Lompat ke isi

Budi pekerti: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pijri Paijar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Pijri Paijar (bicara | kontrib)
Baris 12: Baris 12:
Lelaki itu pun membuntuti Ahna[ Ketika sudah dekat dengan perkampungan, Ahnaf berhenti. Kepada lelaki itu ia berkata, "Jika di hatimu masih ada hal yang ingin kausampaikan, katakan saja di sini agar sebagian orang bodoh di kampung ini tidak mendengar caci makimu, sehingga mereka bisa menyakitimu." Dikisahkan bahwa Sayyidina Ali—semoga Allah memuliakan wajahnya—memanggil budak lelakinya, tetapi budak itu tidak menghiraukan. Sayyidina Ali pun menyerunya hingga tiga kali, tetapi tetap saja budak itu mengabaikan. Maka, bangkitlah Sayyidina Ali mendatanginya. Ternyata, budak itu sedang berbaring. Sayyidina Ali bertanya, "Apakah engkau tidak mendengar panggilanku?" Si budak menjawab, "Ya, aku mendengarnya." Sayyidina Ali kembali bertanya, "Lalu mengapa engkau tidak menjawab panggilanku?" Si budak menjawab, "Karena aku merasa aman dari hukumanmu. Karenanya, saya malas menjawab seruanmu." Lalu berkatalah Sayyidina Ali, "Pergilah. Engkau sekarang merdeka karena Allah."<ref name=":0" />
Lelaki itu pun membuntuti Ahna[ Ketika sudah dekat dengan perkampungan, Ahnaf berhenti. Kepada lelaki itu ia berkata, "Jika di hatimu masih ada hal yang ingin kausampaikan, katakan saja di sini agar sebagian orang bodoh di kampung ini tidak mendengar caci makimu, sehingga mereka bisa menyakitimu." Dikisahkan bahwa Sayyidina Ali—semoga Allah memuliakan wajahnya—memanggil budak lelakinya, tetapi budak itu tidak menghiraukan. Sayyidina Ali pun menyerunya hingga tiga kali, tetapi tetap saja budak itu mengabaikan. Maka, bangkitlah Sayyidina Ali mendatanginya. Ternyata, budak itu sedang berbaring. Sayyidina Ali bertanya, "Apakah engkau tidak mendengar panggilanku?" Si budak menjawab, "Ya, aku mendengarnya." Sayyidina Ali kembali bertanya, "Lalu mengapa engkau tidak menjawab panggilanku?" Si budak menjawab, "Karena aku merasa aman dari hukumanmu. Karenanya, saya malas menjawab seruanmu." Lalu berkatalah Sayyidina Ali, "Pergilah. Engkau sekarang merdeka karena Allah."<ref name=":0" />


Seorang perempuan memanggil Malik bin Dinar dengan seruan, "Wahai tukang pamer." Malik bin Dinar membalas, "Hai perempuan. Sungguh engkau telah mengetahui namaku, padahal penduduk Basrah tidak mengetahuinya." Dikisahkan bahwa Yahya bin Ziyad mempunyai seorang budak Yang buruk perangainya. Lalu ia ditanya, "Mengapa tidak kaulepaskan saja budakmu itu?" Yahya menjawab, "Agar aku bisa belajar bersikap sabar darinya". maka dari itu budi pekerti yang baik sangatlah penting untuk diterapkan dalam Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab Ihya Ulumiddin tersebut. Budi pekerti sanagt penting karena menjadikan modal seseorang berbuat baik. Jika dihadapan orang lain ia sudah menunukan budi pekerti yang baik maka orang tersebut akan menilai dirinya baik pula.<ref name=":0" />
Seorang perempuan memanggil Malik bin Dinar dengan seruan, "Wahai tukang pamer." Malik bin Dinar membalas, "Hai perempuan. Sungguh engkau telah mengetahui namaku, padahal penduduk Basrah tidak mengetahuinya." Dikisahkan bahwa Yahya bin Ziyad mempunyai seorang budak Yang buruk perangainya. Lalu ia ditanya, "Mengapa tidak kaulepaskan saja budakmu itu?" Yahya menjawab, "Agar aku bisa belajar bersikap sabar darinya". maka dari itu budi pekerti yang baik sangatlah penting untuk diterapkan dalam Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab Ihya Ulumiddin tersebut. Budi pekerti sanagt penting karena menjadikan modal seseorang berbuat baik. Jika dihadapan orang lain ia sudah menunukan budi pekerti yang baik maka orang tersebut akan menilai dirinya baik pula. Apalagi kita sebagai umat Islam sangat dianjurkan untuk mencontoh budi pekerti baik Rasulullah SAW. karena beliau merupakan role moderl sebagai umat Islam yang ideal dan patut dicontoh dari berbagai sudut pandang terlebih kepada kebiasaan-kebiaasaan baiknya.<ref name=":0" />


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 30 September 2022 16.48

Budi pekerti adalah sebuah mata pelajaran yang pernah ada dalam pendidikan di Indonesia. Mata pelajaran tersebut mengajarkan tentang pembelajaran moral di sekolah-sekolah. Mata pelajaran tersebut mulai muncul pada akhir 1960an pada masa Orde Baru dengan berlakunya Kurikulum 1968 hingga pertengahan tahun 1980an[1] saat mata pelajaran tersebut digantikan oleh mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan mata pelajaran agama resmi masing-masing pelajar (Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan kemudian juga Konghucu).

Tanda-Tanda Budi Pekerti yang Baik dalam Islam

Sebagian orang yang telah berjuang untuk menempa diri dengan perjuangan kecil berupa menjauhi dosa-dosa besar, terkadang beranggapan bahwa mereka telah berhasil memperbaiki budi pekerti mereka. Oleh sebab itu, tanda-tanda budi pekerti yang baik perlu (liielaskan di sini. Sesungguhnya budi pekerti yang baik ialah iman. Rasulullah Saw. telah "Tidak setnpurna iman seseorang di antara ia tnencintai dirinya sendiri." Beliau juga menyatakan, "Barang siapa berirnan kepada Allah dan rasulNya, hendaknya ia memuliakan tamunya dan barang siapa beriman kepada Allah dan rasul-Nya, hendaknya ia jnengucapkan perkataan yang baik atau diam saia. Sab(lanya yang lain, "Jika engkau jnenemukan orang yang diberi anugerah kez,llhlldan terhadap dunia dan sedikit bicara, maka Inendekallah kepadanya. Sesungguhnya ia memancarkan hikmah." Rasulullall juga bersabda, "Barang siapa merasa senang dengan kebaikannya dan merasa susah dengan keburukannya, sesungguhnya ia seorang mukmin."[2]

Cobaan pertama dan utama yang dihadapi budi pekerti yang baik adalah kesabaran dalam menerima perlakuan buruk dan ketegaran dalam menghadapi perilaku kasar. Barang siapa mengeluhkan keburukan budi pekerti orang lain, itu menunjukkan keburukan budi pekertinya sendiri. Pada suatu hari Rasulullah Saw. berjalan bersama Anas r.a. Beliau mengenakan selendang Najran yang pinggiran kainnya kasar. Dalam perjalanan, mereka bertemu seorang Arab Badui dan tiba-tiba orang itu menarik dengan keras selendang di leher Rasul. Anas r.a. menceritakan, "Aku melihat leher Rasulullah Saw" tampak bekas tarikan keras Selendang itu di leher beliau. Orang itu lalu berkata. 'Wahai Muhammacl beri aku harta Allah yang ada padamu.' Baginda Rasul lantas menoleh kepadanya dan tertawa. Kcrnudian bcliau memerintahkanku untuk memberinya sesuatu."'[2]

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adharn pcrgi kc kawasan gurun. Lalu datanglah seorang tentara kepadanya scraya bcrtanya, kah engkau seorang la mcnjawab, "Ya." Tentara itu bali bertanya, "Di manakah Ibrahim rncnunjuk pada tanah kuburan. Tentara itu mengatakan, "Maksudku tanah permukiman." la menjawab, "Ya, itu tanah permukiman." Jawaban Ibrahim membuat marah sang tentara. Lalu tentara itu mencambuk kepala Ibrahim bin Adham hingga kepalanya berdarah. Lantas ia membawa Ibrahim ke negerinya. Di sana, sang tentara disambut oleh teman-temannya. Mereka bertanya, "Ada apa?" Sang tentara lalu menceritakan kepada mereka apa yang telah terjadi. Mereka pun memberitahukan, "Ini adalah Ibrahim bin Adham." Sang tentara itu lantas buru-buru turun dari kudanya, lalu mencium kedua tangan dan kaki Ibrahim, seraya meminta maaf. Setelah itu ditanyakan kepada Ibrahim, "Mengapa Anda katakan kepadanya bahwa Anda seorang hamba sahaya?" Ibrahim menjawab, "Dia tidak menanyakan kepadaku, hamba siapakah akus Dia hanya menanyakan, apakah aku hamba. Maka, aku pun mengiyakan karena aku memang hamba Allah. Ketika ia memukul kepalaku, aku memohon kepada Allah surga untuknya." Lalu ditanyakan kepada Ibrahim, "Mengapa Anda mintakan surga untuknya, padahal dia menzalimimu?" Ibrahim menjawab, "Karena aku tahu bahwa aku mendapatkan pahala atas apa yang ia lakukan terhadapku. Aku tidak ingin diriku mendapatkan pahala karena dia, sementara pada saat yang sama dia mendapatkan dosa karena (menyakiti) aku."[2]

Sahal At-Tustari pernah ditanya tentang budi pekerti yang baik. la menjawab, "Setidaknya, budi pekerti yang baik adalah bersikap tegar dalam menghadapi perlakuan buruk, tidak mengharap balasan atas kebaikan, serta mengasihi orang yang berbuat zalim dan memintakan ampun untuknya." Diriwayatkan bahwa jika Uwais Al-Qarni terlihat oleh anakanak kecil, ia akan dilempari bebatuan. Maka ia akan berkata kepada mereka, "Wahai saudara-saudaraku, jika kalian memang harus melempariku, lempari aku dengan bebatuan kecil saja, jangan lukai betisku hingga mencegahku untuk melaksanakan shalat." Seorang lelaki mencaci maki Ahnaf bin Qais, tetapi Ahnaf tidak menggubrisnya.[2]

Lelaki itu pun membuntuti Ahna[ Ketika sudah dekat dengan perkampungan, Ahnaf berhenti. Kepada lelaki itu ia berkata, "Jika di hatimu masih ada hal yang ingin kausampaikan, katakan saja di sini agar sebagian orang bodoh di kampung ini tidak mendengar caci makimu, sehingga mereka bisa menyakitimu." Dikisahkan bahwa Sayyidina Ali—semoga Allah memuliakan wajahnya—memanggil budak lelakinya, tetapi budak itu tidak menghiraukan. Sayyidina Ali pun menyerunya hingga tiga kali, tetapi tetap saja budak itu mengabaikan. Maka, bangkitlah Sayyidina Ali mendatanginya. Ternyata, budak itu sedang berbaring. Sayyidina Ali bertanya, "Apakah engkau tidak mendengar panggilanku?" Si budak menjawab, "Ya, aku mendengarnya." Sayyidina Ali kembali bertanya, "Lalu mengapa engkau tidak menjawab panggilanku?" Si budak menjawab, "Karena aku merasa aman dari hukumanmu. Karenanya, saya malas menjawab seruanmu." Lalu berkatalah Sayyidina Ali, "Pergilah. Engkau sekarang merdeka karena Allah."[2]

Seorang perempuan memanggil Malik bin Dinar dengan seruan, "Wahai tukang pamer." Malik bin Dinar membalas, "Hai perempuan. Sungguh engkau telah mengetahui namaku, padahal penduduk Basrah tidak mengetahuinya." Dikisahkan bahwa Yahya bin Ziyad mempunyai seorang budak Yang buruk perangainya. Lalu ia ditanya, "Mengapa tidak kaulepaskan saja budakmu itu?" Yahya menjawab, "Agar aku bisa belajar bersikap sabar darinya". maka dari itu budi pekerti yang baik sangatlah penting untuk diterapkan dalam Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab Ihya Ulumiddin tersebut. Budi pekerti sanagt penting karena menjadikan modal seseorang berbuat baik. Jika dihadapan orang lain ia sudah menunukan budi pekerti yang baik maka orang tersebut akan menilai dirinya baik pula. Apalagi kita sebagai umat Islam sangat dianjurkan untuk mencontoh budi pekerti baik Rasulullah SAW. karena beliau merupakan role moderl sebagai umat Islam yang ideal dan patut dicontoh dari berbagai sudut pandang terlebih kepada kebiasaan-kebiaasaan baiknya.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "PERAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI". geocities.ws. Diakses tanggal 2 April 2017. 
  2. ^ a b c d e f Ringkasan Ihya Ulumiddin. Jakarta: Noura Books. 2022. ISBN 978-623-242-293-3.