.[3]

Referensi

  1. ^ Duignan, Brian. [1999] 2000. "Utilitarianism" (revised). Encyclopædia Britannica. Retrieved 5 July 2020.
  2. ^ "Utilitarianism". Ethics Unwrapped (dalam bahasa Inggris). Austin, TX: McCombs School of Business. Diakses tanggal 2020-05-27. 
  3. ^ a b c Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 824-825.
  4. ^ a b c A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hal.228-231.
  5. ^ James Rachels. 2004. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 187
  6. ^ a b c d e Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1144.
  7. ^ Rosen, Frederick. 2003. Classical Utilitarianism from Hume to Mill. Routledge, p. 28. ISBN 0-415-22094-7