Pengguna:Altair Netraphim/Bookmark1: Perbedaan antara revisi
Tampilan
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 14: | Baris 14: | ||
</center> |
</center> |
||
---- |
---- |
||
<br/> |
|||
<center>[[Berkas:E3000_-_the_wings-become-windows_butterfly._(by-sa).jpg|pus|200x200px]]{{cquote2|<center>''Karena, aku tidak mencoba menghamba kepada apa pun, seperti Ibrahim menghunus kapak dan menolak tunduk kepada semua berhala Raja Namrud. Aku siap dengan kutukan yang harus aku hadapi. Rasa cinta dan kebanggaankulah yang mampu meruntuhkan semua tembok penghalang yang berdiri kokoh dan angkuh. Tembok yang sengaja dibangun oleh barisan tentara moralis sebagai garis embarkasi antara manusia dan hewan; yang seakan-akan berhak menentukan stempel baik-buruk, bermoral-tidak bermoral, dan dengan bebas menempelkan label surga dan neraka kepada tiap orang hanya berdasarkan dengan apa yang mereka yakini saja''}}</center> |
|||
== Semusim di Neraka == |
|||
[[Berkas:Carjat_Arthur_Rimbaud_1872_n2.jpg|kiri|jmpl|244x244px|[[Arthur Rimbaud]]]] |
|||
[[Berkas:Peringatan_Kehadiran_Arthur_Rimbaud_di_Kompleks_Rumah_Dinas_Wali_Kota_Salatiga.jpg|jmpl|230x230px|Peringatan kedatangan Arthur Rimbaud di Salatiga.]] |
|||
'''''Aux Pays Poivrés et Détrempés''''' |
|||
Di Salatiga biarkan pikiranku mengembara apa maunya |
|||
kota ini seribu makna, |
|||
yang mencipta tunas-tunas hidup penggembala |
|||
sampai darah-darah menghias masa lalunya |
|||
Pun demikian, pesonanya takkan padam |
|||
mencipta bejibun catatan malam |
|||
Tak apalah bahasa alam sesekali memberi sebait guratan |
|||
saat kecipak jernih air Senjoyo mengingatkan: |
|||
"Wariskan mata air, bukan air mata" |
|||
Aku bertanya: |
|||
"Mengapa kerinduan selalu hadir di sini? |
|||
Di mana emprit menyusun sarang, mengeram kepasrahan?" |
|||
Masih ingatkah kau kapan saat memetik bintang, |
|||
mencium kening rembulan?" |
|||
"Oh, kini mereka menjelma monumen abadi |
|||
dalam penyerahan senyum keikhlasan" jawabmu |
|||
2 Agustus 1876, |
|||
Ingatkah kau, Rimbaud datang |
|||
di antara sajak pembebasan |
|||
sejak waktu tak beranjak |
|||
dan sepi menyemat tak beriak |
|||
tetap teguh tegak |
|||
seperti Majnun lebur dalam cinta |
|||
pasrah dalam teduh rengkuhan |
|||
Gunung Telomoyo, Merbabu, dan Ungaran |
|||
sirna di depan prasasti |
|||
menucatat kisah di negeri rempah-rempah pedas dan basah |
|||
''aux pays poivrés et détrempés'' |
|||
Di kelok jalan menuju bukit, |
|||
kutumpahkan kejujuran semesta |
|||
kepada bunga-bunga yang enggan patah dari tangkainya |
|||
kutulis seribu tanya: |
|||
"Berapa lama sejuk kota ini terus kau berikan untukku? |
|||
Berapa depa kerinduan kau berikan untukku?" |
|||
Menjelang senja yang tembaga, |
|||
lewat lambaian burung-burung di cakrawala |
|||
dan kemuning padi di sawah desa |
|||
kuncilah hatiku |
|||
dalam desah Salatiga |
|||
sebelum kutinggalkan Yogyakarta |
|||
"Adakah matamu basah berkaca-kaca |
|||
buat janji yang menjanjikan?" |
|||
Yogyakarta, Akhir September 2017 |
|||
'''Afinitas (Prolog "Kemenjadian")''' |
|||
"Kini, ketika kudapati diriku siap membusuk, |
|||
aku berpikir untuk mencari kunci |
|||
kepada pesta dansa yang dulu itu. |
|||
Mungkin, bisa kutemukan keyakinan lagi" |
|||
"Carilah kematian dengan seluruh gairahmu, |
|||
semua kecintaan kepada diri, dan tujuh dosa tak terampuni" |
|||
seru Jean Nicolas Arthur Rimbaud, |
|||
penyair Prancis yang disersi |
|||
"Semusim di Neraka" |
|||
142 tahun yang lalu, |
|||
di sebuah kota bernama Salatiga. |
|||
Akhir 2018 |
Revisi per 26 Juli 2022 17.21
“ | ” |
“ | ” |
“ | ” |
“ | ” |
Semusim di Neraka
Aux Pays Poivrés et Détrempés Di Salatiga biarkan pikiranku mengembara apa maunya kota ini seribu makna, yang mencipta tunas-tunas hidup penggembala sampai darah-darah menghias masa lalunya Pun demikian, pesonanya takkan padam mencipta bejibun catatan malam Tak apalah bahasa alam sesekali memberi sebait guratan saat kecipak jernih air Senjoyo mengingatkan: "Wariskan mata air, bukan air mata" Aku bertanya: "Mengapa kerinduan selalu hadir di sini? Di mana emprit menyusun sarang, mengeram kepasrahan?" Masih ingatkah kau kapan saat memetik bintang, mencium kening rembulan?" "Oh, kini mereka menjelma monumen abadi dalam penyerahan senyum keikhlasan" jawabmu 2 Agustus 1876, Ingatkah kau, Rimbaud datang di antara sajak pembebasan sejak waktu tak beranjak dan sepi menyemat tak beriak tetap teguh tegak seperti Majnun lebur dalam cinta pasrah dalam teduh rengkuhan Gunung Telomoyo, Merbabu, dan Ungaran sirna di depan prasasti menucatat kisah di negeri rempah-rempah pedas dan basah aux pays poivrés et détrempés Di kelok jalan menuju bukit, kutumpahkan kejujuran semesta kepada bunga-bunga yang enggan patah dari tangkainya kutulis seribu tanya: "Berapa lama sejuk kota ini terus kau berikan untukku? Berapa depa kerinduan kau berikan untukku?" Menjelang senja yang tembaga, lewat lambaian burung-burung di cakrawala dan kemuning padi di sawah desa kuncilah hatiku dalam desah Salatiga sebelum kutinggalkan Yogyakarta "Adakah matamu basah berkaca-kaca buat janji yang menjanjikan?" Yogyakarta, Akhir September 2017
Afinitas (Prolog "Kemenjadian") "Kini, ketika kudapati diriku siap membusuk, aku berpikir untuk mencari kunci kepada pesta dansa yang dulu itu. Mungkin, bisa kutemukan keyakinan lagi" "Carilah kematian dengan seluruh gairahmu, semua kecintaan kepada diri, dan tujuh dosa tak terampuni" seru Jean Nicolas Arthur Rimbaud, penyair Prancis yang disersi "Semusim di Neraka" 142 tahun yang lalu, di sebuah kota bernama Salatiga. Akhir 2018