Lompat ke isi

Mangkunegara IV: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Maulana.AN (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k sunting sedikit, netralkan..
Baris 1: Baris 1:
{{More citations needed|date=Juni 2021}}{{Infobox royalty|name=Mangkunegara IV<br/>{{jav|ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫ꧇꧔꧇}}|birth_place=[[Pura Mangkunegaran]], Surakarta, periode [[Perang Jawa 1811|perang]] di Jawa|alt=|caption=Potret Mangkunegara IV, {{circa}} 1865|succession=[[Mangkunagara|Adipati Mangkunegaran]] ke-4|reign=1853–1881|coronation=|predecessor=[[Mangkunegara III]]|queen= R.Ay. Dunuk|successor=[[Mangkunegara V]]|birth_name=B.R.M. Sudira|birth_date={{birth date|1811|03|03}}|death_date={{death year and age|1881|1811}}|religion=|title=Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya|death_place=[[Pura Mangkunegaran]], Surakarta, Hindia Belanda|full name=|era dates=|posthumous name=|temple name=|house=|father=K.P.A. Adiwijaya I|occupation=|image=Pangeran Adipati Ario Mangkoe Nagoro IV, prins van Soerakarta, KITLV 4704.tiff|mother=RA Sekeli (Putri KGPAA [[Mangkunegara II]])}}'''Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV''' (lahir pada tanggal [[3 Maret]] [[1811]] – meninggal pada tahun 1881) adalah Adipati keempat [[Kadipatèn Mangkunagaran|Mangkunegaran]] yang memerintah dari tahun 1853 sampai 1881.<ref>{{Cite web|title=Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (1853-1881)|url=https://puromangkunegaran.com/kanjeng-gusti-pangeran-adipati-arya-mangkunegara-iv-1853-1881/|website=Puro Mangkunegaran}}</ref>
{{More citations needed|date=Juni 2021}}{{Infobox royalty|name=Mangkunegara IV<br/>{{jav|ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫ꧇꧔꧇}}|birth_place=[[Pura Mangkunegaran]], Surakarta, periode [[Perang Jawa 1811|perang]] di Jawa|alt=|caption=Potret Mangkunegara IV, {{circa}} 1865|succession=[[Mangkunagara|Adipati Mangkunegaran]] ke-4|reign=1853–1881|coronation=|predecessor=[[Mangkunegara III]]|queen= R.Ay. Dunuk|successor=[[Mangkunegara V]]|birth_name=B.R.M. Sudira|birth_date={{birth date|1811|03|03}}|death_date={{death year and age|1881|1811}}|religion=|title=Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya|death_place=[[Pura Mangkunegaran]], Surakarta, Hindia Belanda|full name=|era dates=|posthumous name=|temple name=|house=|father=K.P.A. Adiwijaya I|occupation=|image=Pangeran Adipati Ario Mangkoe Nagoro IV, prins van Soerakarta, KITLV 4704.tiff|mother=RA Sekeli (Putri KGPAA [[Mangkunegara II]])}}'''Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV''' (lahir pada tanggal [[3 Maret]] [[1811]] – meninggal pada tahun 1881) adalah Adipati keempat [[Kadipatèn Mangkunagaran|Mangkunegaran]] yang memerintah dari tahun 1853 sampai 1881.<ref>{{Cite web|title=Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (1853-1881)|url=https://puromangkunegaran.com/kanjeng-gusti-pangeran-adipati-arya-mangkunegara-iv-1853-1881/|website=Puro Mangkunegaran}}</ref>


== Riwayat ==
== Masa muda ==
Sejak masih anak-anak Sudira sudah dikenal kepandaian dan kecerdasannya. Dalam Babad Mangkunagara IV diceritakan bahwa begitu lahir, R.M. Sudira diminta oleh kakeknya, KGPAA Mangkunagara II untuk dijadikan putera angkatnya. Bayi yang masih kecil itu diserahkan kepada selirnya yang bernama Mbok Ajeng Dayaningsih untuk diasuh. R.M. Sudira pada masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan formal, pendidikan diberikan secara privat. R.M. Sudira juga mendapatkan tuntunan dari orang-orang Belanda yang didatangkan oleh KGPAA Mangkunagara II, yang selain untuk menuntun Pangeran Riya yang dipersiapkan sebagai K.P. Prangwadana III, juga ditugasi mendidik R.M. Sudira terutama dalam hal pengajaran bahasa Belanda, tulisan Latin dan pengetahuan lainnya. Di antara gurunya adalah Dr. [[J.F.C. Gericke]] dan [[C.F. Winter]].
KGPAA Mangkunegara IV memiliki nama kecil R.M. Sudira. Dalam Babad Mangkunagara IV disebutkan bahwa begitu lahir, ia diminta oleh kakeknya, KGPAA Mangkunagara II untuk dijadikan putera angkatnya. Bayi itu lalu diserahkan kepada selirnya Mbok Ajeng Dayaningsih untuk diasuh. Pada usia 10 tahun, oleh KGPAA Mangkunagara II, ia diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Riya yang sebenarnya masih saudara sepupunya untuk diambil sebagai putera sulungnya. Selain itu K.P. Riya juga ditugasi untuk melanjutkan pendidikan dan pengajaran R.M. Sudira.


== Pendidikan ==
Pada usia 10 tahun, oleh KGPAA Mangkunagara II, ia diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Riya yang sebenarnya masih saudara sepupunya untuk diambil sebagai putera sulungnya.Selain itu Kanjeng Pangeran Riya juga ditugasi untuk melanjutkan pendidikan dan pengajaran R.M. Sudira.
R.M. Sudira pada masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan formal, namun pendidikan diberikan secara privat. Ia juga mendapatkan tuntunan dari orang-orang Belanda yang didatangkan oleh KGPAA Mangkunagara II, yang selain untuk menuntun Pangeran Riya yang dipersiapkan sebagai K.P. Prangwadana III, juga ditugasi mendidik R.M. Sudira. Pengajaran yang diterimanya antara lain bahasa Belanda, tulisan Latin dan pengetahuan lainnya. Para ahli bahasa Dr. [[J.F.C. Gericke]] dan [[C.F. Winter]] adalah termasuk juga guru-gurunya.


Sudah menjadi tradisi para putera bangsawan tinggi Mangkunagaran, apabila telah cukup umur harus mengikuti pendidikan militer. Pada umur 15 tahun menjadi kadet di Legiun Mangkunagaran.Seperti yang ditulis oleh Letnan Kolonel H.F. Aukes bahwa ada perbedaan pendidikan kadet antara kesatuan tentara Hindia Belanda dengan kesatuan Legioen Mangkoenegaran. Para perwira pelatih di Legioen bukan instruktur, mereka hanya ditugasi membantu memberikan pendidikan pelajaran, selebihnya dilatih sendiri oleh perwira senior Legioen. Begitu lulus pendidikan selama setahun, ia ditempatkan sebagai perwira baru di kompi 5.
Sebagaimana para putera bangsawan tinggi Mangkunagaran, pada umur 15 tahun R.M. Sudira menjadi kadet di Legiun Mangkunagaran. Menurut tulisan Letnan Kolonel H.F. Aukes, para kadet dilatih sendiri oleh para perwira senior Legiun, sementara instruktur Belanda hanya ditugasi membantu memberikan pendidikan pelajaran,


Setelah ia lulus pendidikan selama setahun, R.M Sudira ditempatkan sebagai perwira baru di kompi 5.
Baru beberapa bulan bertugas di kancah pertempuran, ia menerima kabar bahwa KPA Adiwijaya I, ayahandanya mangkat. Dengan berat hati terpaksa ia meminta izin kepada kakeknya, KGPAA Mangkunagara II yang menjadi panglimanya agar diijinkan pulang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ayahandanya. Setelah pemakaman, ia kembali ke kancah pertempuran.Pasukan Legioen berhasil mengalahkan pasukan Pangeran Dipanegara dan menangkap pimpinan pasukan yang dikenal bernama Panembahan Sungki.


== Militer ==
Setelah mendapat gelar Pangeran namanya diubah menjadi KPH Gandakusuma. Ia menikah dengan R.Ay. Semi, dan dikaruniai 14 anak. Tidak lama setelah KGPAA [[Mangkunagara III]] meninggal tahun 1853, KPH Gandakusuma diangkat menjadi KGPAA Mangkunagara IV. Setelah kurang lebih setahun bertahta kemudian menikah dengan [[R.Ay.]] Dunuk, ''putri dalem'' Mangkunagara III.
Beberapa bulan setelah R.M. Sudira bertugas di kancah pertempuran, ia menerima kabar bahwa KPA Adiwijaya I, ayahandanya mangkat. Ia mendapatkan izin kepada kakeknya, KGPAA Mangkunagara II sekaligus yang menjadi panglimanya untuk pulang dan memberikan penghormatan terakhir kepada ayahandanya.

Setelah pemakaman, R.M. Sudira kembali ke kancah pertempuran. Pasukan Legiun berhasil mengalahkan dan menangkap Panembahan Sungki, yaitu pemimpin pasukan pendukung Pangeran Dipanegara.

== Masa dewasa dan naik tahta ==
Setelah mendapat gelar Pangeran nama R.M Sudira diubah menjadi K.P.H. Gandakusuma. Ia menikah dengan R.Ay. Semi, dan dikaruniai 14 anak. Tidak lama setelah KGPAA [[Mangkunagara III]] meninggal tahun 1853, K.P.H. Gandakusuma diangkat menjadi KGPAA Mangkunagara IV. Kurang lebih setahun bertahta kemudian menikah dengan [[R.Ay.]] Dunuk, ''putri dalem'' Mangkunagara III.


== Peninggalan ==
== Peninggalan ==
Baris 21: Baris 28:
Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya ''[[Serat Wedhatama]]'', dan beberapa komposisi [[gamelan]]. Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah ''Ketawang [[Puspawarna]]'', yang turut dikirim ke luar angkasa melalui [[Piringan Emas Voyager]] di dalam pesawat antariksa nirawak [[Voyager I]] tahun [[1977]]. Atas jasa kepujanggaannya, khususnya dalam penulisan Serat Wedhatama, MN IV mendapat penghargaan [[Bintang Mahaputra Adipradana]] dari Pemerintah RI melalui Keppres RI nr. 33/TK/Tahun 2010 secara anumerta, yang diberikan oleh Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] kepada perwakilan kerabatnya pada tanggal 3 November 2010. MN IV juga sempat menerjemahkan salah satu karya [[sastra Sunda]] berupa ''[[Wawacan]]'' yang berjudul ''[[Wawacan Panji Wulung]]'' karya [[Muhamad Musa|Raden Haji Muhamad Musa]] yang ditulis tahun [[1862]] dari [[bahasa Sunda]] ke [[bahasa Jawa]] yang kemudian diterbitkan oleh ''Landsdrukkerij'' dalam bentuk buku pada tahun [[1931]].
Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya ''[[Serat Wedhatama]]'', dan beberapa komposisi [[gamelan]]. Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah ''Ketawang [[Puspawarna]]'', yang turut dikirim ke luar angkasa melalui [[Piringan Emas Voyager]] di dalam pesawat antariksa nirawak [[Voyager I]] tahun [[1977]]. Atas jasa kepujanggaannya, khususnya dalam penulisan Serat Wedhatama, MN IV mendapat penghargaan [[Bintang Mahaputra Adipradana]] dari Pemerintah RI melalui Keppres RI nr. 33/TK/Tahun 2010 secara anumerta, yang diberikan oleh Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] kepada perwakilan kerabatnya pada tanggal 3 November 2010. MN IV juga sempat menerjemahkan salah satu karya [[sastra Sunda]] berupa ''[[Wawacan]]'' yang berjudul ''[[Wawacan Panji Wulung]]'' karya [[Muhamad Musa|Raden Haji Muhamad Musa]] yang ditulis tahun [[1862]] dari [[bahasa Sunda]] ke [[bahasa Jawa]] yang kemudian diterbitkan oleh ''Landsdrukkerij'' dalam bentuk buku pada tahun [[1931]].


== Wafat ==
MN IV wafat tahun [[1881]] dan dikebumikan di [[Astana Girilayu]]. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahannya, Mangkunagaran berada pada puncak kebesarannya.
MN IV wafat tahun [[1881]] dan dikebumikan di [[Astana Girilayu]]. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahannya, Mangkunagaran berada pada puncak kebesarannya.



Revisi per 12 September 2022 07.57

Mangkunegara IV
ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫ꧇꧔꧇
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
Potret Mangkunegara IV, ca 1865
Adipati Mangkunegaran ke-4
Berkuasa1853–1881
PendahuluMangkunegara III
PenerusMangkunegara V
KelahiranB.R.M. Sudira
(1811-03-03)3 Maret 1811
Pura Mangkunegaran, Surakarta, periode perang di Jawa
Kematian1881 (umur 69–70)
Pura Mangkunegaran, Surakarta, Hindia Belanda
PermaisuriR.Ay. Dunuk
AyahK.P.A. Adiwijaya I
IbuRA Sekeli (Putri KGPAA Mangkunegara II)

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (lahir pada tanggal 3 Maret 1811 – meninggal pada tahun 1881) adalah Adipati keempat Mangkunegaran yang memerintah dari tahun 1853 sampai 1881.[1]

Masa muda

KGPAA Mangkunegara IV memiliki nama kecil R.M. Sudira. Dalam Babad Mangkunagara IV disebutkan bahwa begitu lahir, ia diminta oleh kakeknya, KGPAA Mangkunagara II untuk dijadikan putera angkatnya. Bayi itu lalu diserahkan kepada selirnya Mbok Ajeng Dayaningsih untuk diasuh. Pada usia 10 tahun, oleh KGPAA Mangkunagara II, ia diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Riya yang sebenarnya masih saudara sepupunya untuk diambil sebagai putera sulungnya. Selain itu K.P. Riya juga ditugasi untuk melanjutkan pendidikan dan pengajaran R.M. Sudira.

Pendidikan

R.M. Sudira pada masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan formal, namun pendidikan diberikan secara privat. Ia juga mendapatkan tuntunan dari orang-orang Belanda yang didatangkan oleh KGPAA Mangkunagara II, yang selain untuk menuntun Pangeran Riya yang dipersiapkan sebagai K.P. Prangwadana III, juga ditugasi mendidik R.M. Sudira. Pengajaran yang diterimanya antara lain bahasa Belanda, tulisan Latin dan pengetahuan lainnya. Para ahli bahasa Dr. J.F.C. Gericke dan C.F. Winter adalah termasuk juga guru-gurunya.

Sebagaimana para putera bangsawan tinggi Mangkunagaran, pada umur 15 tahun R.M. Sudira menjadi kadet di Legiun Mangkunagaran. Menurut tulisan Letnan Kolonel H.F. Aukes, para kadet dilatih sendiri oleh para perwira senior Legiun, sementara instruktur Belanda hanya ditugasi membantu memberikan pendidikan pelajaran,

Setelah ia lulus pendidikan selama setahun, R.M Sudira ditempatkan sebagai perwira baru di kompi 5.

Militer

Beberapa bulan setelah R.M. Sudira bertugas di kancah pertempuran, ia menerima kabar bahwa KPA Adiwijaya I, ayahandanya mangkat. Ia mendapatkan izin kepada kakeknya, KGPAA Mangkunagara II sekaligus yang menjadi panglimanya untuk pulang dan memberikan penghormatan terakhir kepada ayahandanya.

Setelah pemakaman, R.M. Sudira kembali ke kancah pertempuran. Pasukan Legiun berhasil mengalahkan dan menangkap Panembahan Sungki, yaitu pemimpin pasukan pendukung Pangeran Dipanegara.

Masa dewasa dan naik tahta

Setelah mendapat gelar Pangeran nama R.M Sudira diubah menjadi K.P.H. Gandakusuma. Ia menikah dengan R.Ay. Semi, dan dikaruniai 14 anak. Tidak lama setelah KGPAA Mangkunagara III meninggal tahun 1853, K.P.H. Gandakusuma diangkat menjadi KGPAA Mangkunagara IV. Kurang lebih setahun bertahta kemudian menikah dengan R.Ay. Dunuk, putri dalem Mangkunagara III.

Peninggalan

Mangkunegara IV menjadi perintis usaha pabrik gula bagi Mangkunegaran. Pabrik gula pertama yaitu Pabrik Gula Colomadu yang dibangun pada 1861 dan beroperasi setahun kemudian. Setelah membangun Pabrik Gula Colomadu, Mangkunegara IV kembali membangun pabrik gula di wilayah Karanganyar yang dikenal sebagai Pabrik Gula Tasikmadu. Pabrik ini dibangun pada 1871 dan mulai beroperasi pada 1874. Selain membangun pabrik gula, Mangkunegara IV juga menugaskan Raden Ranasetra untuk mengelola kebun tebu dan R. Kamp yang bertugas mengelola dan melakuan pembangunan pabrik tebu.[2]

Awalnya industi gula ini merupakan industri pribadi milik keluarga Mangkunegara IV. Industri gula ini kemudian diubah menjadi perusahaan Praja pada masa menjelang wafatnya Mangkunegara IV dengan pertimbangan untuk pengembangan lebih lanjut dan diperolehnya keuntungan yang lebih besar bagi kemakmuran Praja Mangkunegaran.[2]

Mangkunegara IV juga memprakarsai berdirinya Stasiun Solo Balapan sebagai bagian pembangunan jalur rel kereta api SoloSemarang, kanalisasi kota, serta penataan ruang kota.

Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya Serat Wedhatama, dan beberapa komposisi gamelan. Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah Ketawang Puspawarna, yang turut dikirim ke luar angkasa melalui Piringan Emas Voyager di dalam pesawat antariksa nirawak Voyager I tahun 1977. Atas jasa kepujanggaannya, khususnya dalam penulisan Serat Wedhatama, MN IV mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah RI melalui Keppres RI nr. 33/TK/Tahun 2010 secara anumerta, yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada perwakilan kerabatnya pada tanggal 3 November 2010. MN IV juga sempat menerjemahkan salah satu karya sastra Sunda berupa Wawacan yang berjudul Wawacan Panji Wulung karya Raden Haji Muhamad Musa yang ditulis tahun 1862 dari bahasa Sunda ke bahasa Jawa yang kemudian diterbitkan oleh Landsdrukkerij dalam bentuk buku pada tahun 1931.

Wafat

MN IV wafat tahun 1881 dan dikebumikan di Astana Girilayu. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahannya, Mangkunagaran berada pada puncak kebesarannya.

Referensi

  1. ^ "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (1853-1881)". Puro Mangkunegaran. 
  2. ^ a b Rantikah, Rantikah (2021). "Dinamika Pabrik Gula Tasikmadu di Mangkunegaran 1917-1935". Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah. Universitas Negeri Yogyakarta. 12 (2): 116–117. doi:10.21831/moz.v12i2.45618. ISSN 2808-9308. 
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Mangkunegara III
Adipati Mangkunegara
1811—1881
Diteruskan oleh:
Mangkunegara V