Lompat ke isi

Tjugito: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~stub
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Referensi: clean up
Baris 27: Baris 27:


{{Indo-politikus-stub}}
{{Indo-politikus-stub}}

[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Blora]]
[[Kategori:Tokoh dari Blora]]

Revisi per 15 Oktober 2022 02.50

Tjugito

Tjugito adalah seorang politikus komunis asal Indonesia.

Riwayat Hidup

Ia lahir di Blora, Jawa Tengah pada 21 Januari 1921. Dia pernah belajar di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan sekolah dagang.

Riwayat Karir

Dari 1939 sampai 1940, Tjugito pernah bekerja di Borneo Sumatra Handel Maatschappij (Borsumij). Selepas itu, dia pernah juga menjadi guru dan memimpin surat kabar Tamparan. Di Tamparan, Tjugito bertemu dan kemudian menjalin perkawanan dengan Sudisman.

Masa Pendudukan Jepang

Sebagai bagian dari jaringan antifasis, masuk penjara adalah konsekuensi yang lumrah di masa Pendudukan Jepang. Tjugito bersama Sudisman ditahan di Surabaya. Setelah bebas dari tahanan Jepang, Tjugito dan kawan-kawannya bergerak lagi. Bersama Sudisman, Tjugito pun segera terserap dalam lingkaran perlawanan terhadap Sekutu dan NICA.

Tjugito bergabung bersama massa dalam gejolak di Surabaya jelang meletusnya Pertempuran 10 November 1945. Tjugito kemudian menjadi salah satu pimpinan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Organisasi kepemudaan itu begitu kuat selama Amir Syarifuddin menjadi Menteri Pertahanan Indonesia. Tjugito pernah diberi posisi penting di Kementerian Pertahanan. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 374: Surat Keterangan Kementerian Pertahanan Bagian V No.B 1449/A VI tanggal 1 Agustus 1947 mencantumkan nama “Tjoegito” sebagai penasihat istimewa dalam Bagian V—badan intelijen di bawah arahan langsung Amir. Bagian V sendiri dipimpin oleh Abdulrahman Atmosudirdjo, mantan letnan cadangan Angkatan Laut Belanda.

Orang-orang sayap kiri begitu kuat dalam badan intel itu. Tapi, Bagian V tak berumur panjang karena pemerintahan Amir dan kuasanya atas Kementerian Pertahanan rontok pada awal 1948. Tjugito pun ikut menyingkir bersama kelompok Amir. Selain bekerja di bawah Amir, Tjugito juga pernah menjadi bagian dari Partai Buruh Indonesia (PBI) semasa Revolusi. Dia tercatat menjadi wakil PBI dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) dihabisi pasca-Peristiwa Madiun 1948, Tjugito dan beberapa orang PKI lain seperti Njoto tak bisa lagi melaksanakan tugasnya sebagai anggota KNIP. Bernaung di PKI setelah tentara Belanda angkat kaki dari Indonesia pada akhir 1949, Tjugito bergabung ke PKI. Dia kemudian menjadi salah satu wakil PKI di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di PKI, Tjugito termasuk anggota Central Comite (pengurus pusat) PKI.

Tjugito sering ke luar negeri sebagai aktivis organisasi pertanian, perkebunan, dan kehutanan tingkat dunia. Dia memang diplot untuk menggarap massa petani oleh PKI. Para petani adalah barisan massa potensial bagi PKI selain buruh. Apalagi Indonesia adalah negeri agraris yang dipenuhi petani miskin. Maka PKI jelas tidak bisa mengurusnya secara sambil lalu. Tugas utama Tjugito adalah menggalang massa petani Indonesia. Setelah meletusnya G 30 S 1965, Tjugito bergerak lagi di bawah tanah seperti yang pernah dilakukannya di masa Pendudukan Jepang.

Semula, dia tinggal di Salemba Bluntas 13/114 dan melarikan diri ke daerah Blitar Selatan. Dia dan beberapa petinggi PKI yang tersisa kemudian menggalang gerakan perlawanan di sana. Di Blitar Selatan, Tjugito bergerak bersama seorang pelarian Angkatan Darat Letnan Kolonel Pratomo. Letkol Pratomo pernah menjadi komandan Komando Distrik Militer (KODIM) Pandeglang dan pernah menjadi anggota Dewan Revolusi di Pandeglang.

Bersama Pratomo, Tjugito lalu menyusun diktat gerilya yang kemudian dijuduli Memimpin Perang Rakyat. Blitar Selatan adalah kawasan yang nisbi terisolasi pada 1960-an. Daerah miskin dan terpencil ini kemudian jadi basis perlawanan sisa-sisa PKI. Orde Baru lantas melancarkan operasi militer untuk membekuk sisa-sisa PKI di sana. Di Blitar Selatan terdapat jaringan sungai bawah tanah dengan gua-gua yang bisa dijadikan tempat persembunyian. PKI Tjugito memanfaatkan fitur alam itu untuk bergerilya.

Tjugito kemudian terjaring dalam Operasi Trisula. Seturut hasil pemeriksaan militer Orde Baru, Tjugito disebut punya beberapa nama alias selama bergerilya. Di antaranya, dia pernah memakai nama Badrun alias Sawi alias Ruri. Setelah ditangkap, dia dipenjara cukup lama. Setidaknya, dia baru dibebaskan pada 1990.[1]

Referensi