Lompat ke isi

Addatuang Sidenreng: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jumaidi2nd (bicara | kontrib)
Memper bajak informasi
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Jumaidi2nd (bicara | kontrib)
Sejarah dan Asal Usul: Penambahan konten
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 58: Baris 58:


Sejarawan lainnya mencatat, “Kerajaan Sidenreng adalah perbatasan wilayah pengaruh Kerajaan [[Kedatuan Luwu|Luwu]] dan Kerajaan [[Kerajaan Siang|Siang]], terletak di antara dataran yang merupakan satu-satunya celah alami antara gugusan gunung yang memisahkan pantai barat dan timur semenanjung Sulawesi Selatan.” (Andaya 2004, Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi di Abad XVII).<ref>{{Cite book|last=Andaya|first=Leonard Y.|date=1981-01-01|url=http://dx.doi.org/10.1163/9789004287228|title=The Heritage of Arung Palakka|publisher=BRILL|isbn=978-90-04-28722-8}}</ref>
Sejarawan lainnya mencatat, “Kerajaan Sidenreng adalah perbatasan wilayah pengaruh Kerajaan [[Kedatuan Luwu|Luwu]] dan Kerajaan [[Kerajaan Siang|Siang]], terletak di antara dataran yang merupakan satu-satunya celah alami antara gugusan gunung yang memisahkan pantai barat dan timur semenanjung Sulawesi Selatan.” (Andaya 2004, Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi di Abad XVII).<ref>{{Cite book|last=Andaya|first=Leonard Y.|date=1981-01-01|url=http://dx.doi.org/10.1163/9789004287228|title=The Heritage of Arung Palakka|publisher=BRILL|isbn=978-90-04-28722-8}}</ref>




Dalam literatur lain, Kerajaan [[Kerajaan Rappang|Rappang]] disebutkan sebagai kerajaan yang menguasai daerah hilir Sungai Saddang pada abad 15 M. Bersama dengan Kerajaan Sidenreng, Kerajaan [[Kerajaan Sawitto|Sawitto]], Kerajaan [[Kerajaan Alitta|Alitta]], Kerajaan [[Kerajaan Suppa|Suppa]], mereka membentuk persekutuan [[Ajatappareng|Aja’Tappareng]] (wilayah barat danau) untuk membendung dominasi Luwu. Persekutuan itu kemudian diikatkan dalam perkawinan antar keluarga raja-raja mereka. <ref name=":0" />
Dalam literatur lain, Kerajaan [[Kerajaan Rappang|Rappang]] disebutkan sebagai kerajaan yang menguasai daerah hilir Sungai Saddang pada abad 15 M. Bersama dengan Kerajaan Sidenreng, Kerajaan [[Kerajaan Sawitto|Sawitto]], Kerajaan [[Kerajaan Alitta|Alitta]], Kerajaan [[Kerajaan Suppa|Suppa]], mereka membentuk persekutuan [[Ajatappareng|Aja’Tappareng]] (wilayah barat danau) untuk membendung dominasi Luwu. Persekutuan itu kemudian diikatkan dalam perkawinan antar keluarga raja-raja mereka. <ref name=":0" />
Baris 68: Baris 66:


Perubahan Addaowang menjadi addatuwang terjadi pada masa pemerintahan La Patiroi;
Perubahan Addaowang menjadi addatuwang terjadi pada masa pemerintahan La Patiroi;


"ri pinrani asenna addaowangnge mancaji addatuwang Sidenreng\ matinroe riMassepe aseng matena\ iyana addatuwang mula-mula rilemme\ apaq makkoi sareaqna asellengengnge rilemmaitomatee" (Lontaraq Akkarungeng Sidenreng, tt: 4; Patunru, 2004: 80-81).
"ri pinrani asenna addaowangnge mancaji addatuwang Sidenreng\ matinroe riMassepe aseng matena\ iyana addatuwang mula-mula rilemme\ apaq makkoi sareaqna asellengengnge rilemmaitomatee" (Lontaraq Akkarungeng Sidenreng, tt: 4; Patunru, 2004: 80-81).

(Di permak lah nama Addaowang Menjadi Addatuwang. Gelar anumerta beliau (La Patiroi) ialah MatinroE ri Massepe, Beliaulah Addatuwang yang mula-mula di kebumikan, sebab begitulah syariat islam, Di kebumikan orang yang telah mangkat/wafat.)
(Di permak lah nama Addaowang Menjadi Addatuwang. Gelar anumerta beliau (La Patiroi) ialah MatinroE ri Massepe, Beliaulah Addatuwang yang mula-mula di kebumikan, sebab begitulah syariat islam, Di kebumikan orang yang telah mangkat/wafat.)


"Addatuang Sidenreng ialah berarti Kerajaan Sidenreng, Addatuang/Addituang (ri) Sidenreng ialah nama jawatan bagi raja, sedangkan orang yang menjadi raja disebut Addatuang'E/Addituang/Addatuang'ta/ ataupun Datu."
"Addatuang Sidenreng ialah berarti Kerajaan Sidenreng, Addatuang/Addituang (ri) Sidenreng ialah nama jawatan bagi raja, sedangkan orang yang menjadi raja disebut Addatuang'E/ Addituang/ Addatuang'ta/ ataupun Datu."


• PADA PERIODE WEWANGRIWU
• PADA PERIODE WEWANGRIWU

Revisi per 25 Oktober 2022 17.56

Addatuang Sidenreng merupakan kerajaan yang terletak di Celebes atau tepatnya di Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Berkas:AddatuangSidenreng.png
Bendera Addatuang Sidenreng XXV

Kerajaan ini merupakan Cikal bakal dari Kabupaten Sidenreng Rappang, yang dulunya tergabung dalam Konfederasi Limae Ajatappareng sebelum resmi bergabung ke NKRI. Tahun 1960 Mengawali pengangkatan Bupati Pertama Sidrap.

Etnik asli di Sidenreng adalah Bugis sehingga corak budaya yang dominan yaitu budaya Bugis. Sidenreng memiliki beberapa ekspresi kebudayaan yang khas diantaranya Pakkacaping, Tari Padduppa, Padendang, Maccera Tappareng, Tudang Sipulung (Musyawarah untuk mufakat),

Sidenreng Rappang memiliki beberapa eksperesi kebudayaan yang merupakan hasil akulturasi dengan berbagai kebudayaan yang lain diantaranya: perpaduan Bugis-Arab dalam bentuk music dan tari Jeppeng, mappanre temme (Khatam Qur’an).

MANUSKRIP

Manuskrip yang terdapat di Sidenreng Rappang adalah satu bilah bambu kering ukuran panjang 40 cm dan Naskah Kuno Khotbah pertama di Mushallah Langgara Tungga.

TRADISI LISAN

Tradisi lisan yang terdapat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah Asal Mula Nama Sidenreng, Tau Accana SIdenreng, Pejuang Usman Balo, La Monri Putra Bungsu Bulucenrana, Nenek Mallomo, La Welle, Nenek Pakande, Meongpolo Bolongngede dan Datu Ase, serta La Buta dan La Peso dan lain-lain.

RITUS

Ritus yang dilaksanakan oleh masyarakat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah Mappaci, dan Mappatettong bola (mendirikan rumah panggung)

PENGETAHUAN TRADISIONAL

Pengetahuan tradisional masyarakat Sidenreng Rappang diantaranya Ilmu-Ilmu Pertanian lokal, yang berkaitan dengan obat-obatan, Pandai besi, Pandai Rumah, Pananrang, dan lain-lain

TEKNOLOGI TRADISIONAL

Teknologi tradisional yang terdapat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah pembuatan alat rumah tangga, pembuatan Kecapi Bugis Sidrap, Kerajinan Batu Ukir, dan lain-lain

SENI

Kesenian masyarakat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah Cule Cule To Riolo, Manu Gagak (Ayam Ketawa), Paduppa, Padendang, Bosara, Massempe, pettenung, Pakkacaping Sarapo, Cule-cule Pakkacaping, Meong Palo Karelle, Osong Lailainna Sidenreng, dan lain-lain

BAHASA

Bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Sidenreng Rappang adalah Bahasa Bugis.

PERMAINAN RAKYAT

Permainan rakyat masyarakat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah Mallebba, Maggoli, Maggetta, Makkenja, Majjalengka, Massanto, Maggalanto, Mappolo Becceng, Massempek, Mammencak, Mappadendang, Makkurung Manuk, Mallanca, Maccukke/ Maccengke, Maggasing, Mabbong, Makkalajang, dan lain-lain

OLAHRAGA TRADISONAL

Olahraga tradisional masyarakat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah Terompah Panjang, Patok Lele/ Maccukke, Egrang/Malonggak, Gasing/Maggasing dan lain-lain

CAGAR BUDAYA

Cagar budaya yang terdapat di Sidenreng Rappang diantaranya adalah Struktur Makam Syeh Keramat Padomai, Struktur Makam Nenek Petta Bolong Aje, Makam Puatta Punri Mojong, Langgara Tungga, Makam Korban 40.000 Jiwa Kulo, Makam Nene Mallomo, Makam Petta Soppo Batu, Bangunan Kolonial Belanda, Makam Andi Pajala Kitta, dan lain-lain.[1]

Addituang Sidenreng memiliki sejarah panjang sebagai kerajaan Bugis yang cukup disegani di Sulawesi Selatan disamping Kerajaan Luwu, Bone, Gowa, Soppeng, dan Wajo. Berbagai literatur yang ada menyebutkan, eksitensi Kerajaan ini turut memberi warna dalam percaturan politik dan ekonomi kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan.

Sejarah dan Asal Usul

Kerajaan Sidenreng yang berpusat di sekitar danau besar (Tappareng karaja) menjadi salah satu negeri yang ramai dan terkenal hingga ke benua lain. Ini sesuai dengan catatan seorang Portugis pada abad ke-16 M yang menuliskan Sidereng sebagai “...Sebuah kota besar dan terkenal, berpusat di sebuah danau yang dapat dilayari, dan dikelilingi tempat-tempat pemukiman.” (Tiele 1880, IV;413).[2]

Manuel Pinto, seorang berkebangsaan Portugis lainnya malah sempat menetap selama delapan bulan di Kerajaan Sidenreng dan merekam suasana tahun 1548 M. Pinto menggambarkan Sidenreng sebagai sebuah negeri yang ramai dengan penduduk sekitar 300.000 orang. Ada yang berpendapat bahwa asumsi penduduk di tahun 1548 M yang disebut Pinto terlalu besar. Namun dengan kebesaran dan kejayaan Sidenreng di masa itu, tak menutup kemungkinan bahwa Sidereng mempunyai wilayah yang jauh lebih luas daripada Kabupaten Sidenreng Rappang atau wilayah Ajatappareng sekarang ini.

Ia juga menceritakan aktivitas perdagangan di kerajaan ini yang dikunjungi pedangang dari berbagai belahan dunia termasuk Portugis dengan muggunakan jalur laut menuju Tappareng Karaja. Pinto menulis, “Sebuah fusta besar (kapal layar portugis yang panjang dan dilengkapi deretan dayung di kedua sisinya) dapat berlayar dari laut munuju Sidenreng.” (Wicki, Documents Indica, II: 420-2).[3] Hal ini diperkuat oleh Crawfurd pada 1828 (Descriptive Dictionary; 74, 441)[4] yang menulis, “pada kampung-kakmpung di tepi (danau)... berlangsung perdagangan luar negeri yang peset. Perahu-perahu dagang dihela ke hulu sungai Cenrana...Kecuali pada musim kemarau, airnya cukup dalam untuk dilewati perahu-perahu paling besar sekalipun.”

Sejarawan lainnya mencatat, “Kerajaan Sidenreng adalah perbatasan wilayah pengaruh Kerajaan Luwu dan Kerajaan Siang, terletak di antara dataran yang merupakan satu-satunya celah alami antara gugusan gunung yang memisahkan pantai barat dan timur semenanjung Sulawesi Selatan.” (Andaya 2004, Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi di Abad XVII).[5]

Dalam literatur lain, Kerajaan Rappang disebutkan sebagai kerajaan yang menguasai daerah hilir Sungai Saddang pada abad 15 M. Bersama dengan Kerajaan Sidenreng, Kerajaan Sawitto, Kerajaan Alitta, Kerajaan Suppa, mereka membentuk persekutuan Aja’Tappareng (wilayah barat danau) untuk membendung dominasi Luwu. Persekutuan itu kemudian diikatkan dalam perkawinan antar keluarga raja-raja mereka. [1]

Sebelumnya perlu di ketahui bahwa; ADDATUANG berasal dari kata ADDAOANG (tempat berpeluk). Ini mengandaikan raja sebagai pohon tempat rakyat berpeluk atau berlindung.

Mulamula arungnge ri Sidenreng\ iyanaritu addaowang asenna\ bettuanna allin-rungenna tomaegae\ riebarai pongaju onronna mappake\ makkadaoang tomaegae (pada mulanya raja di Sidenreng digelar Addaowang, maksudnyatempat berlindung orang banyak, yang diumpamakan sebagai pohon kayu tempat rakyat berlindung atau berpeluk).

Perubahan Addaowang menjadi addatuwang terjadi pada masa pemerintahan La Patiroi; "ri pinrani asenna addaowangnge mancaji addatuwang Sidenreng\ matinroe riMassepe aseng matena\ iyana addatuwang mula-mula rilemme\ apaq makkoi sareaqna asellengengnge rilemmaitomatee" (Lontaraq Akkarungeng Sidenreng, tt: 4; Patunru, 2004: 80-81). (Di permak lah nama Addaowang Menjadi Addatuwang. Gelar anumerta beliau (La Patiroi) ialah MatinroE ri Massepe, Beliaulah Addatuwang yang mula-mula di kebumikan, sebab begitulah syariat islam, Di kebumikan orang yang telah mangkat/wafat.)

"Addatuang Sidenreng ialah berarti Kerajaan Sidenreng, Addatuang/Addituang (ri) Sidenreng ialah nama jawatan bagi raja, sedangkan orang yang menjadi raja disebut Addatuang'E/ Addituang/ Addatuang'ta/ ataupun Datu."

• PADA PERIODE WEWANGRIWU

1. La Wewangriwu bersaudara Lalu mendudukkan kakak tertuanya yakni La Maddaremmeng. 2. La Makkarakka (Cucu La Madderemmeng): Beliaulah yang juga dikenal dengan sebutan Lakasi. Beliau pulalah raja yang sangat enggan dinobatkan raja oleh orang-orang Sidenreng karena merasa miskin dan bodoh. Nanti beliau mau atau bersedia memangku jabatan kerajaan itu setelah diyakinkan oleh sanak famili dan rakyat Sidenreng, bahwa kehendak dan tuturanyalah yang selalu jadi anutan. Diserahkanlah padanya aturan adat dan tradisi oleh sanak famili beserta rakyat Sidenreng. Dikatakan bahwa kamilah semua yang dijadikan kekayaan, rakyat, sandang-pangan, dan kamilah yang bersedia mendirikan untukmu istana.

-We Tepu Uleng (Cucu La Madderemmeng): ",,,,Tellu anak najajiyang. Seddi makkunrai, iyana makkunraieye macowa (We Tepu Uleng). Makkkarungni ri Sidenreng. Iyanaro arung namakojo TosidenrengngE. Naiyya dappi macowaE makkarungni ri Rappeng nalaona TorappengngE sellei Makkedai To rappengnge madecengngi puwang ikona lao ri rappeng makkarung niyana borowanemu selleo makkarung ri Sidenreng. Namaliburengna Addaowang ri Sidenreng. Okkoni engka gauk salae nataro joge. Najajina arung Rappeng arung Sidenreng maranaddara. Najjancina makkedae mate elei Rappeng, mate aruwengngi Sidenreng lettuk makkukuwae dek napinra-pinra jancinna Rappang Sidenreng,,,," 3. La Mallibureng (Cucu La Maddaremmeng): Berganti dengan Kakaknya yakni We Tepu Uleng karna sidenreng dan rappang menghendaki pergantian raja, sidenreng tak menghendaki raja wanita") 4. La Pawawoi (Putera No. 3) 5. La Makkaraka (Putera No. 4) Setelahnya tidak di sebutkan lagi namanya, kemudian beralih pada periode Kemunculan To Manurung

• -" MASA SIANRE BALE".

• TO MANURUNG: -We Tappalangi (We TEpu LingE TompoE ri Lura-MarajaE Lawa-Ramparang Datu Suppa I Arung Rappang I / ibu Dari We Pawawoi Arung Bacukiki II Arung Rappang II): Wetapalangisi addaowang ri Sidenreng. Iyatona matuk ri sumpa. Najajiyang anak tellu. Seddi riyaseng We Pawawoi iyana makkarung ri Bacukiki seddi riyaseng Lateddu loppo iyana matuk ri suppa. We Pawawoisi mallakai ri Sidenreng iyato anakna manurungngE ri Lowa riasengnge Sukkuppulaweng. (Di Salin dari lontaraq (milik) Andi Bulaeng. Pangkajene, 15 april 1974 oleh kepala kantor pembinaan kebudayaan sidrap, ttd Muh. Salim). Terjemahan; We tappalangi Addaowang ri Sidenreng, beliau pulalah yang di (sumpa/suppa?). Beliau memiliki 3 anak, satu yang bernama We Pawawoi ialah yang menjadi Raja di Bacukiki, Satu bernama La Teddu(ng) Loppo ialah yang akan menjadi Raja di suppa. We Pawawoi kemudian bersuami di sidenreng dengan Putera ManurungE ri (Bulu) Lowa, yang bernama SukkuMpulaweng. . "Pada masa kekuasaan We Tappalangi Di Temukan (pula) To Manurung di bulu Lowa. maka bermufakatlah orang-orang Sidenreng melantik To Manurung Ini Menjadi Raja Sidenreng I. (mengantikan We Tappa Langi)" (Sumber: Para Penguasa Ajatappareng ; Refleksi Sejarah Sosial Politik Orang Bugis oleh Abd. Latif)

6. La ParEnrEngi ManurungE ri Bulu Lowa Addaowang Sidenreng I: Aja kumabusung. Aja kumawedda-wedda. rampE-rampEi polEi ri ManurungngE ri Bulu Lowa. SirEnrEng-rEnrEngngE aruwa mappada orowanE. Iyyana powaseng SidEnrEng. Iyyana pong macowaE riyaseng La ParEnrEngi. Iyyana mula addaowang ri SidEnrEng. Iyyana powanaq i Songko PulawengngE. (Lontarak Akkarungeng Alitta, h. 11.)

Terjemahan; Mudah-mudahan aku tak durhaka, tidak kualat menyebut tentang ManurungngE ri Bulu Lowa, yang saling berpegang tangan (sirEnrEng-rEnreng) delapan bersaudara, [peristiwa] inilah yang dinamakan SidEnrEng. Yang sulung bernama La ParEnrengi, beliau inilah yang mula Addaowang di Sidenreng, beliaulah yang Berputerakan Songko PulawengngE.

7. Songko MpulawengE (Putera No. 6): Iyyatona mattola Addowang ri SidEnrEng. nabbainE Songko PulawengngE ri Suppa. Siyala riyasengngeritu We Pawawoi Arung Bacukiki. Ana na La BangEngE ManurungngE ri Bacukiki. NangurusiE We TEpu LingE tompo E ri Lawaramparang. najajiyang orowanE riyaseng La Batara. Iyyana mattola addaowang ri SidEnrEng. (Lontarak Akkarungeng Alitta, h. 11.)

Terjemahan; Inilah (Songko PulawengngE) Addaowang Selanjutnya di Sidenreng. Menikah Songko PulawengngE di Suppa dengan WE Pawawoi Arung Bacukiki II, puteri daripada La BangEngE ManurungngE ri Bacukiki (Raja Sawitto I, Raja Bacukiki I) dengan WE TEpu LingE TompoE ri Lawaramparang (Raja Rappang I, Raja Suppa I) Maka lahirlah anak laki-laki bernama La Batara, inilah kemudian menjadi addaowang selanjutnya di Sidenreng. 8. La Batara (Putera No. 7) 9. La Pasampoi (Putera No. 8); Lapasappoisi makkarung ri Sidenreng. Iyana pobainei anakna Labotilangi riarung mariyo riyasengnge Weta riarung mariyo riyasengnge Wetaopana. Najajiyang anak seddi riyaseng Lapateddungi. (La Pasampoi kemudian Menjadi Raja di Sidenreng, beliaulah yang menikahi puteri La Botillangi (Arung Tanete ri Laleng) Dari Istrinya Raja Mario (ri wawo) yang Bernama (We tappatana Datu Mario ri Wawo). Kemudian melahirkan anak, satunya bernama La Pateddungi) 10. La Pateddungi (Putera No. 9); Lapateddungisi addaowang ri Sidenreng nalao mabbaine ri Rappeng najajiyang anak seddi riaseng Lapatiroi. (La Patedungi yang kemudian menjadi Raja Sidenreng, pergi ber istri di Rappang kemudian memiliki anak, satunya bernama La Patiroi)

• MULA SELLENG

11. La Patiroi MatinroE ri Massepe (Putera No. 10): Lapatiroisi addaowang ri Sidenreng namula tama selleng tauwe taung (1609) nasitujuwangnge taung (1018 hijeriyah). Iyatona riaseng matinroe ri Massepe aseng matena. Iyatona napolei anangnge aruwae ri Sidenreng. Pada anak sipuanak maneng Lapatiroi ancaji eppona iyana pammulaiwi anangnge aruwae ri Sidenreng iyatona pammulai rilemme tomatewe. (Lapatiroilah kemudian menjadi raja di Sidenreng, (raja sidenreng) awal orang memeluk agama islam tahun 1609 Masehi atau 1018 Hijriya. Beliau pula yang dikenal dengan sebutan (Anumerta) Matinroe ri Massepe (yang mangkat di Massepe). Dari beliau pula asal "Anang AruwaE". Jadi keturunan beliaulah yang mengawali "Anangnge AruwaE", Beliau Pulalah yang mula-mula (di sidenreng/raja sidenreng) yang di kebumikan saat wafat (sebab begitulah syariat islam).

12. La Makkaraka MatinroE ri Palopo (Putera No. 11): Adapun raja yang mangkat di Massepe beliau dua kali beristri pada orang makassar. Seorang istrinya seketurunan raja Gowa. Adapun saudara perempuan raja Gowa, ialah yang menjadi ibu Addaowang MatinroE ri Palopo. Ada dua seayah-seibu, seorang dinamakan Matinroe ri Mojo(ng). Dari Istri La Patiroi yg bernama Tosapeyang, dialah yang melahirkan Petta Patipuwangnge. Itulah yang disebut tellu latte. Beliaulah nenek daripada Addatuwatta MatinroE ri Pamatingeng. Ketika MatinroE ri Massepe mangkat, puteranya yang menggantikannya yakni MatinroE ri Palopo. Sebab dialah yang dipusakai kerajaan oleh ayahnya. Adapun MatinroE ri Pemantingeng dipusakainya kekayaan attellung lattekengnge oleh neneknya. MatinroE ri Palopo (Lamakkaraka Towape) kemudian addatuwang di Sidenreng sebab dialah yang dipusakai kekuasaan oleh ayahnya Dan beliaulah yang membuat sawah dinamakan Lasalama. Adapun MatinroE ri Pemantingeng ialah yang menguasai harta yang menjadi sumber penghidupan. 13. La Sonia Lamba Sidenreng Parala Kattina Ajatapareng MatinroE ri Lingkajo (Putera No. 12)

14. To Dani (Cicit No. 11, Dari garis ibu) 15. La Tenri Sempe MatinroE ri Pemantingeng (Cicit No. 11 Dari Garis Ibu) 16. La Mallewai Arung Berru MatinroE ri Tana MaridiE (Putera No. 15): Matinroe ri Tana Maridie (Lamalewai) Addatuwang ri Sidenreng tolai ambokna. Naiya pawelainnasi riyalani Arung appona riyasengnge taranitie. 17. Taranatie (Cicit No. 13/ Putera To Aggamette Ponggawa Bone): Bertakhta atas dasar wari dari ibu beliau Yakni We Rakiya (Petta) Krg Kanjene (Pangkajene) Puteri No. 16; Taranatiesi Addatuwang ri Sidenreng appona Addatuwang Sidenreng Matinroe ri Tana Maridie (La Mallewai). Nasirekmi taunna namate Tarnatie. Aga naiyasi riyala Addatuwang Sidenreng iyanaritu Addatuwang riyasengngE Towapo.

18. To Appo Ibeddulehakimi (Sultan Abdul Hakim) Arung Tempe Arung Barru MatinroE ri Sumpang MinangaE (Adik No.17, Bertakhta atas dasar Wari dari Ayah beliau yakni To Aggamette Ponggawa Bone MatinroE ri Larompong (Cucu No. 13): Iya pekkkenasi appona Karaeng Massepe riyasengnge matinroE ri Larompong (To Aggamette). Tettonni arung ri Bone matinroe ri Larompong nasaba bainena. Makkedani matinroE ri Larompong uwalani paimeng akkarungekku ri Sidenreng. Nasaba riyabbereyammi akkarungenna tomatowakku (La Sonia).; Naiyya matenana matinroe ri Tana Maridie sibawa Taranatie, laoni Tosidenrengnge malai anakna matinroe ri Larompong riasengnge Towapo. Okkomi ri Gowa ripolei ri To Sidenrengnge. Naduppaini napauttamai ri Sidenreng. Naiya monrinna laoni to Sidenrengnge ri Bone powadai ri MatinroE ri Larompong makkedda polena ikkengnge To Sidenreng anakta ri Gowa. Maelokkeng malai Addatuwang ri Sidenreng. Nasaba makkuniro asiturusenna pangaderenna Sidenreng silaong to Sidenrengnge. Makkedani matinroe ri Larompong (To Aggamette); iyakutanayako to sidenrengnge kegaro mualangngi arung towapo iyaga polewe riya aga iyagaha polewe ri indokna. Makkedani to Sidenrengnge detonaro masala kiyala. Pada-padaniro kitutu ridik. Makkedani mattiro ri indokna. (To Aggamette berkata) Nasaba uwalani akkarungekku nasaba taniya anakna. Attellu lattekengngemmi manana. Tanniyasa akkarungenna. Arumponemisa merengngi matinroE ri pamantingEng (La Tenri Sempe). Peristiwa ini juga di kenal dengan kata "Lisuni Parimeng Wijanna Puwatta Krg Massepe (Telah Kembali Turunan Tuan Kita Krg Massepe)"; Makkedani tauwE ri SidEnrEng// Lisuni parimeng wijanna Puwatta KaraEng Massepe pawekkeqi SidEnrEng//). -Arung Malolo; La Pawawoi (Putera No. 18)

19. La Pawawoi Sultan Ali Arung Tempe Arung Maiwa Arung Berru MatinroE ri Soreang (La Wawo, Putera No. 18): Di Masa Beliau Terjadi Peperangan Dengan La Tenri Tappu (Raja Bone ke-23), selama 3 tahun, latar belakang perang di karenakan La Wawo menghendaki Sidenreng bebas dari kewajipan memberi "Sebbu Katti". Di zaman beliau pulalah sidenreng mencapai kejayaan, melebarkan sayap, menguasai pelabuhan pare-pare, wilayah malluse tasi, dll. -Arung Malolo; La Pasanrangi Muh. Arsyad Petta Cambang (Putera No. 19), La Patongai (Putera Arung Malolo Petta Cambang Dari istri Pertama), La Panguriseng (Putera Arung Malolo Petta Cambang Dari istri Ke Dua)

20. La Panguriseng Sultan Muh. Ali (Cucu No. 19/ Putera Arung Malolo No. 19, Petta Cambang). -Arung Malolo; Sumange Rukka (Putera No. 20)

21. La Sumange Rukka (Putera No. 20). -Arung Malolo; La Sadapotto (Adik No. 21)

22. La Sadapotto (Adik No. 21): Di Masa Beliau terjadi Peperangan Dengan belanda, ketika kaum Kolonialisme belanda hendak memaksakan keiginannya menjajah kerajaan sidenreng dan kerajaan rappang pada tanggal 12 Juni 1905. Beliau kemudian Menunjuk Arung Malolo Sidenreng La ParEnrEngi Untuk Memimpin para Pasukan-pasukan Gabungan Sidenreng Dan Rappang. Setelah berbulan-bulan berperang barulah pasukan Belanda dapat menembus perambahannya hingga ke Allakuang (Ibu Kota Sidenreng kala itu) dan berhasil menawan La Sadapotto Addatuwang Sidenreng pada tanggal 11 September 1905. Tertawannya Addatuang Sidenreng tidaklah melemahkan semangat La ParEnrEngi Arung Malolo Sidenreng tersebut bahkan semakin gencar melakukan serangan kepada Belanda. Hingga kemudian pada tanggal 5 Desember 1905, terjadilah pertempuran sengit antara Arung Malolo Sidenreng dengan pasukan Belanda dibawah pimpinan Kapten Blok di Lancirang. Namun rupanya inilah pertempuran terakhir bagi Panglima Sidenreng dan Rappang ini karena berhasil ditawan pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 6 Desember 1905. Peperangan antara pasukan Gabungan Sidenreng dan Rappang melawan tentara Belanda dinyatakan berakhir setelah Addatuang Sidenreng, La Sadapotto dengan terpaksa menandatangani pernyataan singkat (Korte Vericlaring) dengan pihak Belanda. -Arung Malolo; La ParEnrEngi (Menantu No. 22, Putera Dari Saudari Kandung No. 22, sekaligus ayah daripada La ParEnrEngi Sepupu satu kali dengan No. 22)

23. La Cibu (Putera No. 22): Bertakhta selepas Sidenreng Dan Rappang dipaksa kalah kepada kolonial Belanda setelah melalui perlawanan yang sengit. Wilayah kedua kerajaan (Sidenreng Dan Rappang) kemudian berstatus distrik dalam wilayah onderafdeling Parepare. Selanjutnya pada Tahun 1917 kedua wilayah tersebut digabung menjadi satu, sebagai bagian dari wilayah pemerintahan Afdeling Parepare. Status Kerajaan di sebut Onderafdeling Sidenreng Rappang di bawah pemerintahan Controleur yang berkedudukan di Rappang, dengan membawahi wilayah administrasi daerah adat yang disebut Regen. Keadaan ini berlangsung hingga masa pendudukan Pemerintahan Jepang yang pada masa itu berada dibawah pengawasan Bunken Kanrikan.

-Saat Pengakuan RI oleh belanda, atau bergabungnya kerajaan sidenreng ke RI, Kemudian raja sidenreng di Nonaktifkan dari jawatannya untuk sementara waktu.

• NKRI 24. Andi Patiroi Pawiccangi (Cucu No. 23): Jawatan Raja Sidenreng Kembali Aktif ("Meskipun dengan tidak memiliki lagi kekuatan politik, lebih kepada pelestarian adat dan budaya"), Beliau Bertakhta Pada Tahun 2013 dan mangkat pada akhir tahun 2019. -Arung Malolo; Andi Syahrir Pawiccangi

25. Andi Faisal Sapada (Putera Andi Sapada Mappangile Bupati Pertama Sidrap (Cicit Addatuang No. 22)/ Cicit Arung Malolo No. 22, La ParEnrEngi KaraEngta Tinggi MaE Datu Suppa Toa Arung Malolo Sidenreng, dari garis ayah maupun ibu): Bertakhta Pada awal Tahun 2020 setelah Arung Malolo Sidenreng tidak bersedia menjadi Addatuang Sidenreng. [6]

Pertalian antara Sidenreng dan Rappang sudah ada sejak awal. Itu Sebabnya, kedua kerajaan memiliki hubungan yang sangat erat. Terbukti dengan sumpah kedua kerajaan yang dipegang teguh hingga Addatuang Sidenreng terakhir, yakni: Mate Elei Sidenreng, Mate Arewengngi Rappang (bahasa Bugis), Artinya, Jika Sidenreng mati dipagi hari, sorenya Rappang akan menyusul. Sebuah ikrar solidaritas sehidup semati yang dipegang teguh setiap raja atau arung yang memerintah di kedua kerajaan.

Walau demikian, kedua kerajaan ini juga memiliki perbedaan yang sangat mendasar dalam sistem pemerintahan.

Kerajaan Sidenreng Yang Menganut Sistem Pemerintahan Mengalir Dari Atas Seperti Air Sungai,byang dalam bahasa bugisnya dikenal dengan istilah “Massorong Pawo” dan Kerajaan Rappang Yangg Menganut Sistem Pemerintahan Berkembang Dari Bawah Seperti Air Pasang, yang dalam bahasa bugisnya dikenal dengan istilah “MANGELLE WAE PASANG”.[7]

Namun perbedaan itu tidak memisahkan hubungan keduanya. Malah, pada Tahun 1889, Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang justru diperintah oleh seorang raja bernama La Panguriseng Sultan Muh Ali. Beliau menjadi Addituang X sekaligus Arung Rappang XIX. Hal yang sama juga diteruskan oleh putranya yakni La Sadapotto, Addituang Sidenreng XII yang naik tahta menggantikan saudaranya, Sumangerukka, yang tidak di karuniawi keturunan.

Dalam perjalanannya, Kerajaan Sidenreng dan Rappang mengalami pasang surut pemerintahan, hingga pada Tahun 1906 kedua kerajaan yang ketika itu diperintah La Sadapotto, Addatuang Sidenreng XII sekaligus Arung Rappang XX, akhirnya dipaksa kalah kepada kolonial Belanda setelah melalui perlawanan yang sengit. Wilayah kedua kerajaan ini kemudian berstatus distrik dalam wilayah onderafdeling Parepare. Selanjutnya pada Tahun 1917 kedua wilayah tersebut digabung menjadi satu, sebagai bagian dari wilayah pemerintahan Afdeling Ajatappareng yang meliputi:

1. Onderafdeling Sidenreng Rappang

2. Onderafdeling Pinrang

3. Onderafdeling Parepare

4. Onderafdeling Enrekang

5. Onderafdeling Barru

Onderafdeling Sidenreng Rappang di bawah pemerintahan Controleur yang berkedudukan di Rappang, dengan membawahi wilayah administrasi daerah adat yang disebut Regen. Keadaan ini berlangsung hingga masa pendudukan Pemerintahan Jepang yang pada masa itu berada dibawah pengawasan Bunken Kanrikan. Seiring fajar kemerdekaan yang menyingsing pada 17 Agustus 1945, gelora semangat persatuan Indonesia tak terbendung lagi. Maka dengan dukungan penuh seluruh masyarakat, Sidenreng Rappang menyatakan diri sebagai bagian dari negera kesatuan Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor U. P. 7/73-374 tanggal 28 Januari 1960 yang menetapkan Andi Sapada Mappangile sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang yang pertama. Pada 18 Feberuari 1960, Andi Sapada Mappangile kemudian dilantik sebagai Bupati oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. Atas dasar pelantikan Bupati tersebut , maka ditetapkan tanggal 18 Februari 1960 sebagai hari jadi daerah Kabupaten Sidenreng Rappang yang diperingati setiap tahunnya.[8]

Penguasa Sidenreng

Berikut susunan raja-raja Sidenreng[1]

No Pemimpin Gelar
1
La Maddaremmeng
Addaowang I
2
La Makkaraka
Addaowang II
3
La Mallibureng
Addaowang III
4
La Pawawoi
Addaowang IV
5
La Makkaraka

Ket; Setelahnya tidak di sebutkan lagi namanya, kemudian beralih pada periode To Manurung

Addaowang V
6
La ParEnrEngi ManurungE ri Bulu Lowa
Addaowang VI
7
Songko MpulawengE
Addaowang VII
8
La Batara
Addaowang VIII
9
La Pasampoi/ La Pasappoi
Addaowang IX
10
La Pateddungi
Addaowang X
11
La Patiroi

(Beliau adalah Raja yang pertama masuk islam)

Addaowang XI & Addatuang I
12
La Makkaraka
Addatuang II
13
La Sonia
Addatuang III
14
To Dani
Addatuang IV
15
La Tenri Sempe
Addatuang V
16
La Mallewai Arung Berru
Addatuang VI
17
Taranatie
Addatuang VII
18
To Appo Sultan Abdul Hakim Arung Tempe Arung Berru
Addatuang VIII
19
La Pawawoi (Wawo) Sultan Ali Arung Tempe Arung Maiwa Arung Berru
Addatuang IX
20
La Panguriseng Sultan Muh. Ali
Addatuang X
21
La Sumangerukka
Addatuang XI
22
La Sadapotto
Addatuang XII
23
La Cibu
Addatuang XIII
24
Andi Patiroi Pawiccangi
Addatuang XIV
25
Andi Faisal Sapada
Addatuang XV[9]


Referensi

  1. ^ a b c Addatuang Sidenreng | Bismillah, Assalamualikum wr wb, diakses tanggal 2022-10-25  (Postingan Jumaidi Purnama via Facebook)
  2. ^ "Patents". Scientific American. 42 (26): 413–413. 1880-06-26. doi:10.1038/scientificamerican06261880-413. ISSN 0036-8733. 
  3. ^ Wicki, M. (1990). Krebs und Alternativmedizin II. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg. hlm. 252–255. ISBN 978-3-540-50516-7. 
  4. ^ Dictionary of Gems and Gemology. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg. hlm. 441–441. ISBN 978-3-540-72795-8. 
  5. ^ Andaya, Leonard Y. (1981-01-01). The Heritage of Arung Palakka. BRILL. ISBN 978-90-04-28722-8. 
  6. ^ Addatuang Sidenreng | Bismillah, Assalamualikum wr wb, diakses tanggal 2022-10-25  (Postingan Jumaidi Purnama via facebook)
  7. ^ Jumaidi Purnama
  8. ^ "Jumaidi Purnama Sec Ond". m.facebook.com. Diakses tanggal 2020-12-06. 
  9. ^ "PENOBATAN ADDATUANG SIDENRENG XXV, INSPIRASI KEMAJUAN KEBUDAYAAN". sidrapkab.go.id. Diakses tanggal 2022-08-16.