Lompat ke isi

Junub: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
Dan jika kamu junub maka mandilah." (QS. Al Maidah: 6)<ref>{{Cite web|url=https://www.brilio.net/serius/tata-cara-mandi-wajib-bagi-pria-dan-wanita-sesuai-tuntunan-islam-200327h.html|title=Tata cara mandi wajib yang benar pria dan wanita sesuai tuntunan Islam|last=|first=|date=|website=|access-date=}}</ref></blockquote>
Dan jika kamu junub maka mandilah." (QS. Al Maidah: 6)<ref>{{Cite web|url=https://www.brilio.net/serius/tata-cara-mandi-wajib-bagi-pria-dan-wanita-sesuai-tuntunan-islam-200327h.html|title=Tata cara mandi wajib yang benar pria dan wanita sesuai tuntunan Islam|last=|first=|date=|website=|access-date=}}</ref></blockquote>


== Pengertian Junub ==
== Pengertian junub ==
Secara bahasa, junub berasal dari kata ''janabah'' yang berarti jauh, sedangkan junub secara istilah adalah keadaan seseorang setelah mengeluarkan air mani (''al-inzal'') bagi perempuan dan laki-laki, karena sebab mimpi basah atau berhubungan seksual.
Secara bahasa, junub berasal dari kata ''janabah'' yang berarti jauh, sedangkan junub secara istilah adalah keadaan seseorang setelah mengeluarkan air mani (''al-inzal'') bagi perempuan dan laki-laki, karena sebab mimpi basah atau berhubungan seksual.


Baris 22: Baris 22:


Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), junub adalah keadaan kotor karena keluar mani atau bersetubuh yang mewajibkan seseorang mandi dengan membasahi (membersihkan) seluruh tubuh dari ujung rambut hingga ke ujung kaki atau keadaan berhadas yang mengharuskan mandi wajib.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), junub adalah keadaan kotor karena keluar mani atau bersetubuh yang mewajibkan seseorang mandi dengan membasahi (membersihkan) seluruh tubuh dari ujung rambut hingga ke ujung kaki atau keadaan berhadas yang mengharuskan mandi wajib.

== Kondisi yang mewajibkan mandi junub ==
Dalam buku ''Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi'' tulisan Ustadz M. Saiyid Mahadhir menyebutkan Ibnu Faris dalam kamus ''Maqayis Al-Lughah'' menjelaskan bahwa ''janabah'' itu sendiri berarti jauh, lawan dari kata dekat. Disebut jauh karena seseorang yang sedang berstatus ''janabah'' dia sedang dalam posisi jauh (tidak bisa melakukan) sebagian ritual ibadah, semisal salat, membaca Al-Qur’an serta berdiam diri di masjid.

Istilah ''janabah'' ini digunakan untuk menunjukkan kondisi seseorang yang sedang berhadats besar karena telah melakukan hubungan suami istri, atau sebab-sebab lainnya, ''janabah'' dan hadas besar itu adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama.

Jika ada seseorang yang berkata sedang dalam kondisi ''janabah'', itu berarti dia sedang dalam keadaan berhadas besar. Ada tujuh penyebab seseorang memiliki ''janabat'' dan diwajibkan untuk mandi besar, di antaranya.

'''Pertama''', keluarnya air mani. Mani itu adalah benda cair yang keluar dari kemaluan dengan aroma yang khas, agak amis, sedikit kental dan mudah mengering seperti telur bila telah mengering. Biasanya, keluarnya disertai dengan rasa nikmat dengan cara memancar.

Bagaimanapun cara keluarnya, disengaja (masturbasi) atau mimpi, atau dengan cara hubungan suami istri, semua wajib mandi. Ternyata hal ini tak hanya berlaku untuk laki-laki saja.  Perempuan juga dapat keluar mani, dan bagi perempuan juga memiliki kewajiban yang sama jika mani keluar dari mereka.

Dari Ummi Salamah RA bahwa  Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya RA, “''Ya Rasulullah sungguh Allah SWT tidak malu bila terkait dengan kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila bermimpi?”'' Rasulullah SAW menjawab: “''Ya, bila dia mendapati air mani''” (H.R. Bukhari dan Muslim).

'''Kedua,''' berhubungan suami istri. Apabila berhubungan suami istri disertai keluarnya mani atau tidak, meski hanya sebatas bertemunya dua kemaluan, maka kondisi itu sudah membuat seseorang wajib mandi. Rasulullah SAW bersabda:

  إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“''Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya maka hal itu mewajibkan mandi''”.

'''Ketiga''', wanita yang telah selesai masa haid. Kewajiban mandi ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Baqarah ayat 222:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“''Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri''“.

'''Keempat''', selesai masa nifas. Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi juga darah yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini mewajibkan mandi walaupun ternyata bayi yang dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia.  Setelah darah ini berhenti, maka bersegeralah untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas ibadah yang selama ini tertinggal.

'''Kelima,''' wanita yang telah melahirkan. Kewajiban mandi ini didasarkan kepada ijma (konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan Ibn Al Mundzir.  Bagian dari hal yang mewajibkan seseorang mandi, walaupun melahirkannya tidak disertai nifas. Menurut penuturan sebagian dari para suami memang ada sebagian istri mereka yang melahirkan tanpa nifas.

'''Keenam,''' orang yang meninggal dunia. Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib mandi, karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk mandi sendiri, maka kewajiban memandikan berada dipundak mereka  yang masih hidup.

Rasulullah SAW berkata saat salah satu putri beliau meninggal dunia, “''Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih bebih dari sana''” (H.R. Bukhari dan Muslim).

'''Ketujuh''', Orang yang baru masuk Islam. Perkara Islamnya  seseorang kafir ini memang masih menjadi perdebatan diantara para ulama, apakah mereka wajib mandi atau tidak. Para ulama dari mazhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa orang kafir yang masuk Islam wajib mandi.

Diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwa Tsumamah bin Atsal RA dahulunya baru masuk Islam, lalu Rasulullah SAW berkata, “''Bawalah dia ke salah satu dinding bani fulan, dan perintahkanlah dia untuk mandi''” (H.R. Ahmad).

Selain itu besar kemungkinan bahwa mereka yang kafir itu pernah mengalami status berhadas besar, baik karena mimpi atau hubungan suami istri sehingga atas dasar inilah mereka wajib mandi Kalaupun sebab janabah itu sendiri tidak ada, tetap saja masuk Islamnya itu menjadi sebab mandi. Dan dalam kedua mazhab ini kewajiban mandi ini tidak membedakan antara mereka yan kafir asli dan murtad.

== Hadis-hadis yang menjelaskan tentang junub ==
Selain dijelaskan dalam Al-Quran, pembahasan mengenai junub pun juga dijelaskan dalam beberapa hadis. Berikut adalah hadis-hadis tentang junub yang perlu sahabat Grameds ketahui:

'''Hadis Pertama'''

عن عائشة رضي الله عنها ق الت : كان رس ول الله صلى الله عليه وس لم إذا اغتسل من الجنابة غسل يديه ، ث م توضأ وضوءه للصلاة ، ثم اغتسل ، ثم يخلل بيده شع ره حتى إذا ظ ن أنه قد أرو ى بشرته أفاض عليه الماء ثلاث مرات ، ثم غسل سائر جسده

'''Artinya:'''

“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha; dia berkata, “''Bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari janabah maka beliau mulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk salat, kemudian memasukkan jari-jarinya ke dalam air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya, sampai beliau menyangka air sampai ke dasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya''” (H.R. Bukhari dan Muslim).

'''Hadis Kedua'''

وعن عائشة رض ي الله عنها قالت : كنت أ غتسل أنا ورس ول الله صلى الله عليه وس لم من إناء و احد نغترف من ه جميعا

'''Artinya:'''

“Aisyah radhiallahu ‘anha juga berkata, “''Aku mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu tempayan, dan kami sama-sama mengambil air dari tempayan tersebut''” (H.R. Muslim).

'''Hadis Ketiga'''

عن ميمونة بن ت الحارث رضي الله عنها ز وجة النبي صل ى الله عليه وسلم أنها قا لت : وضعتُ ل رسول الله صل ى الله عليه وسلم وَضوء ا لجنابة ، فأك فا بيمينه عل ى يساره مرتي ن أو ثلاثا ، ثم غسل فرجه ، ثم ضرب يد ه بالأرض أو الحائط – مرت ين أو ثلاثا – ثم تمضمض و استنشق ، ثم غسل وجهه وذر اعيه ، ثم أف اض على رأسه الماء ، ثم غ سل سائر جسده ، ثم تنحّى فغسل رجليه ، قالت : فأتي ته بخرقة فلم يُردها ، وج عل ينفض الما ء بيده

'''Artinya:'''

Dari Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu‘anha; dia mengatakan, “''Saya menyiapkan air bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mandi junub. Kemudian beliau menuangkan (air tersebut) dengan tangan kanannya di atas tangan kirinya sebanyak dua kali – atau tiga kali, kemudian beliau cuci kemaluannya, lalu menggosokkan tangannya di tanah atau di tembok sebanyak dua kali – atau tiga kali. Selanjutnya, beliau berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (menghirup air), kemudian beliau cuci mukanya dan dua tangannya sampai siku'''.''' Kemudian beliau siram kepalanya lalu seluruh tubuhnya. Kemudian beliau mengambil posisi/tempat, bergeser, lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian saya memberikan kepadanya kain (semacam handuk, pen.) tetapi beliau tidak menginginkannya, lalu beliau menyeka air (di tubuhnya) dengan menggunakan kedua tangannya''” (H.R. Bukhari dan Muslim).


<br />
<br />

Revisi per 15 Agustus 2022 14.08

Junub adalah sebuah hadas besar yang terjadi akibat seseorang berhubungan seksual atau mengeluarkan air mani. Dan karena bagi orang yang melaksanakan shalat, baik shalat wajib ataupun shalat sunnah tanpa bersuci sebelumnya, baik bersuci dari hadats kecil dengan cara berwudhu atau bersuci dari hadats besar dengan cara mandi wajib, maka shalatnya tidak sah. Sehingga bila Junub digolongkan sebagai hadas besar maka seseorang dalam keadaan junub tidak dapat menjalankan sholat sebelum mandi wajib.

Dalil

"Y ayyuhallana man l taqrabu-alta wa antum sukr att ta'lam m taqlna wa l junuban ill 'bir sablin att tagtasil,"

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi." (QS. An Nisa’: 43)

"Wa in kuntum junuban fattahharu."

Artinya:

Dan jika kamu junub maka mandilah." (QS. Al Maidah: 6)[1]

Pengertian junub

Secara bahasa, junub berasal dari kata janabah yang berarti jauh, sedangkan junub secara istilah adalah keadaan seseorang setelah mengeluarkan air mani (al-inzal) bagi perempuan dan laki-laki, karena sebab mimpi basah atau berhubungan seksual.

Ketika masih dalam keadaan junub, seorang muslim diwajibkan untuk mandi besar. Jika tidak, dia dilarang mendekati tempat ibadah dan melakukan ibadah tertentu. Perintah untuk mandi junub atau mandi besar tertuang dalam Surat Al-Maidah ayat 6. Allah SWT berfirman sebagai berikut:

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ

Dan jika kamu junub, hendaklah bersuci”.

Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), junub adalah keadaan kotor karena keluar mani atau bersetubuh yang mewajibkan seseorang mandi dengan membasahi (membersihkan) seluruh tubuh dari ujung rambut hingga ke ujung kaki atau keadaan berhadas yang mengharuskan mandi wajib.

Kondisi yang mewajibkan mandi junub

Dalam buku Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi tulisan Ustadz M. Saiyid Mahadhir menyebutkan Ibnu Faris dalam kamus Maqayis Al-Lughah menjelaskan bahwa janabah itu sendiri berarti jauh, lawan dari kata dekat. Disebut jauh karena seseorang yang sedang berstatus janabah dia sedang dalam posisi jauh (tidak bisa melakukan) sebagian ritual ibadah, semisal salat, membaca Al-Qur’an serta berdiam diri di masjid.

Istilah janabah ini digunakan untuk menunjukkan kondisi seseorang yang sedang berhadats besar karena telah melakukan hubungan suami istri, atau sebab-sebab lainnya, janabah dan hadas besar itu adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama.

Jika ada seseorang yang berkata sedang dalam kondisi janabah, itu berarti dia sedang dalam keadaan berhadas besar. Ada tujuh penyebab seseorang memiliki janabat dan diwajibkan untuk mandi besar, di antaranya.

Pertama, keluarnya air mani. Mani itu adalah benda cair yang keluar dari kemaluan dengan aroma yang khas, agak amis, sedikit kental dan mudah mengering seperti telur bila telah mengering. Biasanya, keluarnya disertai dengan rasa nikmat dengan cara memancar.

Bagaimanapun cara keluarnya, disengaja (masturbasi) atau mimpi, atau dengan cara hubungan suami istri, semua wajib mandi. Ternyata hal ini tak hanya berlaku untuk laki-laki saja.  Perempuan juga dapat keluar mani, dan bagi perempuan juga memiliki kewajiban yang sama jika mani keluar dari mereka.

Dari Ummi Salamah RA bahwa  Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya RA, “Ya Rasulullah sungguh Allah SWT tidak malu bila terkait dengan kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila bermimpi?” Rasulullah SAW menjawab: “Ya, bila dia mendapati air mani” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kedua, berhubungan suami istri. Apabila berhubungan suami istri disertai keluarnya mani atau tidak, meski hanya sebatas bertemunya dua kemaluan, maka kondisi itu sudah membuat seseorang wajib mandi. Rasulullah SAW bersabda:

  إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya maka hal itu mewajibkan mandi”.

Ketiga, wanita yang telah selesai masa haid. Kewajiban mandi ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Baqarah ayat 222:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri“.

Keempat, selesai masa nifas. Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi juga darah yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini mewajibkan mandi walaupun ternyata bayi yang dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia.  Setelah darah ini berhenti, maka bersegeralah untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas ibadah yang selama ini tertinggal.

Kelima, wanita yang telah melahirkan. Kewajiban mandi ini didasarkan kepada ijma (konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan Ibn Al Mundzir.  Bagian dari hal yang mewajibkan seseorang mandi, walaupun melahirkannya tidak disertai nifas. Menurut penuturan sebagian dari para suami memang ada sebagian istri mereka yang melahirkan tanpa nifas.

Keenam, orang yang meninggal dunia. Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib mandi, karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk mandi sendiri, maka kewajiban memandikan berada dipundak mereka  yang masih hidup.

Rasulullah SAW berkata saat salah satu putri beliau meninggal dunia, “Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih bebih dari sana” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Ketujuh, Orang yang baru masuk Islam. Perkara Islamnya  seseorang kafir ini memang masih menjadi perdebatan diantara para ulama, apakah mereka wajib mandi atau tidak. Para ulama dari mazhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa orang kafir yang masuk Islam wajib mandi.

Diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwa Tsumamah bin Atsal RA dahulunya baru masuk Islam, lalu Rasulullah SAW berkata, “Bawalah dia ke salah satu dinding bani fulan, dan perintahkanlah dia untuk mandi” (H.R. Ahmad).

Selain itu besar kemungkinan bahwa mereka yang kafir itu pernah mengalami status berhadas besar, baik karena mimpi atau hubungan suami istri sehingga atas dasar inilah mereka wajib mandi Kalaupun sebab janabah itu sendiri tidak ada, tetap saja masuk Islamnya itu menjadi sebab mandi. Dan dalam kedua mazhab ini kewajiban mandi ini tidak membedakan antara mereka yan kafir asli dan murtad.

Hadis-hadis yang menjelaskan tentang junub

Selain dijelaskan dalam Al-Quran, pembahasan mengenai junub pun juga dijelaskan dalam beberapa hadis. Berikut adalah hadis-hadis tentang junub yang perlu sahabat Grameds ketahui:

Hadis Pertama

عن عائشة رضي الله عنها ق الت : كان رس ول الله صلى الله عليه وس لم إذا اغتسل من الجنابة غسل يديه ، ث م توضأ وضوءه للصلاة ، ثم اغتسل ، ثم يخلل بيده شع ره حتى إذا ظ ن أنه قد أرو ى بشرته أفاض عليه الماء ثلاث مرات ، ثم غسل سائر جسده

Artinya:

“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha; dia berkata, “Bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari janabah maka beliau mulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk salat, kemudian memasukkan jari-jarinya ke dalam air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya, sampai beliau menyangka air sampai ke dasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadis Kedua

وعن عائشة رض ي الله عنها قالت : كنت أ غتسل أنا ورس ول الله صلى الله عليه وس لم من إناء و احد نغترف من ه جميعا

Artinya:

“Aisyah radhiallahu ‘anha juga berkata, “Aku mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu tempayan, dan kami sama-sama mengambil air dari tempayan tersebut” (H.R. Muslim).

Hadis Ketiga

عن ميمونة بن ت الحارث رضي الله عنها ز وجة النبي صل ى الله عليه وسلم أنها قا لت : وضعتُ ل رسول الله صل ى الله عليه وسلم وَضوء ا لجنابة ، فأك فا بيمينه عل ى يساره مرتي ن أو ثلاثا ، ثم غسل فرجه ، ثم ضرب يد ه بالأرض أو الحائط – مرت ين أو ثلاثا – ثم تمضمض و استنشق ، ثم غسل وجهه وذر اعيه ، ثم أف اض على رأسه الماء ، ثم غ سل سائر جسده ، ثم تنحّى فغسل رجليه ، قالت : فأتي ته بخرقة فلم يُردها ، وج عل ينفض الما ء بيده

Artinya:

Dari Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu‘anha; dia mengatakan, “Saya menyiapkan air bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mandi junub. Kemudian beliau menuangkan (air tersebut) dengan tangan kanannya di atas tangan kirinya sebanyak dua kali – atau tiga kali, kemudian beliau cuci kemaluannya, lalu menggosokkan tangannya di tanah atau di tembok sebanyak dua kali – atau tiga kali. Selanjutnya, beliau berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (menghirup air), kemudian beliau cuci mukanya dan dua tangannya sampai siku. Kemudian beliau siram kepalanya lalu seluruh tubuhnya. Kemudian beliau mengambil posisi/tempat, bergeser, lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian saya memberikan kepadanya kain (semacam handuk, pen.) tetapi beliau tidak menginginkannya, lalu beliau menyeka air (di tubuhnya) dengan menggunakan kedua tangannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).


Referensi