Lompat ke isi

Mangaraja Soangkupon: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kris Simbolon (bicara | kontrib)
rintisan baru.
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan pranala ke halaman disambiguasi
 
Kris Simbolon (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan pranala ke halaman disambiguasi
Baris 4: Baris 4:


== Kehidupan awal ==
== Kehidupan awal ==
Abdul Firman Siregar lahir di [[Sipirok, Tapanuli Selatan|Sipirok]] pada 26 Desember 1885. Dia adalah anak dari kepala kuria setempat.<ref name="Reid 1979">{{cite book|last1=Reid|first1=Anthony|date=1979|title=The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra|location=Kuala Lumpur, New York|publisher=Oxford University Press|isbn=019580399X|page=81}}</ref><ref name="Deli Courant 1939">{{cite news|date=15 February 1939|title=Dr. ABDUL RASJID.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB15:000136037:mpeg21:p00002|work=Deli Courant|language=nl|location=Medan|page=2}}</ref><ref name="Fusayama 2010 32">{{cite book|last1=Fusayama|first1=Takao|date=2010|title=A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war|location=Jakarta|publisher=Equinox Publishing|isbn=9786028397193}}</ref> Abdul menempuh pendidikan dasar sekolah ber[[bahasa Belanda]] di [[Kota Padang Sidempuan|Padang Sidempuan]]. Pada tahun 1902, saat dia menerima gelar adat sebagai penerus ayahnya, Mangaraja Soangkupon memilih merantau ke [[Keresidenan Sumatra Timur|Sumatra Timur]].<ref name="Reid 1979" /> Adiknya, [[Abdul Rasyid Siregar]], bersekolah di [[School tot Opleiding van Inlandsche Artsen|STOVIA]] dan kemudian memilih menjadi politisi juga.

Pada tahun 1906, Mangaraja Soangkupon dipilih menjadi kepala subdistrik ({{lang-nl|onderdistrictshoofd}}) di [[Sosa Julu, Padang Lawas|Sosa Julu]].<ref>{{cite news|date=7 September 1906|title=Nederlandsch-Indië.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB19:002082205:mpeg21:p00002|work=Sumatra-bode|language=nl|location=Padang|page=2}}</ref> Pada tahun 1910, Mangaraja Soangkupon berangkat ke Eropa untuk mendaftar ke sekolah guru di [[Leiden]].<ref name="Reid 1979" /> Dia kembali ke Sumatra pada tahun 1914 dan segera bekerja di surat kabar ''[[Pewarta Deli]]''.<ref name="Reid 1979" />

Pada tahun 1915, Mangaraja Soungkapon beralih kembali ke pelayanan pemerintahan. Dia memegang jabatan administratif di beberapa wilayah di [[Keresidenan Tapanuli]] dan Sumatra Timur, termasuk menjadi anggota dewan lokal di [[Kota Pematangsiantar|Pematang Siantar]] dan [[Kota Tanjungbalai|Tanjung Balai]].<ref name="Reid 1979" /><ref>{{cite journal|date=1918|title=Gewestelijk en Plaatselijk Zelfbestuur.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB26:000928001:00005|journal=Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1918.|language=nl|pages=731–2}}</ref> Selama periode itu, dia dipengaruhi oleh gerakan [[Kebangkitan Nasional Indonesia|kebangkitan nasional Indonesia]].

== Sebagai anggota Volksraad ==
Pada Mei 1927, Mangaraja Soaduon terpilih sebagai wakil [[Keresidenan Sumatra Timur|Sumatra Timur]] untuk [[Volksraad]] [[Hindia Belanda]] di [[Batavia]].<ref name="Regerings-almanak 1939">{{cite journal|date=1939|title=VOLKSRAAD.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB26:000886001:00084|journal=Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië.|volume=2|pages=61-64}}</ref> Dalam banyak pemberitaan media, dia dikabarkan terpilih melalui [[Independen (politikus)|jalur independen]], sementara beberapa media mengabarkan bahwa dia merupakan anggota PEB ({{lang-nl|Nederlandsch-Indische Politiek Economischen Bond}}).

Selama menjadi anggota Volksraad, Mangaraja Soaduon menunjukkan sikap yang [[moderat]], dalam arti dia bersedia bekerja bersama Belanda, namun tetap berfokus pada upaya memerdekakan Indonesia.<ref>{{cite news|date=14 June 1928|title=DE VOLKSRAAD. Algemeene Beschouwingen.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010278600:mpeg21:p002|work=De Indische Courant|language=nl|location=Surabaya|page=2}}</ref> Sepanjang periode pertama jabatannya sebagai anggota Volksraad, Mangaraja Soangkupon banyak memperjuangkan kasus ketidakadilan yang diabaikan oleh orang-orang Belanda anggota Volksraad, termasuk di antara kasus ketidakadilan tersebut adalah skema [[ekspor]]-[[impor]] yang sangat [[Eksploitasi berlebihan|eksploitatif]] karena hanya memperkaya para pebisnis dan pemilik perkebunan. Kasus ketidakadilan lainnya adalah standar ganda dalam perlakuan hukum bagi pribumi, yang menyebabkan para pribumi menjadi budak pekerja orang Eropa.<ref>{{cite journal|last1=van Overveldt-Biekart|first1=S.|date=17 November 1928|title=UIT DEN VOLKSRAAD.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMALET01:000471014:00003|journal=Maandblad van de Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht in Nederlandsch-Indië, jrg 2, 1927-1928|language=nl|volume=2|issue=12|pages=1–2}}</ref><ref>{{cite journal|date=5 September 1928|title=Deli Planters Vereeniging.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMUBL09:001045037:00001|journal=De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel.|language=nl|volume=51 (1928)|issue=36|page=738}}</ref><ref>{{cite journal|date=2 November 1927|title=Overzichten van den Volksraad.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMUBL09:001044045:00001|journal=De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel.|language=nl|volume=50 (1927)|issue=44|pages=815–6}}</ref><ref>{{cite news|date=24 May 1929|title=Oeroesan di Tapanoeli.|url=https://opac.perpusnas.go.id/uploaded_files/dokumen_isi3/Terbitan%20Berkala/Han_Po_1929_05_24_001.pdf|work=Hanpo|language=ms|location=Palembang|page=1}}</ref>

Dalam pelaksanaan Volksraad, yang secara struktur, kurang merepresentasikan kepentingan pribumi dan malah didominasi orang Eropa, Mangaraja Soangkupon termasuk ke dalam kubu anggota pribumi yang nasionalis.<ref>{{cite book|last1=Wanti|first1=Irini Dewi|last2=Widarni|first2=Elly|last3=Wibowo|first3=Agus Budi|first4=Seno|first5=Djuniat|last6=Setiawan|first6=Irvan|date=1996|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/14687/|title=Enam pahlawan nasional asal Aceh.|location=Jakarta|publisher=Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh|pages=83–4|language=id}}</ref> Bahkan pada penghujung tahun 1927, Mangaraja Soangkupon pernah mengusulkan [[Amendemen|amandemen]] kuota suara dan keanggotaan Volksraad. Dia berpendapat bahwa berdasarkan proporsi populasi penduduk pada saat itu, jika orang-orang Eropa mendapat kuota 25 kursi di Volksraad, maka dengan perhitungan yang sama, orang-orang pribumi seharusnya mendapat kuota 7100 kursi.<ref>{{cite news|date=10 December 1927|title=Twee verdedigers. Heftige Inlandsche aanvallen op Europeesche pers.— Het vertrouwen in den Landvoogd. Soeangkoepon.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB23:001713106:mpeg21:p00003|work=De Locomotief|language=nl|location=Semarang}}</ref><ref>{{cite news|date=13 December 1927|title=De wijziging der Indische Staatsregeling. Overzicht.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010278945:mpeg21:p005|work=De Indische courant|language=nl|location=Surabaya|page=5}}</ref> Sebagai balasan, seorang Eropa anggota Volksraad menjawab bahwa [[sistem parlementer]], termasuk Volksraad di dalamnya, adalah produk pemikiran orang Barat dan kurang cocok untuk orang Timur.<ref>{{cite news|date=9 December 1927|title=FELLE DEBATTEN.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB23:001713103:mpeg21:p00009|work=De Locomotief|language=nl|location=Semarang}}</ref>
[[Berkas:Kajawen_21_1927-05-26_-_Abdoel_Firman_gelar_Maharadja_Soangkoepon.jpg|kiri|jmpl|Potret Mangaraja Soangkupon pada tahun 1920-an.]]
Di dalam Volksraad, para pemimpin Belanda berupaya memecah para pribumi ke dalam kubu "evolusioner" yang dianggap baik dan kubu "revolusioner" yang dianggap buruk karena terdiri atas para pribumi yang nasionalis. Para pemimpin Belanda di Volksraad berusaha mengadu domba antar kedua kubu tersebut.<ref>{{cite journal|date=1 August 1928|title=UIT DEN VOLKSRAAD.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMALET01:000471012:00001|journal=Maandblad van de Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht in Nederlandsch-Indië, jrg 2, 1927-1928.|language=nl|volume=2|issue=10|pages=1–2}}</ref> Soangkupon beralih ke posisi yang semakin radikal selama jabatannya di Volksraad.<ref name="Reid 1979 65">{{cite book|last1=Reid|first1=Anthony|date=1979|title=The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra|location=Kuala Lumpur, New York|publisher=Oxford University Press|isbn=019580399X|page=65}}</ref>

Orang-orang Eropa di Volksraad mempersekusi anggota [[Partai Nasional Indonesia]] pimpinan [[Soekarno|Sukarno]] dan banyak di antaranya yang bergabung dalam kubu [[Sauvinisme|sauvinistik]] pro Eropa, yang dinamai Klub Tanah Air ({{lang-nl|Vaderlandsche Club}}). Sebagai respons, pada Januari 1930, [[Mohammad Husni Thamrin]] membentuk kelompok nasionalis yang dinamai Fraksi Nasional ({{lang-nl|Fractie Nationaal}}), yang terdiri dari Mangaraja Soangkupon, R. P. Suroso, Dwijo Sewoyo, Mukhtar, Datuk Kayo, Sutadi, dan Pangeran Ali. Tujuan utama mereka adalah memerdekakan Indonesia dari Belanda sesegera mungkin dan menghadapi bersama taktik [[politik pecah belah]] buatan Belanda.<ref>{{cite book|last1=Sufi|first1=Rusdi|date=1998|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/12736/|title=Gerakan nasionalisme di Aceh (1900-1942)|location=Banda Aceh|publisher=Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh|isbn=979-95312-4-1|pages=48–9|language=id}}</ref><ref>{{cite book|last1=Agung|first1=Ide Anak Agung Gde|date=1993|title=Kenangan masa lampau : zaman kolonial Hindia Belanda dan zaman pendudukan Jepang di Bali|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=9789794611562|edition=1|page=106|language=id}}</ref> Pada Juni 1931, Mangaraja Soangkupon terpilih kembali sebagai anggota Volksraad.<ref name="Regerings-almanak 1939" /> Pada pemilihan kali ini, dr. Abdul Rasyid Siregar, adik dari Mangaraja Soangkupon, juga terpilih sebagai anggota.<ref name="Regerings-almanak 1939" /> Pada Juni 1935, Mangaraja Soangkupon kembali terpilih sekali lagi sebagai anggota Volksraad.<ref name="Regerings-almanak 1939" /> Selama periode ini, Mangaraja Soangkupon menjadi panitia reformasi pendidikan bersama [[Loa Sek Hie]], [[Oto Iskandar di Nata]], dan beberapa anggota Volksraad lainnya<ref>{{cite journal|date=1935|title=COMMISSIES AD HOC.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB26:000894001:00005|journal=Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1935.|language=nl|volume=2|page=79}}</ref>

Mangaraja Soangkupon tetap mengedepankan kepentingan masyarakat Sumatra Timur di depan Volksraad. Pada penghujung tahun 1930-an, dia menyuarakan tuntutan para petani Sumatra yang kelaparan karena praktik pengelolaan perkebunan yang memprioritaskan mengekspor hasil kebun.<ref>{{cite journal|last1=Reid|first1=Anthony|last2=Saya|first2=Shiraishi|date=1976|title=Rural Unrest in Sumatra, 1942 a Japanese Report|url=https://www.jstor.org/stable/3350959|journal=Indonesia|issue=21|page=117|doi=10.2307/3350959|issn=0019-7289}}</ref> Pada tahun 1939, Mangaraja Soangkupon kembali memenangkan pemilihan anggota Volksraad. Adiknya, Abdul Rasyid, awalnya gagal pada putaran pertama, namun akhirnya dinyatakan menang pada putaran berikutnya.<ref>{{cite news|date=17 January 1939|title=Indië Volksraadsverkiezing.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010226956:mpeg21:p002|work=Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië|language=nl|location=Batavia [Jakarta]|page=2}}</ref> Pada pemilihan kali ini, Mangaraja ditantang oleh calon konservatif asal [[Kota Medan|Medan]], yakni seorang Melayu dengan sosok yang lebih moderat. Namun, Mangaraja Soangkupon berhasil memenangkan pemilihan itu.<ref name="Reid 1979 65" />

Pada Juli 1939, Mangaraja Soangkupon mengundurkan diri dari Fraksi Nasional dan membentuk kelompok baru di Volksraad, yang dinamainya Grup Nasionalis Indonesia ({{lang|nl|Indonesisch nationalistische groep}}). Dia sekaligus mengetuai kelompok baru ini.<ref>{{cite book|last1=Gonggong|first1=Anhar|date=1985|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/7515/|title=Muhammad Husni Thamrin.|location=Jakarta|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|pages=71–2|language=id}}</ref> Anggota dari kelompok baru ini, di antaranya adalah Abdul Rasyid Siregar (adiknya sendiri), [[Mohammad Yamin]], dan [[Tadjuddin Noor]].<ref>{{cite news|date=13 July 1939|title=Nieuwe fractie wenscht tot een onafhankelijk Indonesia mede te werken.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010382945:mpeg21:p003|work=De Sumatra post|language=nl|location=Medan|page=3}}</ref> Pada saat itu, dia juga menuduh pemerintah Hindia Belanda telah merendahkan posisi Volksraad dibanding dekade sebelumnya dan secara khusus mengabaikan keinginan para anggota pribumi di Volksraas.<ref>{{cite news|date=9 June 1939|title=Soangkoepon slaat op hol.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010018475:mpeg21:p008|work=Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad|language=nl|location='s-Gravenhage|page=4}}</ref>

Pada November 1939, juga atas dampak [[Perang Dunia II]], Mangaraja Soangkupon dan anggota grupnya mengirimkan [[petisi]] kepada [[Tweede Kamer]] di [[Belanda]] untuk mendesak pendirian parlemen Hindia Belanda yang utuh dan dipilih secara langsung oleh rakyat.<ref name="Algemeen Handelsblad 1939">{{cite news|date=16 November 1939|title=ONZE OOST De petitie Soeangkoepon Voor een volwaardig parlement.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=KBNRC01:000087742:mpeg21:p009|work=Algemeen Handelsblad|language=nl|location=Amsterdam}}</ref><ref name="De Indische Courant 1939">{{cite news|date=6 November 1939|title=PARLEMENT VOOR INDIË. De petitie van de Inheemschen tot de Tweede Kamer.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010285871:mpeg21:p001|work=De Indische Courant|language=nl|location=Surabaya|page=1}}</ref> Petisi tersebut menyatakan bahwa 20 tahun telah berlalu sejak 1918, saat Belanda mendeklarasikan janji menuju pemerintahan mandiri di Hindia Belanda. Petisi tersebut juga mengimbau pemerintah Belanda untuk menaati klaimnya sendiri yang mendukung kaum nasionalis reformis dan menolak kaum radikal.<ref name="Algemeen Handelsblad 1939" /><ref name="De Indische Courant 1939" /> Selain itu, petisi tersebut juga menyoroti posisi Hindia Belanda yang sangat jauh dari Belanda sendiri, sehingga Hindia Belanda tidak dapat serta merta bergantung pada dukungan, pertahanan militer, dan arahan langsung dari Belanda, sementara Eropa sendiri masih dalam keadaan perang.<ref name="De Indische Courant 1939" />

Pada tahun 1940, Mangaraja Soangkupon dicibir oleh media massa kolonial atas pernyataannya di Volksraad, bahwa pemerintah Belanda dan pejabat-pejabat Eropa hanya mengenali wilayah-wilayah luar dari Hindia Belanda lewat penarikan pajak sehingga menyebabkan kelaparan dan kerugian bagi penduduk.<ref>{{cite news|date=14 November 1940|title=Soeangkoepon.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:011177731:mpeg21:p002|work=De Sumatra post|language=nl|location=Medan|page=2}}</ref> Di tahun yang sama, Mangaraja Soangkupon dianugrahi [[Orde Oranye-Nassau]].<ref>{{cite news|date=30 August 1940|title=Onderscheidingen op Sumatra.|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:011177254:mpeg21:p002|work=De Sumatra post|language=nl|location=Medan|page=2}}</ref>

Pada September 1941, berlangsung perdebatan di Volksraad tentang pemberian hak pilih bagi perempuan (termasuk perempuan Hindia Belanda). Mangaraja Soangkupon termasuk barisan anggota yang menolak, bersama dengan T. de Raadt dan Loa Sek Hie.<ref>{{cite book|last1=Amini|first1=Mutiah|date=2021|title=Sejarah organisasi perempuan Indonesia : (1928-1998)|location=Yogyakarta|publisher=Gadjah Mada University Press|isbn=9786023869602|edition=Cetakan pertama|page=61|language=id}}</ref>

== Kembali ke Sumatera ==
Selama [[Pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda|masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda]], Mangaraja Soangkupon kembali ke Sumatera. Sebagaimana para nasionalis Indonesia lainnya, dia bersedia bekerja bersama pemerintah Jepang dan ditugaskan sebagai Kepala BOMPA (Badan Oentoek Membantu Pertahanan Asia).<ref name="Fusayama 2010 95-9">{{cite book|last1=Fusayama|first1=Takao|date=2010|title=A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war|location=Jakarta|publisher=Equinox Publishing|isbn=9786028397193|pages=95–9}}</ref><ref>{{cite journal|date=21 September 1946|title=Sumatra en wat daar gebeurd is|url=https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB16:003992007:00001|journal=De stem van Nederland; voorheen Londensch Vrij Nederland-onafhankelijk weekblad voor alle Nederlanders.|language=nl|volume=7|issue=7|pages=4–6}}</ref> Pada November 1943, sebagai upaya pemberian otonomi terbatas bagi orang-orang Indonesia, didirikanlah Dewan Rakyat Sumatera Timur yang direncanakan akan dipilih secara tahunan. Pada tahun pertama, Mangaraja Soangkupon terpilih sebagai anggota; [[Hamka]] adalah salah satu anggota pada periode ini. Tahun berikutnya, 1944, Tengku Mansyur terpilih sebagai ketua.<ref name="Fusayama 2010 32" /> Pada tahun 1945, Mangaraja Soangkupon tidak lagi bersimpati kepada Jepang.<ref name="Reid 1979 110">{{cite book|last1=Reid|first1=Anthony|date=1979|title=The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra|location=Kuala Lumpur, New York|publisher=Oxford University Press|isbn=019580399X|page=110}}</ref> Setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia II, Mangaraja Soangkupon bersama tokoh Sumatra Timur lainnya, seperti [[Teuku Mohammad Hasan]] dan Tengku Hafas, membantu menyusun penyerahan diri pejabat-pejabat lokal Jepang di Sumatera Timur kepada Pasukan Inggris.<ref name="Fusayama 2010 53-4">{{cite book|last1=Fusayama|first1=Takao|date=2010|title=A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war|location=Jakarta|publisher=Equinox Publishing|isbn=9786028397193|pages=53–4}}</ref><ref name="Reid 1979 164-5">{{cite book|last1=Reid|first1=Anthony|date=1979|title=The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra|location=Kuala Lumpur, New York|publisher=Oxford University Press|isbn=019580399X|pages=164-5}}</ref>

Selama masa [[Revolusi Nasional Indonesia]], Mangaraja Soangkupon dipilih sebagi [[residen]] di [[Medan]], bersama [[Luat Siregar]] dan [[Abdoe'lxarim M.S.]].<ref name="Reid 1979 170-3">{{cite book|last1=Reid|first1=Anthony|date=1979|title=The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra|location=Kuala Lumpur, New York|publisher=Oxford University Press|isbn=019580399X|pages=170-3}}</ref><ref name="Fusayama 2010 194-200">{{cite book|last1=Fusayama|first1=Takao|date=2010|title=A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war|location=Jakarta|publisher=Equinox Publishing|isbn=9786028397193|pages=194–200}}</ref> Pada masa itu, kesehatannya semakin menurun akibat [[Diabetes|penyakit diabetes]] yang dideritanya dan masalah kesehatan lainnya.<ref name="Fusayama 2010 194-200" /> Mangaraja Soangkupon meninggal pada awal tahun 1946 di Medan.<ref name="Fusayama 2010 194-200" /><ref name="Reid 1979" />

Revisi per 15 Desember 2022 21.46

Abdul Firman Siregar gelar Mangaraja Soangkupon (26 Desember 1885 –  Parameter harus diisi 1 — 12 1946) adalah politisi asal Sipirok, Angkola dan anggota Volksraad Hindia Belanda. Dalam hal politik, dia adalah sekutu dari banyak tokoh nasional, yang setelah kemerdekaan, menjadi para pemimpin Indonesia.

Kehidupan awal

Abdul Firman Siregar lahir di Sipirok pada 26 Desember 1885. Dia adalah anak dari kepala kuria setempat.[1][2][3] Abdul menempuh pendidikan dasar sekolah berbahasa Belanda di Padang Sidempuan. Pada tahun 1902, saat dia menerima gelar adat sebagai penerus ayahnya, Mangaraja Soangkupon memilih merantau ke Sumatra Timur.[1] Adiknya, Abdul Rasyid Siregar, bersekolah di STOVIA dan kemudian memilih menjadi politisi juga.

Pada tahun 1906, Mangaraja Soangkupon dipilih menjadi kepala subdistrik (bahasa Belanda: onderdistrictshoofd) di Sosa Julu.[4] Pada tahun 1910, Mangaraja Soangkupon berangkat ke Eropa untuk mendaftar ke sekolah guru di Leiden.[1] Dia kembali ke Sumatra pada tahun 1914 dan segera bekerja di surat kabar Pewarta Deli.[1]

Pada tahun 1915, Mangaraja Soungkapon beralih kembali ke pelayanan pemerintahan. Dia memegang jabatan administratif di beberapa wilayah di Keresidenan Tapanuli dan Sumatra Timur, termasuk menjadi anggota dewan lokal di Pematang Siantar dan Tanjung Balai.[1][5] Selama periode itu, dia dipengaruhi oleh gerakan kebangkitan nasional Indonesia.

Sebagai anggota Volksraad

Pada Mei 1927, Mangaraja Soaduon terpilih sebagai wakil Sumatra Timur untuk Volksraad Hindia Belanda di Batavia.[6] Dalam banyak pemberitaan media, dia dikabarkan terpilih melalui jalur independen, sementara beberapa media mengabarkan bahwa dia merupakan anggota PEB (bahasa Belanda: Nederlandsch-Indische Politiek Economischen Bond).

Selama menjadi anggota Volksraad, Mangaraja Soaduon menunjukkan sikap yang moderat, dalam arti dia bersedia bekerja bersama Belanda, namun tetap berfokus pada upaya memerdekakan Indonesia.[7] Sepanjang periode pertama jabatannya sebagai anggota Volksraad, Mangaraja Soangkupon banyak memperjuangkan kasus ketidakadilan yang diabaikan oleh orang-orang Belanda anggota Volksraad, termasuk di antara kasus ketidakadilan tersebut adalah skema ekspor-impor yang sangat eksploitatif karena hanya memperkaya para pebisnis dan pemilik perkebunan. Kasus ketidakadilan lainnya adalah standar ganda dalam perlakuan hukum bagi pribumi, yang menyebabkan para pribumi menjadi budak pekerja orang Eropa.[8][9][10][11]

Dalam pelaksanaan Volksraad, yang secara struktur, kurang merepresentasikan kepentingan pribumi dan malah didominasi orang Eropa, Mangaraja Soangkupon termasuk ke dalam kubu anggota pribumi yang nasionalis.[12] Bahkan pada penghujung tahun 1927, Mangaraja Soangkupon pernah mengusulkan amandemen kuota suara dan keanggotaan Volksraad. Dia berpendapat bahwa berdasarkan proporsi populasi penduduk pada saat itu, jika orang-orang Eropa mendapat kuota 25 kursi di Volksraad, maka dengan perhitungan yang sama, orang-orang pribumi seharusnya mendapat kuota 7100 kursi.[13][14] Sebagai balasan, seorang Eropa anggota Volksraad menjawab bahwa sistem parlementer, termasuk Volksraad di dalamnya, adalah produk pemikiran orang Barat dan kurang cocok untuk orang Timur.[15]

Potret Mangaraja Soangkupon pada tahun 1920-an.

Di dalam Volksraad, para pemimpin Belanda berupaya memecah para pribumi ke dalam kubu "evolusioner" yang dianggap baik dan kubu "revolusioner" yang dianggap buruk karena terdiri atas para pribumi yang nasionalis. Para pemimpin Belanda di Volksraad berusaha mengadu domba antar kedua kubu tersebut.[16] Soangkupon beralih ke posisi yang semakin radikal selama jabatannya di Volksraad.[17]

Orang-orang Eropa di Volksraad mempersekusi anggota Partai Nasional Indonesia pimpinan Sukarno dan banyak di antaranya yang bergabung dalam kubu sauvinistik pro Eropa, yang dinamai Klub Tanah Air (bahasa Belanda: Vaderlandsche Club). Sebagai respons, pada Januari 1930, Mohammad Husni Thamrin membentuk kelompok nasionalis yang dinamai Fraksi Nasional (bahasa Belanda: Fractie Nationaal), yang terdiri dari Mangaraja Soangkupon, R. P. Suroso, Dwijo Sewoyo, Mukhtar, Datuk Kayo, Sutadi, dan Pangeran Ali. Tujuan utama mereka adalah memerdekakan Indonesia dari Belanda sesegera mungkin dan menghadapi bersama taktik politik pecah belah buatan Belanda.[18][19] Pada Juni 1931, Mangaraja Soangkupon terpilih kembali sebagai anggota Volksraad.[6] Pada pemilihan kali ini, dr. Abdul Rasyid Siregar, adik dari Mangaraja Soangkupon, juga terpilih sebagai anggota.[6] Pada Juni 1935, Mangaraja Soangkupon kembali terpilih sekali lagi sebagai anggota Volksraad.[6] Selama periode ini, Mangaraja Soangkupon menjadi panitia reformasi pendidikan bersama Loa Sek Hie, Oto Iskandar di Nata, dan beberapa anggota Volksraad lainnya[20]

Mangaraja Soangkupon tetap mengedepankan kepentingan masyarakat Sumatra Timur di depan Volksraad. Pada penghujung tahun 1930-an, dia menyuarakan tuntutan para petani Sumatra yang kelaparan karena praktik pengelolaan perkebunan yang memprioritaskan mengekspor hasil kebun.[21] Pada tahun 1939, Mangaraja Soangkupon kembali memenangkan pemilihan anggota Volksraad. Adiknya, Abdul Rasyid, awalnya gagal pada putaran pertama, namun akhirnya dinyatakan menang pada putaran berikutnya.[22] Pada pemilihan kali ini, Mangaraja ditantang oleh calon konservatif asal Medan, yakni seorang Melayu dengan sosok yang lebih moderat. Namun, Mangaraja Soangkupon berhasil memenangkan pemilihan itu.[17]

Pada Juli 1939, Mangaraja Soangkupon mengundurkan diri dari Fraksi Nasional dan membentuk kelompok baru di Volksraad, yang dinamainya Grup Nasionalis Indonesia (Indonesisch nationalistische groep). Dia sekaligus mengetuai kelompok baru ini.[23] Anggota dari kelompok baru ini, di antaranya adalah Abdul Rasyid Siregar (adiknya sendiri), Mohammad Yamin, dan Tadjuddin Noor.[24] Pada saat itu, dia juga menuduh pemerintah Hindia Belanda telah merendahkan posisi Volksraad dibanding dekade sebelumnya dan secara khusus mengabaikan keinginan para anggota pribumi di Volksraas.[25]

Pada November 1939, juga atas dampak Perang Dunia II, Mangaraja Soangkupon dan anggota grupnya mengirimkan petisi kepada Tweede Kamer di Belanda untuk mendesak pendirian parlemen Hindia Belanda yang utuh dan dipilih secara langsung oleh rakyat.[26][27] Petisi tersebut menyatakan bahwa 20 tahun telah berlalu sejak 1918, saat Belanda mendeklarasikan janji menuju pemerintahan mandiri di Hindia Belanda. Petisi tersebut juga mengimbau pemerintah Belanda untuk menaati klaimnya sendiri yang mendukung kaum nasionalis reformis dan menolak kaum radikal.[26][27] Selain itu, petisi tersebut juga menyoroti posisi Hindia Belanda yang sangat jauh dari Belanda sendiri, sehingga Hindia Belanda tidak dapat serta merta bergantung pada dukungan, pertahanan militer, dan arahan langsung dari Belanda, sementara Eropa sendiri masih dalam keadaan perang.[27]

Pada tahun 1940, Mangaraja Soangkupon dicibir oleh media massa kolonial atas pernyataannya di Volksraad, bahwa pemerintah Belanda dan pejabat-pejabat Eropa hanya mengenali wilayah-wilayah luar dari Hindia Belanda lewat penarikan pajak sehingga menyebabkan kelaparan dan kerugian bagi penduduk.[28] Di tahun yang sama, Mangaraja Soangkupon dianugrahi Orde Oranye-Nassau.[29]

Pada September 1941, berlangsung perdebatan di Volksraad tentang pemberian hak pilih bagi perempuan (termasuk perempuan Hindia Belanda). Mangaraja Soangkupon termasuk barisan anggota yang menolak, bersama dengan T. de Raadt dan Loa Sek Hie.[30]

Kembali ke Sumatera

Selama masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Mangaraja Soangkupon kembali ke Sumatera. Sebagaimana para nasionalis Indonesia lainnya, dia bersedia bekerja bersama pemerintah Jepang dan ditugaskan sebagai Kepala BOMPA (Badan Oentoek Membantu Pertahanan Asia).[31][32] Pada November 1943, sebagai upaya pemberian otonomi terbatas bagi orang-orang Indonesia, didirikanlah Dewan Rakyat Sumatera Timur yang direncanakan akan dipilih secara tahunan. Pada tahun pertama, Mangaraja Soangkupon terpilih sebagai anggota; Hamka adalah salah satu anggota pada periode ini. Tahun berikutnya, 1944, Tengku Mansyur terpilih sebagai ketua.[3] Pada tahun 1945, Mangaraja Soangkupon tidak lagi bersimpati kepada Jepang.[33] Setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia II, Mangaraja Soangkupon bersama tokoh Sumatra Timur lainnya, seperti Teuku Mohammad Hasan dan Tengku Hafas, membantu menyusun penyerahan diri pejabat-pejabat lokal Jepang di Sumatera Timur kepada Pasukan Inggris.[34][35]

Selama masa Revolusi Nasional Indonesia, Mangaraja Soangkupon dipilih sebagi residen di Medan, bersama Luat Siregar dan Abdoe'lxarim M.S..[36][37] Pada masa itu, kesehatannya semakin menurun akibat penyakit diabetes yang dideritanya dan masalah kesehatan lainnya.[37] Mangaraja Soangkupon meninggal pada awal tahun 1946 di Medan.[37][1]

  1. ^ a b c d e f Reid, Anthony (1979). The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra. Kuala Lumpur, New York: Oxford University Press. hlm. 81. ISBN 019580399X. 
  2. ^ "Dr. ABDUL RASJID". Deli Courant (dalam bahasa Belanda). Medan. 15 February 1939. hlm. 2. 
  3. ^ a b Fusayama, Takao (2010). A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war. Jakarta: Equinox Publishing. ISBN 9786028397193. 
  4. ^ "Nederlandsch-Indië". Sumatra-bode (dalam bahasa Belanda). Padang. 7 September 1906. hlm. 2. 
  5. ^ "Gewestelijk en Plaatselijk Zelfbestuur". Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1918. (dalam bahasa Belanda): 731–2. 1918. 
  6. ^ a b c d "VOLKSRAAD". Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië. 2: 61–64. 1939. 
  7. ^ "DE VOLKSRAAD. Algemeene Beschouwingen". De Indische Courant (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 14 June 1928. hlm. 2. 
  8. ^ van Overveldt-Biekart, S. (17 November 1928). "UIT DEN VOLKSRAAD". Maandblad van de Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht in Nederlandsch-Indië, jrg 2, 1927-1928 (dalam bahasa Belanda). 2 (12): 1–2. 
  9. ^ "Deli Planters Vereeniging". De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel. (dalam bahasa Belanda). 51 (1928) (36): 738. 5 September 1928. 
  10. ^ "Overzichten van den Volksraad". De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel. (dalam bahasa Belanda). 50 (1927) (44): 815–6. 2 November 1927. 
  11. ^ "Oeroesan di Tapanoeli" (PDF). Hanpo (dalam bahasa Melayu). Palembang. 24 May 1929. hlm. 1. 
  12. ^ Wanti, Irini Dewi; Widarni, Elly; Wibowo, Agus Budi; Setiawan, Irvan (1996). Enam pahlawan nasional asal Aceh. Jakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh. hlm. 83–4. 
  13. ^ "Twee verdedigers. Heftige Inlandsche aanvallen op Europeesche pers.— Het vertrouwen in den Landvoogd. Soeangkoepon". De Locomotief (dalam bahasa Belanda). Semarang. 10 December 1927. 
  14. ^ "De wijziging der Indische Staatsregeling. Overzicht". De Indische courant (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 13 December 1927. hlm. 5. 
  15. ^ "FELLE DEBATTEN". De Locomotief (dalam bahasa Belanda). Semarang. 9 December 1927. 
  16. ^ "UIT DEN VOLKSRAAD". Maandblad van de Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht in Nederlandsch-Indië, jrg 2, 1927-1928. (dalam bahasa Belanda). 2 (10): 1–2. 1 August 1928. 
  17. ^ a b Reid, Anthony (1979). The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra. Kuala Lumpur, New York: Oxford University Press. hlm. 65. ISBN 019580399X. 
  18. ^ Sufi, Rusdi (1998). Gerakan nasionalisme di Aceh (1900-1942). Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh. hlm. 48–9. ISBN 979-95312-4-1. 
  19. ^ Agung, Ide Anak Agung Gde (1993). Kenangan masa lampau : zaman kolonial Hindia Belanda dan zaman pendudukan Jepang di Bali (edisi ke-1). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 106. ISBN 9789794611562. 
  20. ^ "COMMISSIES AD HOC". Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1935. (dalam bahasa Belanda). 2: 79. 1935. 
  21. ^ Reid, Anthony; Saya, Shiraishi (1976). "Rural Unrest in Sumatra, 1942 a Japanese Report". Indonesia (21): 117. doi:10.2307/3350959. ISSN 0019-7289. 
  22. ^ "Indië Volksraadsverkiezing". Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). Batavia [Jakarta]. 17 January 1939. hlm. 2. 
  23. ^ Gonggong, Anhar (1985). Muhammad Husni Thamrin. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 71–2. 
  24. ^ "Nieuwe fractie wenscht tot een onafhankelijk Indonesia mede te werken". De Sumatra post (dalam bahasa Belanda). Medan. 13 July 1939. hlm. 3. 
  25. ^ "Soangkoepon slaat op hol". Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad (dalam bahasa Belanda). 's-Gravenhage. 9 June 1939. hlm. 4. 
  26. ^ a b "ONZE OOST De petitie Soeangkoepon Voor een volwaardig parlement". Algemeen Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Amsterdam. 16 November 1939. 
  27. ^ a b c "PARLEMENT VOOR INDIË. De petitie van de Inheemschen tot de Tweede Kamer". De Indische Courant (dalam bahasa Belanda). Surabaya. 6 November 1939. hlm. 1. 
  28. ^ "Soeangkoepon". De Sumatra post (dalam bahasa Belanda). Medan. 14 November 1940. hlm. 2. 
  29. ^ "Onderscheidingen op Sumatra". De Sumatra post (dalam bahasa Belanda). Medan. 30 August 1940. hlm. 2. 
  30. ^ Amini, Mutiah (2021). Sejarah organisasi perempuan Indonesia : (1928-1998) (edisi ke-Cetakan pertama). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 61. ISBN 9786023869602. 
  31. ^ Fusayama, Takao (2010). A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war. Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 95–9. ISBN 9786028397193. 
  32. ^ "Sumatra en wat daar gebeurd is". De stem van Nederland; voorheen Londensch Vrij Nederland-onafhankelijk weekblad voor alle Nederlanders. (dalam bahasa Belanda). 7 (7): 4–6. 21 September 1946. 
  33. ^ Reid, Anthony (1979). The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra. Kuala Lumpur, New York: Oxford University Press. hlm. 110. ISBN 019580399X. 
  34. ^ Fusayama, Takao (2010). A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war. Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 53–4. ISBN 9786028397193. 
  35. ^ Reid, Anthony (1979). The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra. Kuala Lumpur, New York: Oxford University Press. hlm. 164–5. ISBN 019580399X. 
  36. ^ Reid, Anthony (1979). The blood of the people : revolution and the end of traditional rule in northern Sumatra. Kuala Lumpur, New York: Oxford University Press. hlm. 170–3. ISBN 019580399X. 
  37. ^ a b c Fusayama, Takao (2010). A Japanese memoir of Sumatra, 1945-1946 : love and hatred in the liberation war. Jakarta: Equinox Publishing. hlm. 194–200. ISBN 9786028397193.