Lompat ke isi

Sanggar Anak Alam: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Syafaat2012 (bicara | kontrib)
k Penjelasan empat pilar pendidikan SALAM
Syafaat2012 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
'''Sanggar Anak Alam (SALAM)''' adalah sanggar belajar yang didirikan oleh sepasang suami istri Sri Wahyaningsih dan [[Toto Rahardjo]] pada 17 Oktober 1988. Pada tahun 2000, SALAM memulai aktivitasnya di Kampung Nitiprayan, Kasihan, Bantul, sebuah kampung yang terletak di perbatasan antara Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sekolah ini didirikan atas dasar keprihatinan dalam melihat sistem pendidikan di Indonesia.<ref name=":0">{{Cite book|last=Rahardjo|first=Toto|date=Agustus 2014|title=Sekolah Biasa Saja|location=Kabupaten Sleman|publisher=Insist Press|isbn=978-602-0857-56-5|pages=252|url-status=live}}</ref>
'''Sanggar Anak Alam (SALAM)''' adalah sanggar belajar yang didirikan oleh sepasang suami istri Sri Wahyaningsih dan [[Toto Rahardjo]] pada 17 Oktober 1988. Pada tahun 2000, SALAM memulai aktivitasnya di Kampung Nitiprayan, Kasihan, Bantul, sebuah kampung yang terletak di perbatasan antara Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sekolah ini didirikan atas dasar keprihatinan dalam melihat sistem pendidikan di Indonesia.<ref name=":0">{{Cite book|last=Rahardjo|first=Toto|date=Agustus 2014|title=Sekolah Biasa Saja|location=Kabupaten Sleman|publisher=Insist Press|isbn=978-602-0857-56-5|pages=252|url-status=live}}</ref>


Di SALAM, para siswa belajar menggunakan metode riset (''by research''). Di sini, para siswa akan memilih sendiri topik riset yang diminatinya sesuai dengan empat pilar [[pendidikan]] SALAM yaitu pangan, kesehatan, lingkungan hidup, dan sosial budaya. Peserta didik Salam diajarkan mencintai panganan lokal seperti beras dengan cara memperkenalkan beras dimulai dari Ritual hingga cara menyajikan. Peserta didik diajarkan untuk tidak mengkonsumsi makan minum yang mengandung bahan kimia buatan seperti pengawet. Peserta didik Salam diajarkan untuk bersikap toleransi terhadap sesamanya. Berdasarkan wawancara penyusun kepada seorang wali murid, selama di Salam anaknya tidak pernah mengalami perundungan ketika sekolah dan jika diperhatikan tidak ada sekat antara kelas atas dan kelas bawah dalam pergaulan (misal bermain bola).
Di SALAM, para siswa belajar menggunakan metode riset (''by research''). Di sini, para siswa akan memilih sendiri topik riset yang diminatinya sesuai dengan empat pilar [[pendidikan]] SALAM yaitu pangan, kesehatan, lingkungan hidup, dan sosial budaya. Peserta didik Salam diajarkan mencintai panganan lokal seperti beras dengan cara memperkenalkan beras dimulai dari Ritual hingga cara menyajikan. Peserta didik diajarkan untuk tidak mengkonsumsi makan minum yang mengandung bahan kimia buatan seperti pengawet. Peserta didik Salam diajarkan untuk bersikap toleransi terhadap sesamanya. Berdasarkan wawancara penyusun kepada seorang wali murid, selama di Salam anaknya tidak pernah mengalami perundungan ketika sekolah dan jika diperhatikan tidak ada sekat antara kelas atas dan kelas bawah dalam pergaulan (misal bermain bola). Sedangkan fokus utama di SALAM adalah pembentukan [[karakter]] anak, dan bukan pada hal-hal fisik di lingkungan sekitar.<ref>{{Cite web|date=2018-05-03|title=Sanggar Anak Alam Sekolah dengan Konsep Membebaskan Anak {{!}} radarsukabumi.com|url=https://radarsukabumi.com/pendidikan/sanggar-anak-alam-sekolah-dengan-konsep-membebaskan-anak/|language=id-ID|access-date=2021-09-03}}</ref>


Sedangkan fokus utama di SALAM adalah pembentukan [[karakter]] anak, dan bukan pada hal-hal fisik di lingkungan sekitar.<ref>{{Cite web|date=2018-05-03|title=Sanggar Anak Alam Sekolah dengan Konsep Membebaskan Anak {{!}} radarsukabumi.com|url=https://radarsukabumi.com/pendidikan/sanggar-anak-alam-sekolah-dengan-konsep-membebaskan-anak/|language=id-ID|access-date=2021-09-03}}</ref>


SALAM tidak mempunyai mata pelajaran, aturan, seragam, dan seluruh siswa-siswinya diperbolehkan untuk memakai sandal jepit. [[Kurikulum]] atau konsep pendidikan yang diusung SALAM mengacu pada konsep pendidikan merdeka [[Ki Hadjar Dewantara]] yang memiliki semboyan tidak diperintah dan tidak terperintah, dan tidak bergantung pada orang lain. Atau dengan kata lain anak boleh belajar tentang apa saja sesuai dengan bakat dan minatnya.<ref name=":0" />
SALAM tidak mempunyai mata pelajaran, aturan, seragam, dan seluruh siswa-siswinya diperbolehkan untuk memakai sandal jepit. [[Kurikulum]] atau konsep pendidikan yang diusung SALAM mengacu pada konsep pendidikan merdeka [[Ki Hadjar Dewantara]] yang memiliki semboyan tidak diperintah dan tidak terperintah, dan tidak bergantung pada orang lain. Atau dengan kata lain anak boleh belajar tentang apa saja sesuai dengan bakat dan minatnya.<ref name=":0" />

Revisi per 15 September 2022 04.40

Sanggar Anak Alam (SALAM) adalah sanggar belajar yang didirikan oleh sepasang suami istri Sri Wahyaningsih dan Toto Rahardjo pada 17 Oktober 1988. Pada tahun 2000, SALAM memulai aktivitasnya di Kampung Nitiprayan, Kasihan, Bantul, sebuah kampung yang terletak di perbatasan antara Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sekolah ini didirikan atas dasar keprihatinan dalam melihat sistem pendidikan di Indonesia.[1]

Di SALAM, para siswa belajar menggunakan metode riset (by research). Di sini, para siswa akan memilih sendiri topik riset yang diminatinya sesuai dengan empat pilar pendidikan SALAM yaitu pangan, kesehatan, lingkungan hidup, dan sosial budaya. Peserta didik Salam diajarkan mencintai panganan lokal seperti beras dengan cara memperkenalkan beras dimulai dari Ritual hingga cara menyajikan. Peserta didik diajarkan untuk tidak mengkonsumsi makan minum yang mengandung bahan kimia buatan seperti pengawet. Peserta didik Salam diajarkan untuk bersikap toleransi terhadap sesamanya. Berdasarkan wawancara penyusun kepada seorang wali murid, selama di Salam anaknya tidak pernah mengalami perundungan ketika sekolah dan jika diperhatikan tidak ada sekat antara kelas atas dan kelas bawah dalam pergaulan (misal bermain bola). Sedangkan fokus utama di SALAM adalah pembentukan karakter anak, dan bukan pada hal-hal fisik di lingkungan sekitar.[2]

SALAM tidak mempunyai mata pelajaran, aturan, seragam, dan seluruh siswa-siswinya diperbolehkan untuk memakai sandal jepit. Kurikulum atau konsep pendidikan yang diusung SALAM mengacu pada konsep pendidikan merdeka Ki Hadjar Dewantara yang memiliki semboyan tidak diperintah dan tidak terperintah, dan tidak bergantung pada orang lain. Atau dengan kata lain anak boleh belajar tentang apa saja sesuai dengan bakat dan minatnya.[1]

Referensi

  1. ^ a b Rahardjo, Toto (Agustus 2014). Sekolah Biasa Saja. Kabupaten Sleman: Insist Press. hlm. 252. ISBN 978-602-0857-56-5. 
  2. ^ "Sanggar Anak Alam Sekolah dengan Konsep Membebaskan Anak | radarsukabumi.com". 2018-05-03. Diakses tanggal 2021-09-03.