Lompat ke isi

Periode Afrika basah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
link > Glasial Maksimum Terakhir
→‎Penyebab: -> orbital dan albedo
Baris 16: Baris 16:
== Penyebab ==
== Penyebab ==
[[Berkas:Milankovitch_Variations.png|jmpl|Grafik [[Siklus Milankovitch|siklus Milankovich]] selama satu juta tahun terakhir]]
[[Berkas:Milankovitch_Variations.png|jmpl|Grafik [[Siklus Milankovitch|siklus Milankovich]] selama satu juta tahun terakhir]]
Periode Afrika basah disebabkan oleh [[Muson|muson Afrika Barat]] yang lebih kuat {{Sfn|Burrough|Thomas|2013|p=29}} yang didikte oleh perubahan [[Penyinaran surya|radiasi matahari]] dan umpan balik [[albedo]]. {{Sfn|Skinner|Poulsen|2016|p=349}} Hal-hal tersebut menyebabkan peningkatan uap air dari Atlantik khatulistiwa ke Afrika Barat, serta dari [[Samudra Atlantik|Atlantik Utara]] dan [[Laut Tengah|Laut Mediterania]] ke pantai Mediterania Afrika.{{Sfn|Vermeersch|Linseele|Marinova|2008|p=395}} {{Sfn|Röhl|Lamy|Bickert|Jahn|2008|p=673}} Terdapat interaksi yang kompleks antara sirkulasi atmosfer ekstratropis dan antara uap air yang berasal dari [[Samudra Atlantik]] dan [[Samudra Hindia]],{{Sfn|Mercuri|D'Andrea|Fornaciari|Höhn|2018|p=219}} dan ''overlap'' antara area yang basah oleh muson Afrika dan area yang basah oleh [[siklon ekstratropis]].{{Sfn|Baumhauer|2004|p=290}}
Periode Afrika basah disebabkan oleh [[Muson|muson Afrika Barat]] yang lebih kuat {{Sfn|Burrough|Thomas|2013|p=29}} yang didikte oleh perubahan [[Penyinaran surya|radiasi matahari]] dan umpan balik [[albedo]]. {{Sfn|Skinner|Poulsen|2016|p=349}} Hal-hal tersebut menyebabkan peningkatan uap air dari Atlantik khatulistiwa ke Afrika Barat, serta dari [[Samudra Atlantik|Atlantik Utara]] dan [[Laut Tengah|Laut Mediterania]] ke pantai Mediterania Afrika.{{Sfn|Vermeersch|Linseele|Marinova|2008|p=395}} {{Sfn|Röhl|Lamy|Bickert|Jahn|2008|p=673}} Terdapat interaksi yang kompleks antara sirkulasi atmosfer ekstratropis dan antara uap air yang berasal dari [[Samudra Atlantik]] dan [[Samudra Hindia]],{{Sfn|Mercuri|D'Andrea|Fornaciari|Höhn|2018|p=219}} dan ''overlap'' antara area yang basah oleh muson Afrika dan area yang basah oleh [[siklon ekstratropis]].{{Sfn|Baumhauer|2004|p=290}} Penyebabnya antara lain: perubahan orbital bumi, umpan-balik Albedo, perubahan zona konvergensi intertropis, dan perubahan curah hujan di Afrika Timur.


# Perubahan Orbital Bumi
=== Perubahan orbital bumi ===
Periode Afrika basah terjadi karena adanya peningkatan [[Penyinaran surya|insolasi]] musim panas di belahan bumi utara.{{Sfn|Peck|Scholz|King|Heil|2015|p=140}} Akibat adanya [[Presesi|''presesi'']] (perubahan orientasi sumbu rotasi), berdampak pada perubahan musim panas.{{Sfn|Shi|Liu|2009|p=3721}} Antara 11.000 hingga 10.000 tahun yang lalu, bumi melewati perihelion pada saat [[titik balik matahari musim panas]], sehingga meningkatkan jumlah radiasi matahari sekitar 8%,{{Sfn|Menocal|Ortiz|Guilderson|Adkins|2000|p=347}} mengakibatkan [[Muson|monsun Afrika]] menjadi lebih kuat hingga menjangkau lebih jauh ke utara.{{Sfn|Menocal|2015|p=1}} Antara 15.000 dan 5.000 tahun yang lalu, insolasi musim panas setidaknya 4% lebih tinggi daripada hari ini. {{Sfn|McGee|deMenocal|2017|p=3}} [[Kemiringan sumbu]] (oblikuital) juga menurun selama Holosen,{{Sfn|Hély|Braconnot|Watrin|Zheng|2009|p=672}} tetapi dampak dari perubahan ''oblikuital'' terhadap perubahan, terutama pada garis lintang tinggi dan monsun, masih belum diketahui.{{Sfn|Shi|Liu|2009|p=3722}}
# Albedo Feedback

# Perubahan Zona Konvergensi Intertropis
Saat memasuki musim panas, daratan Afrika Utara akan menerim radiasi matahari lebih kuat daripada lautan di sekitarnya, sehingga membentuk daerah [[Wilayah bertekanan rendah|bertekanan rendah]] yang akan menarik udara lembap dan curah hujan{{Sfn|Menocal|Ortiz|Guilderson|Adkins|2000|p=347}} dari Samudera Atlantik.{{Sfn|Tierney|Lewis|Cook|LeGrande|2011|p=103}} Dengan adanya insolasi musim panas, mekanisme ini akan semakin menguat{{Sfn|Renssen|Brovkin|Fichefet|Goosse|2006|p=95}} sehingga menimbulkan dorongan monsun Afrika yang juga lebih kuat hingga ke utara,{{Sfn|Hély|Braconnot|Watrin|Zheng|2009|p=672}} bahkan bisa menjangkau wilayah subtropis.{{Sfn|Menocal|Ortiz|Guilderson|Adkins|2000|p=348}}
# Perubahan Curah Hujan di Afrika Timur

''Oblikuital'' dan ''presesi'' merupakan dua variabel utama [[Siklus Milankovitch|siklus Milankovich]]; bukan saja menentukan mula dan akhir [[zaman es]],{{Sfn|Shi|Liu|2009|pp=3720–3721}} tetapi juga bertanggung jawab atas variasi kekuatan monsun.{{Sfn|Shi|Liu|2009|p=3722}} Perlu dicatat bahwa monsun belahan bumi selatan memiliki respons yang berlawanan dengan monsun belahan bumi utara terhadap perubahan ''presesi'', karena perubahan insolasinya terbalik bagi belahan bumi selatan.{{Sfn|Shi|Liu|2009|p=3723}}

=== Umpan-balik Albedo ===
Berdasakan pemodelan, perubahan orbital tidak serta merta dapat meningkatkan intensitas curah hujan secara signifikan kecuali perubahan permukaan bumi turut diperhitungkan, karena akan menentukan rasio antara radiasi matahari yang menerpa bumi dengan radiasi yang dipantulkannya, atau dikenal sebagai umpan-balik (''feedback'') [[Albedo]]. Dalam kasus PAB, perluasan vegetasi merupakan faktor penting dalam peningkatan curah hujan, baik secara intensitas maupun luasannya.{{Sfn|Menocal|Ortiz|Guilderson|Adkins|2000|p=348}}

Monsun yang menguat akiban perubahan oblikuital dan presesi, membuat curah hujan meningkat; hal ini berdampak positif pada meningkatnya vegetasi; selanjutnya radiasi matahari akan lebih banya diserap vegetasi (''umpan-balik Albedo''), sekaligus membantu menahan evaporasi air sepanjang musim panas; dan sebagai dampaknya, tersedia cukup banyak cadangan air untuk musim hujan. Perluasan vegetasi juga mengurangi polusi debu gurun pasir dan berdampak pada iklim lokal{{Sfn|Donnelly|Stager|Sushama|Zhang|2017|p=6222}} karena mengurangi pantulan radiasi matahari dan lebih efisien dalam menginduksi presipitasi.{{Sfn|Gaetani|Messori|Zhang|Flamant|2017|p=7622}} {{Sfn|Thompson|Skinner|Poulsen|Zhu|2019|p=3918}}

Cadangan air pada pepohonan dan permukaan tanah juga menambah lebih banyak uap air di musim hujan ([[evapotranspirasi]]), tetapi dampak evapotranspirasi ini kurang kentara dibandingkan efek Albedo.{{Sfn|Adkins|Menocal|Eshel|2006|p=1}} [[Fluks|Fluks panas]] di dalam tanah dan penguapan air juga dipengaruhi oleh luasan vegetasi.{{Sfn|Timm|Köhler|Timmermann|Menviel|2010|p=2613}} Selain perubahan curah hujan global, perubahan curah hujan musiman (yang dipengaruhi panjang-pendeknya [[musim kemarau]]) perlu dipertimbangkan saat menilai efek perubahan iklim pada vegetasi,{{Sfn|Servant|Buchet|Vincens|2010|p=290}} termasuk juga efek pemupukan dari peningkatan konsentrasi [[karbon dioksida]] di atmosfer.{{Sfn|Timm|Köhler|Timmermann|Menviel|2010|p=2613}}


== Berlangsungnya Afrika basah ==
== Berlangsungnya Afrika basah ==

Revisi per 22 Desember 2022 13.34

Selama Periode Afrika basah, sebagian besar Afrika Utara ditutupi oleh rumput, pohon, dan danau; dan wilayah Sahara bukanlah gurun pasir.

Periode Afrika basah (African humid period), disingkat PAB, adalah suatu periodisasi cuaca dari jaman Pleistosen akhir hingga Holosen di mana iklim di Afrika bagian utara lebih basah daripada saat ini. Pada periode itu sebagian besar Gurun Sahara masih ditutup oleh rerumputan dan pohon, serta terdapat berbagai sungai dan danau. Penyebabnya antara lain menguatnya muson Afrika.

Periode Afrika basah dimulai sekitar 14.600–14.500 tahun yang lalu pada masa akhir Zaman Es. Danau Chad terbentuk atau meluas, gletser es menutupi Gunung Kilimanjaro, dan gurun pasir menyusut. Lalu terjadi dua fluktuasi cuaca kering (menurunnya temperatur bumi), yakni pada kurun dryas terakhir dan peristiwa 8,2 ribu tahun di mana temperatur bumi menurun drastis. Periode Afrika basah berakhir 6.000–5.000 tahun yang lampau, atau selama periode dingin Osilasi Piora. Meski beberapa fakta menunjukan bahwa hal ini terjadi pada 5.500 tahun yang lalu, namun di beberapa tempat seperti di Sahel, Jazirah Arab, dan Afrika Timur, Periode Afrika basah berakhir sekitar peristiwa 4,2 ribu tahun (kekeringan global).

Periode Afrika basah (PAB) ditandai dengan penyebaran penduduk dan luasnya area yang dihuni manusia di wilayah Gurun Sahara dan Gurun Arab, dan berdampak positif pada perkembangan budaya di Afrika, seperti lahirnya peradaban Mesir Kuno. Orang-orang di Sahara bukan saja hidup sebagai pemburu-pengumpul tetapi juga melakukan domestifikasi sapi, kambing, dan domba. PAB menyisakan beberapa peninggalan seperti artefak perahu tertua di dunia, dan lukisan-lukisan gua seperti di Gua Perenang dan di Pegunungan Acacus. Ketika periode basah berakhir, manusia berangsur-angsur meninggalkan tempat tinggal mereka yang kini menjadi gurun; mereka umumnya bermigrasi ke tempat-tempa basah seperti Lembah Nil dan Lembah Mesopotamia.

Terminologi

Periode basah atau lembab di Afrika/Sahara umumnya disebut sebagai "Periode Afrika basah",[1] di samping beberapa periodisasi basah/kering yang telah ditetapkan untuk wilayah Afrika Tengah.[2] Secara umum, jenis fluktuasi iklim basah/kering ini masing-masing dikenal sebagai pluvial dan interpluvial.[3] Namun karena PAB tidak berlaku di seluruh benua Afrika, Williams et al. 2019 merekomendasikan agar istilah tersebut diubah.

Istilah lain yang digunakan adalah "Periode Holosen Afrika-Basah", atau kerap disingkat "Periode Holosen Basah", yang mencakup sebagian wilayah Afrika serta Arab dan Asia;[4] "episode basah awal dan pertengahan Holosen";[5] "Holosene Pluvial"; [6] "Fase Basah Holosen"; [7] "Kibangien A" di Afrika Tengah;[8] "Makalian" untuk periode Neolitik di Sudan utara; [9] "Fase Basah Nabtian" [10] atau "periode Nabtian" untuk periode basah 14.000–6.000 di sepanjang Mediterania Timur dan Levant ; [11] "Neolitik Pluvial"; "Neolitik Subpluvial"; [7] "Neolitik fase basah"; "Nouakchottien" di Sahara Barat 6.500–4.000 tahun yang lampau; [12] "Subpluvial II" dan "Tchadien" di Sahara Tengah pada 14.000–7.500 tahun lampau.[12]

Istilah "Léopoldvillien" [13] dan Ogolien [fr] telah diterapkan pada periode kering dalam Glasial Maksimum Terakhir,[14] yang terakhir setara dengan "Kanemian"; [15] "Periode kering Kanemian" mengacu pada periode kering antara 20.000 dan 13.000 tahun lampau untuk daerah Danau Chad.[16]

Penyebab

Grafik siklus Milankovich selama satu juta tahun terakhir

Periode Afrika basah disebabkan oleh muson Afrika Barat yang lebih kuat [17] yang didikte oleh perubahan radiasi matahari dan umpan balik albedo. [18] Hal-hal tersebut menyebabkan peningkatan uap air dari Atlantik khatulistiwa ke Afrika Barat, serta dari Atlantik Utara dan Laut Mediterania ke pantai Mediterania Afrika.[19] [20] Terdapat interaksi yang kompleks antara sirkulasi atmosfer ekstratropis dan antara uap air yang berasal dari Samudra Atlantik dan Samudra Hindia,[21] dan overlap antara area yang basah oleh muson Afrika dan area yang basah oleh siklon ekstratropis.[22] Penyebabnya antara lain: perubahan orbital bumi, umpan-balik Albedo, perubahan zona konvergensi intertropis, dan perubahan curah hujan di Afrika Timur.

Perubahan orbital bumi

Periode Afrika basah terjadi karena adanya peningkatan insolasi musim panas di belahan bumi utara.[23] Akibat adanya presesi (perubahan orientasi sumbu rotasi), berdampak pada perubahan musim panas.[24] Antara 11.000 hingga 10.000 tahun yang lalu, bumi melewati perihelion pada saat titik balik matahari musim panas, sehingga meningkatkan jumlah radiasi matahari sekitar 8%,[25] mengakibatkan monsun Afrika menjadi lebih kuat hingga menjangkau lebih jauh ke utara.[26] Antara 15.000 dan 5.000 tahun yang lalu, insolasi musim panas setidaknya 4% lebih tinggi daripada hari ini. [27] Kemiringan sumbu (oblikuital) juga menurun selama Holosen,[28] tetapi dampak dari perubahan oblikuital terhadap perubahan, terutama pada garis lintang tinggi dan monsun, masih belum diketahui.[29]

Saat memasuki musim panas, daratan Afrika Utara akan menerim radiasi matahari lebih kuat daripada lautan di sekitarnya, sehingga membentuk daerah bertekanan rendah yang akan menarik udara lembap dan curah hujan[25] dari Samudera Atlantik.[30] Dengan adanya insolasi musim panas, mekanisme ini akan semakin menguat[31] sehingga menimbulkan dorongan monsun Afrika yang juga lebih kuat hingga ke utara,[28] bahkan bisa menjangkau wilayah subtropis.[32]

Oblikuital dan presesi merupakan dua variabel utama siklus Milankovich; bukan saja menentukan mula dan akhir zaman es,[33] tetapi juga bertanggung jawab atas variasi kekuatan monsun.[29] Perlu dicatat bahwa monsun belahan bumi selatan memiliki respons yang berlawanan dengan monsun belahan bumi utara terhadap perubahan presesi, karena perubahan insolasinya terbalik bagi belahan bumi selatan.[34]

Umpan-balik Albedo

Berdasakan pemodelan, perubahan orbital tidak serta merta dapat meningkatkan intensitas curah hujan secara signifikan kecuali perubahan permukaan bumi turut diperhitungkan, karena akan menentukan rasio antara radiasi matahari yang menerpa bumi dengan radiasi yang dipantulkannya, atau dikenal sebagai umpan-balik (feedback) Albedo. Dalam kasus PAB, perluasan vegetasi merupakan faktor penting dalam peningkatan curah hujan, baik secara intensitas maupun luasannya.[32]

Monsun yang menguat akiban perubahan oblikuital dan presesi, membuat curah hujan meningkat; hal ini berdampak positif pada meningkatnya vegetasi; selanjutnya radiasi matahari akan lebih banya diserap vegetasi (umpan-balik Albedo), sekaligus membantu menahan evaporasi air sepanjang musim panas; dan sebagai dampaknya, tersedia cukup banyak cadangan air untuk musim hujan. Perluasan vegetasi juga mengurangi polusi debu gurun pasir dan berdampak pada iklim lokal[35] karena mengurangi pantulan radiasi matahari dan lebih efisien dalam menginduksi presipitasi.[36] [37]

Cadangan air pada pepohonan dan permukaan tanah juga menambah lebih banyak uap air di musim hujan (evapotranspirasi), tetapi dampak evapotranspirasi ini kurang kentara dibandingkan efek Albedo.[38] Fluks panas di dalam tanah dan penguapan air juga dipengaruhi oleh luasan vegetasi.[39] Selain perubahan curah hujan global, perubahan curah hujan musiman (yang dipengaruhi panjang-pendeknya musim kemarau) perlu dipertimbangkan saat menilai efek perubahan iklim pada vegetasi,[40] termasuk juga efek pemupukan dari peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer.[39]

Berlangsungnya Afrika basah

Vegetasi Afrika selama Glasial Maksimum Terakhir

Periode Afrika basah (PAB) terjadi pada akhir jaman Pleistosen akhir[25] hinggaawal-pertengahan Holosen,[41] yang ditandai dengan peningkatan curah hujan di Afrika Utara dan Afrika Barat yang disebabkan migrasi sabuk hujan tropis ke utara.[23] [42]

Pra-PAB, selama jaman Es Terakhir, Sahara dan Sahel sangat lah kering[38] dengan curah hujan yang lebih rendah dari hari ini[43] [44] sebagaimana tercermin dari luasnya lapisan bukit pasir dan ketinggian air di danau pada jaman itu.[38] Luas Sahara memanjang 500–800 kilometer (310–500 mi) lebih jauh ke selatan[45] dengan perbedaan garis lintang 5°. [46] Bukit pasir hampir mencapai khatulistiwa,[45] [47] [a] dan hutan hujan jauh mundur ke selatan.[13] [51]

Fase Awal

Akhir dari kekeringan akibat Zaman Es terjadi antara 17.000 dan 11.000 tahun yang lalu;[52] dengan perubahan awal tercatat di pegunungan Sahara [53] [51] pada 18.500 tahun yang lalu,[54] di Afrika Selatan dan Afrika Tengah, masing-masing mulai 17.000 dan 17.500 tahun yang lalu,[55] [8] sementara sekitar wilayah Danau Malawi pada 10.000 tahun yang lalu.[56]

Meningkatnya tinggi permukaan air danau tercatat di Pegunungan Jebel antara 15.000 dan 14.000 tahun yang lalu.[57] Sekitar 14.500 tahun yang lalu, danau-danau mulai muncul di daerah-daerah gersang.[58]

Fase Puncak

Periode basah dimulai sekitar 15.000 tahun lampau [55] [59] hingga 14.500 tahun lampau.[b] [25] Permulaan periode basah terjadi serentak di hampir seluruh wilayah Afrika Utara[c] dan Afrika Tropis,[63] yang dampaknya terlihat hingga Santo Antão di Tanjung Verde. Di Jazirah Arab, periode basah secara gradual bergerak ke utara dalam masa 2000 tahun lebih lambat.[62] [64]

Pada 15.000–14.500 tahun yang lalu, Danau Victoria terbentuk dan meluap; [58] Danau Albert juga meluap ke Sungai Nil Putih;[57] [65] dan begitu pula Danau Tana ke Sungai Nil Biru.[57] Sungai Nil Putih membanjiri sebagian dasnya dan menyambung kembali ke sungai Nil utama.[59] [d]

Di wilayah Mesir terjadi banjir yang meluas akibat "Sungai Nil Liar";[57] dan periode "Nil Liar"[67] ini menyebabkan banjir terbesar yang tercatat dalam sejarah.[68] Terjadi lebih awal, yakni pada 17.000–16.800 tahun yang lalu, lelehan gletser membasahi Ethiopia sehingga mungkin telah menyebabkan peningkatan aliran air dan sedimen di Sungai Nil. [69] Di Afrika Timur, permukaan air danau mulai meningkat sekitar 15.500/15.000[70] hingga 12.000 tahun yang lalu; [71] seperti meluapnya Danau Kivu ke Danau Tanganyika sekitar 10.500 tahun yang lalu.[72]

Fase Akhir

Suhu di Greenland selama masa Driyas Terkini

Periode Afrika basah berakhir sekitar 6.000–5.000 tahun yang lalu;[32] [73] dan kurun 5.500 tahun yang lampau umumnya digunakan.[74] Setelah menurunnya vegetasi,[43] Sahara menjadi tandus dan dikuasai gurun pasir.[26] Erosi angin meningkat di Afrika utara,[75] dan ekspor debu dari gurun yang sekarang [76] dan dari danau yang mengering [77] seperti Bodélé Basin terus bertambah dan menjadi produsen sumber debu terbesar di Bumi saat ini.[78] Danau-danau mengering, vegetasi menghilang, dan masyarakat menetap digantikan oleh budaya nomaden.[32] Transisi dari "Sahara Hijau" ke "Sahara Kering" saat ini dianggap sebagai transisi lingkungan terbesar;[79] dan hari ini hampir tidak ada hujan yang turun di wilayah tersebut.[25] Akhir dan awal PAB dapat dianggap sebagai "krisis iklim" di Sahara, mengingat dampaknya yang kuat dan berkepanjangan.[80]

Periode dingin Osilasi Piora di Pegunungan Alpen [81] bertepatan dengan akhir PAB; [82] [83] dan periode 5.600–5.000 tahun yang lalu ditandai oleh pendinginan yang meluas dan perubahan curah hujan yang lebih bervariasi di seluruh dunia[83] dan kemungkinan didorong oleh perubahan aktivitas matahari dan parameter orbit.[84] Beberapa perubahan iklim mungkin meluas hingga Australia, Amerika Tengah dan ke Amerika Selatan.

Perubahan besar lingkungan pan-tropis terjadi sekitar 4.000 tahun yang lalu.[85] Perubahan ini disertai dengan runtuhnya peradaban kuno, kekeringan parah di Afrika, Asia dan Timur Tengah, dan susutnya gletser di Gunung Kilimanjaro[86] dan Gunung Kenya.[87]

  • Sahara dan Sahel
  • Afrika Timur dan Jazirah Arabia
  • Mediterania
  • Afrika Barat (Wilayah Tropis)
  • Afrika Tengah
  • Afrika selatan Katulistiwa

Fluktuasi kelembaban

Beberapa gap curah hujan yang lebih sedikit terjadi selama akhir Zaman Es dan Holosen.[88] Selama Driyas Terkini pada 12.500–11.500 tahun yang lalu, Atlantik Utara dan Eropa menjadi jauh lebih dingin dan terjadi fase kekeringan di wilayah yang terpengaruh PAB,[89] [90] termasuk Afrika Timur, [e] [92] di mana permukaan danau turun di banyak tempat,[93] [94] khususnya di Afrika Selatan[95] dan Afrika Barat. Interval kering meluas ke India [92] dan Mediterania [96] di mana aktivitas bukit pasir terjadi di Negev.[97] Pada akhir Driyas Terkini, curah hujan, kenaikan muka danau, dan limpasan sungai meningkat, meskipun di selatan khatulistiwa kembalinya kondisi lembab lebih lambat daripada perubahan yang relatif tiba-tiba ke utara. [98] [99]

Dampak Afrika basah

Vegetasi dan air pada masa Holosen (atas) dan masa Eemian (bawah).

Periode Afrika basah meliputi wilayah Sahara dan meluas hingga ke timur,[100] Afrika tenggara dan Afrika khatulistiwa. Secara umum, vegetasi dan hutan meluas di seluruh benua Afrika.[101] Selain itu debit sungai meningkat dan berbagai danau terbentuk.

Debit sungai Kongo, Niger, Nil, Ntem, [6] Rufiji, [102] dan Sanaga meningkat. Limpasan dari Aljazair, Afrika khatulistiwa, Afrika timur laut, dan Sahara barat juga lebih besar. [103] Perubahan morfologi sistem sungai dan dataran aluvialnya terjadi sebagai respons terhadap peningkatan debit, [8] [6] dan Sungai Senegal memperluas dasar sungainya, [104] menembus bukit pasir dan masuk kembali ke Samudra Atlantik.[105]

Episode basah serupa terjadi di Amerika tropis, Cina, Asia,[42][38] India,[106]  wilayah Makran, Timur Tengah dan Semenanjung Arab[107][107] dan tampaknya berhubungan dengan gaya orbit yang sama dengan PAB.[107]  Episode muson awal Holosen meluas hingga Gurun Mojave di Amerika Utara. Sebaliknya, episode yang lebih kering tercatat dari sebagian besar Amerika Selatan di mana Danau Titicaca, Danau Junin, debit Sungai Amazon dan ketersediaan air di Atacama lebih rendah.[108]

  1. Flora dan fauna di Sahara
  2. Danau dan sungai di Sahara
  3. Masayarakat domestik di Sahara
  4. Jazirah Arabia
  5. Afrika Timur
  6. Hutan Hujan di Afrika
  7. Levant dan Mediterania
  8. Afrika selatan Katulistiwa

Catatan

  1. ^ Active dunes also formed in Arabia, Israel[48] and the exposed seafloor of the Persian Gulf[49] where dust generation increased.[50]
  2. ^ Earlier it was thought that it had started about 9,000 years ago, before it was found that it probably began earlier and was interrupted by the Younger Dryas;[38] the older hypothesis has not been entirely abandoned.[60] Some lake level curves indicate a stepwise increase of lake levels 15,000 ± 500 and 11,500–10,800 years ago, before and after the Younger Dryas.[61]
  3. ^ Whether it commenced first in the eastern Sahara is unclear.[62]
  4. ^ This was originally believed to have occurred 7,000 or 13,000 years before present,[59] but a more recent suggestion indicates a reconnection of the Nile 14,000–15,000 years ago.[66]
  5. ^ There is conflicting evidence on whether the Younger Dryas was wetter or drier in tropical southeastern Africa.[91]

Referensi

  1. ^ Krüger et al. 2017, hlm. 1.
  2. ^ Sangen 2012, hlm. 144.
  3. ^ Médail et al. 2013, hlm. 1.
  4. ^ Lézine et al. 2017, hlm. 68.
  5. ^ Linstädter 2008, hlm. 56.
  6. ^ a b c Runge 2013, hlm. 81.
  7. ^ a b Olsen 2017, hlm. 90.
  8. ^ a b c Sangen 2012, hlm. 213.
  9. ^ Spinage 2012, hlm. 71.
  10. ^ Said 1993, hlm. 128.
  11. ^ Revel et al. 2010, hlm. 1357.
  12. ^ a b Baumhauer & Runge 2009, hlm. 10.
  13. ^ a b Sangen 2012, hlm. 211.
  14. ^ Soriano et al. 2009, hlm. 2.
  15. ^ Pachur & Altmann 2006, hlm. 32.
  16. ^ Sepulchre et al. 2008, hlm. 42.
  17. ^ Burrough & Thomas 2013, hlm. 29.
  18. ^ Skinner & Poulsen 2016, hlm. 349.
  19. ^ Vermeersch, Linseele & Marinova 2008, hlm. 395.
  20. ^ Röhl et al. 2008, hlm. 673.
  21. ^ Mercuri et al. 2018, hlm. 219.
  22. ^ Baumhauer 2004, hlm. 290.
  23. ^ a b Peck et al. 2015, hlm. 140.
  24. ^ Shi & Liu 2009, hlm. 3721.
  25. ^ a b c d e Menocal et al. 2000, hlm. 347.
  26. ^ a b Menocal 2015, hlm. 1.
  27. ^ McGee & deMenocal 2017, hlm. 3.
  28. ^ a b Hély et al. 2009, hlm. 672.
  29. ^ a b Shi & Liu 2009, hlm. 3722.
  30. ^ Tierney et al. 2011, hlm. 103.
  31. ^ Renssen et al. 2006, hlm. 95.
  32. ^ a b c d Menocal et al. 2000, hlm. 348.
  33. ^ Shi & Liu 2009, hlm. 3720–3721.
  34. ^ Shi & Liu 2009, hlm. 3723.
  35. ^ Donnelly et al. 2017, hlm. 6222.
  36. ^ Gaetani et al. 2017, hlm. 7622.
  37. ^ Thompson et al. 2019, hlm. 3918.
  38. ^ a b c d e Adkins, Menocal & Eshel 2006, hlm. 1.
  39. ^ a b Timm et al. 2010, hlm. 2613.
  40. ^ Servant, Buchet & Vincens 2010, hlm. 290.
  41. ^ Quade et al. 2018, hlm. 1.
  42. ^ a b Costa et al. 2014, hlm. 58.
  43. ^ a b Schefuß et al. 2017, hlm. 2.
  44. ^ Coutros 2019, hlm. 4.
  45. ^ a b Williams et al. 2010, hlm. 1131.
  46. ^ Riemer 2006, hlm. 554–555.
  47. ^ Baumhauer & Runge 2009, hlm. 28.
  48. ^ Muhs et al. 2013, hlm. 29.
  49. ^ Kennett & Kennett 2007, hlm. 235.
  50. ^ Petraglia & Rose 2010, hlm. 45.
  51. ^ a b Pachur & Altmann 2006, hlm. 6.
  52. ^ Zerboni & Gatto 2015, hlm. 307.
  53. ^ Pachur & Altmann 2006, hlm. 11.
  54. ^ Pachur & Altmann 2006, hlm. 601.
  55. ^ a b Junginger et al. 2014, hlm. 12.
  56. ^ Talbot et al. 2007, hlm. 4.
  57. ^ a b c d Williams et al. 2010, hlm. 1132.
  58. ^ a b Menocal et al. 2000, hlm. 354.
  59. ^ a b c Williams et al. 2006, hlm. 2652.
  60. ^ Reid et al. 2019, hlm. 9.
  61. ^ Battarbee, Gasse & Stickley 2004, hlm. 242.
  62. ^ a b Bendaoud et al. 2019, hlm. 528.
  63. ^ Peck et al. 2015, hlm. 142.
  64. ^ Petraglia & Rose 2010, hlm. 46.
  65. ^ Williams et al. 2010, hlm. 1129.
  66. ^ Williams et al. 2006, hlm. 2664.
  67. ^ Blanchet, Contoux & Leduc 2015, hlm. 225.
  68. ^ Runge 2010, hlm. 237.
  69. ^ Revel et al. 2010, hlm. 1358.
  70. ^ Barker et al. 2002, hlm. 302.
  71. ^ Moeyersons et al. 2006, hlm. 177.
  72. ^ Gasse 2000, hlm. 203.
  73. ^ Zerboni & Gatto 2015, hlm. 312.
  74. ^ Huang et al. 2008, hlm. 1460.
  75. ^ Dawelbeit, Jaillard & Eisawi 2019, hlm. 13.
  76. ^ Zielhofer et al. 2017, hlm. 131.
  77. ^ Krüger et al. 2017, hlm. 10.
  78. ^ Armitage, Bristow & Drake 2015, hlm. 8547.
  79. ^ Sylvestre et al. 2013, hlm. 223.
  80. ^ Menocal et al. 2000, hlm. 355.
  81. ^ Blümel 2002, hlm. 11.
  82. ^ Blümel 2002, hlm. 12.
  83. ^ a b Magny & Haas 2004, hlm. 425.
  84. ^ Hou & Wu 2020, hlm. 13.
  85. ^ Lebamba et al. 2016, hlm. 130.
  86. ^ Beer et al. 2002, hlm. 592.
  87. ^ Wendorf, Karlén & Schild 2007, hlm. 201.
  88. ^ Bristow et al. 2018, hlm. 182.
  89. ^ Niedermeyer et al. 2010, hlm. 3003.
  90. ^ Menocal et al. 2000, hlm. 354–355.
  91. ^ Cohen et al. 2008, hlm. 252.
  92. ^ a b Junginger et al. 2014, hlm. 14.
  93. ^ Wendorf, Karlén & Schild 2007, hlm. 191.
  94. ^ Bloszies, Forman & Wright 2015, hlm. 65.
  95. ^ Talbot et al. 2007, hlm. 9–10.
  96. ^ Zielhofer et al. 2016, hlm. 857.
  97. ^ Muhs et al. 2013, hlm. 34.
  98. ^ Talbot et al. 2007, hlm. 10.
  99. ^ Engel et al. 2012, hlm. 139.
  100. ^ Liu et al. 2017, hlm. 123.
  101. ^ Russell & Ivory 2018, hlm. 1.
  102. ^ Liu et al. 2017, hlm. 127.
  103. ^ Wu et al. 2017, hlm. 95.
  104. ^ Sulas & Pikirayi 2018, hlm. 126.
  105. ^ Coutros 2019, hlm. 5.
  106. ^ Heine 2019, hlm. 586.
  107. ^ a b c Huang et al. 2008, hlm. 1459.
  108. ^ Huang et al. 2008, hlm. 1461.

Sumber

Pranala luar