Lompat ke isi

Xenofanes: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Ivan Humphrey memindahkan halaman Xenophanes ke Xenofanes: φ ditransliterasikan menjadi "f" dalam alih aksara kaidah bahasa Indonesia
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Xenophanes dari [[Kolophon]]''' adalah seorang [[filsuf]] yang termasuk ke dalam [[Mazhab Elea]]. Menurut tradisi [[filsafat Yunani]], ia adalah pendiri Mazhab Elea dan guru dari [[Parmenides]].<ref name="Smith">T.V. Smith, ed. 1956. Philosophers Speaks for Themselves: From Thales to Plato. Chicago, London: The University of Chicago Press. P. 14-15.</ref><ref name="Barnes"/> Selain sebagai filsuf, ia terkenal sebagai seorang penyair.<ref name="Barnes">{{en}}Jonathan Barnes. 2001. ''Early Greek Philosophy''. London: Penguin. P. 40-47.</ref> Pemikiran-pemikiran filsafatnya disampaikan melalui puisi-puisi.<ref name="Barnes"/> Selain tema-tema filsafat, ia menulis puisi dengan tema-tema tradisional, seperti cinta, perang, permainan, dan sejarah.<ref name="Barnes"/> Ia juga berani mengkritik [[Homeros]] dan [[Hesiodos]], penyair [[Yunani]] yang terkenal pada waktu itu.<ref name="Zeller">{{en}}Edward Zeller. 1957. ''Outlines of the History of Greek Philosophy''. New York: Meridian Books. P. 57-60.</ref><ref name="Bertens"/><ref name="Avey">{{en}}Albert A. Avey. 1954. ''Handbook in the History of Philosophy''. New York: Barnes & Noble. P. 13.</ref>
'''Xenofanes dari [[Kolophon]]''' adalah seorang [[filsuf]] yang termasuk ke dalam [[Mazhab Elea]]. Menurut tradisi [[filsafat Yunani]], ia adalah pendiri Mazhab Elea dan guru dari [[Parmenides]].<ref name="Smith">T.V. Smith, ed. 1956. Philosophers Speaks for Themselves: From Thales to Plato. Chicago, London: The University of Chicago Press. P. 14-15.</ref><ref name="Barnes"/> Selain sebagai filsuf, ia terkenal sebagai seorang penyair.<ref name="Barnes">{{en}}Jonathan Barnes. 2001. ''Early Greek Philosophy''. London: Penguin. P. 40-47.</ref> Pemikiran-pemikiran filsafatnya disampaikan melalui puisi-puisi.<ref name="Barnes"/> Selain tema-tema filsafat, ia menulis puisi dengan tema-tema tradisional, seperti cinta, perang, permainan, dan sejarah.<ref name="Barnes"/> Ia juga berani mengkritik [[Homeros]] dan [[Hesiodos]], penyair [[Yunani]] yang terkenal pada waktu itu.<ref name="Zeller">{{en}}Edward Zeller. 1957. ''Outlines of the History of Greek Philosophy''. New York: Meridian Books. P. 57-60.</ref><ref name="Bertens"/><ref name="Avey">{{en}}Albert A. Avey. 1954. ''Handbook in the History of Philosophy''. New York: Barnes & Noble. P. 13.</ref>


Karya filsafatnya dalam bentuk puisi telah hilang.<ref name="Smith"/> Pada masa kemudian, karya itu diberi nama "Perihal Alam" (''Concerning Nature'').<ref name="Smith"/>
Karya filsafatnya dalam bentuk puisi telah hilang.<ref name="Smith"/> Pada masa kemudian, karya itu diberi nama "Perihal Alam" (''Concerning Nature'').<ref name="Smith"/>


== Riwayat Hidup ==
== Riwayat Hidup ==
Xenophanes berasal dari [[Kolophon]], [[Ionia]], di [[Asia Kecil]].<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Dikatakan di dalam salah satu fragmen puisinya sendiri bahwa ia meninggalkan kota asalnya pada usia 25 tahun.<ref name="Barnes"/> Ia meninggalkan kota tersebut setelah Kolophon direbut bangsa [[Persia]] pada tahun [[545 SM]].<ref name="Barnes"/><ref name="Zeller"/> Dengan demikian ia lahir sekirar tahun 570 SM.<ref name="Barnes"/> Kemudian dikatakannya pula bahwa ketika ia menulis puisi tersebut, ia telah berusia 67 tahun.<ref name="Barnes"/> Diketahui Xenophanes berusia di atas 100 tahun, Karena itu, tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 480 SM.<ref name="Barnes"/>
Xenofanes berasal dari [[Kolophon]], [[Ionia]], di [[Asia Kecil]].<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Dikatakan di dalam salah satu fragmen puisinya sendiri bahwa ia meninggalkan kota asalnya pada usia 25 tahun.<ref name="Barnes"/> Ia meninggalkan kota tersebut setelah Kolophon direbut bangsa [[Persia]] pada tahun [[545 SM]].<ref name="Barnes"/><ref name="Zeller"/> Dengan demikian ia lahir sekirar tahun 570 SM.<ref name="Barnes"/> Kemudian dikatakannya pula bahwa ketika ia menulis puisi tersebut, ia telah berusia 67 tahun.<ref name="Barnes"/> Diketahui Xenofanes berusia di atas 100 tahun, Karena itu, tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 480 SM.<ref name="Barnes"/>


Setelah meninggalkan kota Kolophon, ia melakukan perjalanan ke banyak tempat.<ref name="Bertens"/> Ada beberapa sumber kuno menyebutkan ia pernah menetap di kota [[Messina]] dan [[Katania]] di pulau [[Sisilia]].<ref name="Bertens">K. Bertens. 1990. ''Sejarah Filsafat Yunani''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 39-42.</ref> Selain itu, ia juga pernah singgah di [[Malta]], [[Pharos]], dan [[Syrakusa]].<ref name="Zeller"/> Akhirnya ia tiba di [[Elea]], [[Italia]] Selatan, dan menetap di sana.<ref name="Zeller"/> Diketahui bahwa Xenophanes mengarang suatu syair ketika kota Elea didirikan pada tahun 540 SM.<ref name="Bertens"/>
Setelah meninggalkan kota Kolophon, ia melakukan perjalanan ke banyak tempat.<ref name="Bertens"/> Ada beberapa sumber kuno menyebutkan ia pernah menetap di kota [[Messina]] dan [[Katania]] di pulau [[Sisilia]].<ref name="Bertens">K. Bertens. 1990. ''Sejarah Filsafat Yunani''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 39-42.</ref> Selain itu, ia juga pernah singgah di [[Malta]], [[Pharos]], dan [[Syrakusa]].<ref name="Zeller"/> Akhirnya ia tiba di [[Elea]], [[Italia]] Selatan, dan menetap di sana.<ref name="Zeller"/> Diketahui bahwa Xenofanes mengarang suatu syair ketika kota Elea didirikan pada tahun 540 SM.<ref name="Bertens"/>


== Pemikiran ==
== Pemikiran ==
=== Tentang Pengetahuan ===
=== Tentang Pengetahuan ===
Xenophanes menyatakan bahwa manusia tidak dapat mendapatkan pengetahuan yang mutlak.<ref name="Ted"/> Akan tetapi, di saat yang sama, manusia harus mencari pengetahuan tersebut walaupun hanya berupa suatu kemungkinan.<ref name="Ted">{{en}}Ted Honderich (ed.). 1995. ''The Oxford Companion to Philosophy''. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 927.</ref> Hal itu ditunjukkannya melalui dua fragmen berikut:
Xenofanes menyatakan bahwa manusia tidak dapat mendapatkan pengetahuan yang mutlak.<ref name="Ted"/> Akan tetapi, di saat yang sama, manusia harus mencari pengetahuan tersebut walaupun hanya berupa suatu kemungkinan.<ref name="Ted">{{en}}Ted Honderich (ed.). 1995. ''The Oxford Companion to Philosophy''. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 927.</ref> Hal itu ditunjukkannya melalui dua fragmen berikut:
: "Dewa-dewi tidak menyatakan segala sesuatu kepada manusia sejak awalnya, tetapi setelah waktu berlalu, manusia menemukan banyak hal dengan cara mencarinya sendiri."(fragmen 18)<ref name="Ancient">{{en}}Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In ''The Blackwell Guide to Ancient Philosophy''. Christopher Shields, ed. p. 5-26. Malden: Blackwell Publishing.</ref>
: "Dewa-dewi tidak menyatakan segala sesuatu kepada manusia sejak awalnya, tetapi setelah waktu berlalu, manusia menemukan banyak hal dengan cara mencarinya sendiri."(fragmen 18)<ref name="Ancient">{{en}}Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In ''The Blackwell Guide to Ancient Philosophy''. Christopher Shields, ed. p. 5-26. Malden: Blackwell Publishing.</ref>


: "Tidak ada manusia yang pernah melihat ataupun mengetahui kebenaran tentang dewa-dewi serta semua hal yang kukatakan. Karena jika ada orang yang berkata mengetahui semuanya, maka sebenarnya ia tidaklah tahu, melainkan hanya mempercayai tentang segala sesuatu."(fragmen 34)<ref name="Ancient"/>
: "Tidak ada manusia yang pernah melihat ataupun mengetahui kebenaran tentang dewa-dewi serta semua hal yang kukatakan. Karena jika ada orang yang berkata mengetahui semuanya, maka sebenarnya ia tidaklah tahu, melainkan hanya mempercayai tentang segala sesuatu."(fragmen 34)<ref name="Ancient"/>


Fragmen 18 menunjukkan kemungkinan mencari pengetahuan melalui penelitian.<ref name="Ancient"/> Sedangkan fragmen 34 menolak kemungkinan manusia mendapatkan pengetahuan yang mutlak, setidaknya untuk hal-hal yang menurut Xenophanes sulit.<ref name="Ancient"/> Oleh karena itu, perlu dibedakan antara kebenaran, pengetahuan, dan kepercayaan.<ref name="Ancient"/>
Fragmen 18 menunjukkan kemungkinan mencari pengetahuan melalui penelitian.<ref name="Ancient"/> Sedangkan fragmen 34 menolak kemungkinan manusia mendapatkan pengetahuan yang mutlak, setidaknya untuk hal-hal yang menurut Xenofanes sulit.<ref name="Ancient"/> Oleh karena itu, perlu dibedakan antara kebenaran, pengetahuan, dan kepercayaan.<ref name="Ancient"/>


=== Tentang "Satu yang Meliputi Semua" ===
=== Tentang "Satu yang Meliputi Semua" ===
Xenophanes menentang cara pandang orang Yunani pada waktu itu terhadap dewa-dewi.<ref name="Bertens"/> Ia memberikan kritik terutama kepada Herodotos dan Hesiodos yang memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Yunani.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Menurut kedua penyair itu, dewa-dewi melakukan pelbagai perbuatan yang memalukan, seperti pencurian, zina, dan penipuan satu sama lain.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Di sini, Xenophanes membantah [[antropomorfisme]] dewa-dewi, maksudnya penggambaran dewa-dewi dalam rupa manusia.<ref name="Bertens"/> Menurut Xenophanes, manusia selalu menaruh sifat-sifat manusia kepada dewa-dewi sesuai kehendak mereka.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Misalnya saja, dewa-dewi dilahirkan sebab manusia juga dilahirkan, dan bahwa dewa-dewi memakai pakaian, suara, dan rupa seperti manusia.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Xenophanes memberikan argumentasi sesuai bukti yang ia temukan:
Xenofanes menentang cara pandang orang Yunani pada waktu itu terhadap dewa-dewi.<ref name="Bertens"/> Ia memberikan kritik terutama kepada Herodotos dan Hesiodos yang memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Yunani.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Menurut kedua penyair itu, dewa-dewi melakukan pelbagai perbuatan yang memalukan, seperti pencurian, zina, dan penipuan satu sama lain.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Di sini, Xenofanes membantah [[antropomorfisme]] dewa-dewi, maksudnya penggambaran dewa-dewi dalam rupa manusia.<ref name="Bertens"/> Menurut Xenofanes, manusia selalu menaruh sifat-sifat manusia kepada dewa-dewi sesuai kehendak mereka.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Misalnya saja, dewa-dewi dilahirkan sebab manusia juga dilahirkan, dan bahwa dewa-dewi memakai pakaian, suara, dan rupa seperti manusia.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Xenofanes memberikan argumentasi sesuai bukti yang ia temukan:
: "Seandainya sapi, kuda, dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar seperti manusia, tentunya kuda akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai kuda, sapi akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai sapi, dan dengan demikian mereka akan menggambarkan tubuh dewa-dewi serupa dengan tubuh mereka."<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/><ref name="Ancient"/>
: "Seandainya sapi, kuda, dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar seperti manusia, tentunya kuda akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai kuda, sapi akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai sapi, dan dengan demikian mereka akan menggambarkan tubuh dewa-dewi serupa dengan tubuh mereka."<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/><ref name="Ancient"/>


: "Orang [[Etiopia]] mempunyai dewa-dewi yang berkulit hitam dan berhidung pesek, sedangkan orang-orang Thrake mengatakan bahwa dewa-dewi mereka bermata biru dan berambut merah.""<ref name="Bertens"/><ref name="Ancient"/>
: "Orang [[Etiopia]] mempunyai dewa-dewi yang berkulit hitam dan berhidung pesek, sedangkan orang-orang Thrake mengatakan bahwa dewa-dewi mereka bermata biru dan berambut merah.""<ref name="Bertens"/><ref name="Ancient"/>


Xenophanes dapat menyimpulkan bahwa antropomorfisme terhadap dewa-dewi tidaklah tepat sebab ia telah melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan melihat pelbagai kepercayaan mereka.<ref name="Avey"/> Karena itu, ia menjadi yakin bahwa semua itu bukanlah konsep dewa-dewi yang tepat.<ref name="Avey"/> Ia menyatakan bahwa sebenarnya hanya ada "Satu yang meliputi Semua".<ref name="Zeller"/> Maksudnya di sini serupa dengan konsep "Tuhan" namun tidak sama dengan [[monoteisme]] sebab ia juga menyebutnya dalam bentuk jamak.<ref name="Bertens"/>
Xenofanes dapat menyimpulkan bahwa antropomorfisme terhadap dewa-dewi tidaklah tepat sebab ia telah melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan melihat pelbagai kepercayaan mereka.<ref name="Avey"/> Karena itu, ia menjadi yakin bahwa semua itu bukanlah konsep dewa-dewi yang tepat.<ref name="Avey"/> Ia menyatakan bahwa sebenarnya hanya ada "Satu yang meliputi Semua".<ref name="Zeller"/> Maksudnya di sini serupa dengan konsep "Tuhan" namun tidak sama dengan [[monoteisme]] sebab ia juga menyebutnya dalam bentuk jamak.<ref name="Bertens"/>


Menurut Xenophanes, "yang Satu meliputi Semua" ini tidak dilahirkan dan tidak memiliki akhir, artinya bersifat kekal.<ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/> Hal ini berbeda dengan konsep dewa-dewi yang dilahirkan dan dapat mati.<ref name="Bertens"/> Ia tidak menyerupai makhluk duniawi mana pun, baik manusia ataupun binatang.<ref name="Avey"/> Ia juga tidak memiliki organ seperti manusia, tetapi mampu melihat, berpikir, dan mendengar.<ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/><ref name="Avey"/> Ia juga senantiasa menetap di tempat yang sama namun menguasai segala sesuatu dengan pikirannya saja.<ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/><ref name="Avey"/>
Menurut Xenofanes, "yang Satu meliputi Semua" ini tidak dilahirkan dan tidak memiliki akhir, artinya bersifat kekal.<ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/> Hal ini berbeda dengan konsep dewa-dewi yang dilahirkan dan dapat mati.<ref name="Bertens"/> Ia tidak menyerupai makhluk duniawi mana pun, baik manusia ataupun binatang.<ref name="Avey"/> Ia juga tidak memiliki organ seperti manusia, tetapi mampu melihat, berpikir, dan mendengar.<ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/><ref name="Avey"/> Ia juga senantiasa menetap di tempat yang sama namun menguasai segala sesuatu dengan pikirannya saja.<ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/><ref name="Avey"/>


=== Tentang Alam Semesta ===
=== Tentang Alam Semesta ===
Xenophanes berpendapat bahwa matahari berjalan terus dengan gerak lurus, dan setiap pagi terbitlah matahari baru.<ref name="Bertens"/> Gerhana disebabkan matahari jatuh ke dalam lubang.<ref name="Bertens"/> Ia juga memandang bintang-bintang sebagai awan-awan yang berapi sehingga bersinar ketika malam.<ref name="Zeller"/> Sinar itu seperti batu bara yang memerah dan ketika pagi hari api dari awan itu padam kembali.<ref name="Zeller"/> Segala sesuatu dipandang berasal dari bumi, dan bumi pula yang menjadi tujuan akhir segala sesuatu.<ref name="Barnes"/> Manusia berasal dari bumi dan air.<ref name="Barnes"/> Sedangkan laut adalah sumber dari segala air dan juga angin.<ref name="Barnes"/> Samudra yang luas menghasilkan awan-awan, angin, dan juga sungai-sungai.<ref name="Barnes"/> Pelangi dipandang sebagai awan yang berwarna-warni.<ref name="Barnes"/>
Xenofanes berpendapat bahwa matahari berjalan terus dengan gerak lurus, dan setiap pagi terbitlah matahari baru.<ref name="Bertens"/> Gerhana disebabkan matahari jatuh ke dalam lubang.<ref name="Bertens"/> Ia juga memandang bintang-bintang sebagai awan-awan yang berapi sehingga bersinar ketika malam.<ref name="Zeller"/> Sinar itu seperti batu bara yang memerah dan ketika pagi hari api dari awan itu padam kembali.<ref name="Zeller"/> Segala sesuatu dipandang berasal dari bumi, dan bumi pula yang menjadi tujuan akhir segala sesuatu.<ref name="Barnes"/> Manusia berasal dari bumi dan air.<ref name="Barnes"/> Sedangkan laut adalah sumber dari segala air dan juga angin.<ref name="Barnes"/> Samudra yang luas menghasilkan awan-awan, angin, dan juga sungai-sungai.<ref name="Barnes"/> Pelangi dipandang sebagai awan yang berwarna-warni.<ref name="Barnes"/>


Kemudian bumi berada dalam proses peredaran terus-menerus.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Tanah menjadi lumpur, lalu menjadi air laut.<ref name="Bertens"/> Sebaliknya, laut menjadi lumpur, lalu menjadi tanah.<ref name="Bertens"/> Untuk membuktikan teori ini, Xenophanes menunjukkan bahan bukti empiris, yakni fosil-fosil kerang laut.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/><ref name="Avey"/> Fosil-fosil tersebut berada dalam batu.<ref name="Bertens"/> Hal itu menunjukkan bahwa dulu batu tersebut merupakan lumpur.<ref name="Barnes"/><ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/>
Kemudian bumi berada dalam proses peredaran terus-menerus.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/> Tanah menjadi lumpur, lalu menjadi air laut.<ref name="Bertens"/> Sebaliknya, laut menjadi lumpur, lalu menjadi tanah.<ref name="Bertens"/> Untuk membuktikan teori ini, Xenofanes menunjukkan bahan bukti empiris, yakni fosil-fosil kerang laut.<ref name="Barnes"/><ref name="Bertens"/><ref name="Avey"/> Fosil-fosil tersebut berada dalam batu.<ref name="Bertens"/> Hal itu menunjukkan bahwa dulu batu tersebut merupakan lumpur.<ref name="Barnes"/><ref name="Zeller"/><ref name="Bertens"/>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 1 Mei 2023 14.28

Xenofanes dari Kolophon adalah seorang filsuf yang termasuk ke dalam Mazhab Elea. Menurut tradisi filsafat Yunani, ia adalah pendiri Mazhab Elea dan guru dari Parmenides.[1][2] Selain sebagai filsuf, ia terkenal sebagai seorang penyair.[2] Pemikiran-pemikiran filsafatnya disampaikan melalui puisi-puisi.[2] Selain tema-tema filsafat, ia menulis puisi dengan tema-tema tradisional, seperti cinta, perang, permainan, dan sejarah.[2] Ia juga berani mengkritik Homeros dan Hesiodos, penyair Yunani yang terkenal pada waktu itu.[3][4][5]

Karya filsafatnya dalam bentuk puisi telah hilang.[1] Pada masa kemudian, karya itu diberi nama "Perihal Alam" (Concerning Nature).[1]

Riwayat Hidup

Xenofanes berasal dari Kolophon, Ionia, di Asia Kecil.[2][4] Dikatakan di dalam salah satu fragmen puisinya sendiri bahwa ia meninggalkan kota asalnya pada usia 25 tahun.[2] Ia meninggalkan kota tersebut setelah Kolophon direbut bangsa Persia pada tahun 545 SM.[2][3] Dengan demikian ia lahir sekirar tahun 570 SM.[2] Kemudian dikatakannya pula bahwa ketika ia menulis puisi tersebut, ia telah berusia 67 tahun.[2] Diketahui Xenofanes berusia di atas 100 tahun, Karena itu, tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 480 SM.[2]

Setelah meninggalkan kota Kolophon, ia melakukan perjalanan ke banyak tempat.[4] Ada beberapa sumber kuno menyebutkan ia pernah menetap di kota Messina dan Katania di pulau Sisilia.[4] Selain itu, ia juga pernah singgah di Malta, Pharos, dan Syrakusa.[3] Akhirnya ia tiba di Elea, Italia Selatan, dan menetap di sana.[3] Diketahui bahwa Xenofanes mengarang suatu syair ketika kota Elea didirikan pada tahun 540 SM.[4]

Pemikiran

Tentang Pengetahuan

Xenofanes menyatakan bahwa manusia tidak dapat mendapatkan pengetahuan yang mutlak.[6] Akan tetapi, di saat yang sama, manusia harus mencari pengetahuan tersebut walaupun hanya berupa suatu kemungkinan.[6] Hal itu ditunjukkannya melalui dua fragmen berikut:

"Dewa-dewi tidak menyatakan segala sesuatu kepada manusia sejak awalnya, tetapi setelah waktu berlalu, manusia menemukan banyak hal dengan cara mencarinya sendiri."(fragmen 18)[7]
"Tidak ada manusia yang pernah melihat ataupun mengetahui kebenaran tentang dewa-dewi serta semua hal yang kukatakan. Karena jika ada orang yang berkata mengetahui semuanya, maka sebenarnya ia tidaklah tahu, melainkan hanya mempercayai tentang segala sesuatu."(fragmen 34)[7]

Fragmen 18 menunjukkan kemungkinan mencari pengetahuan melalui penelitian.[7] Sedangkan fragmen 34 menolak kemungkinan manusia mendapatkan pengetahuan yang mutlak, setidaknya untuk hal-hal yang menurut Xenofanes sulit.[7] Oleh karena itu, perlu dibedakan antara kebenaran, pengetahuan, dan kepercayaan.[7]

Tentang "Satu yang Meliputi Semua"

Xenofanes menentang cara pandang orang Yunani pada waktu itu terhadap dewa-dewi.[4] Ia memberikan kritik terutama kepada Herodotos dan Hesiodos yang memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Yunani.[2][4] Menurut kedua penyair itu, dewa-dewi melakukan pelbagai perbuatan yang memalukan, seperti pencurian, zina, dan penipuan satu sama lain.[2][4] Di sini, Xenofanes membantah antropomorfisme dewa-dewi, maksudnya penggambaran dewa-dewi dalam rupa manusia.[4] Menurut Xenofanes, manusia selalu menaruh sifat-sifat manusia kepada dewa-dewi sesuai kehendak mereka.[2][4] Misalnya saja, dewa-dewi dilahirkan sebab manusia juga dilahirkan, dan bahwa dewa-dewi memakai pakaian, suara, dan rupa seperti manusia.[2][4] Xenofanes memberikan argumentasi sesuai bukti yang ia temukan:

"Seandainya sapi, kuda, dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar seperti manusia, tentunya kuda akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai kuda, sapi akan menggambarkan dewa-dewi menyerupai sapi, dan dengan demikian mereka akan menggambarkan tubuh dewa-dewi serupa dengan tubuh mereka."[2][4][7]
"Orang Etiopia mempunyai dewa-dewi yang berkulit hitam dan berhidung pesek, sedangkan orang-orang Thrake mengatakan bahwa dewa-dewi mereka bermata biru dan berambut merah.""[4][7]

Xenofanes dapat menyimpulkan bahwa antropomorfisme terhadap dewa-dewi tidaklah tepat sebab ia telah melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan melihat pelbagai kepercayaan mereka.[5] Karena itu, ia menjadi yakin bahwa semua itu bukanlah konsep dewa-dewi yang tepat.[5] Ia menyatakan bahwa sebenarnya hanya ada "Satu yang meliputi Semua".[3] Maksudnya di sini serupa dengan konsep "Tuhan" namun tidak sama dengan monoteisme sebab ia juga menyebutnya dalam bentuk jamak.[4]

Menurut Xenofanes, "yang Satu meliputi Semua" ini tidak dilahirkan dan tidak memiliki akhir, artinya bersifat kekal.[3][4] Hal ini berbeda dengan konsep dewa-dewi yang dilahirkan dan dapat mati.[4] Ia tidak menyerupai makhluk duniawi mana pun, baik manusia ataupun binatang.[5] Ia juga tidak memiliki organ seperti manusia, tetapi mampu melihat, berpikir, dan mendengar.[3][4][5] Ia juga senantiasa menetap di tempat yang sama namun menguasai segala sesuatu dengan pikirannya saja.[3][4][5]

Tentang Alam Semesta

Xenofanes berpendapat bahwa matahari berjalan terus dengan gerak lurus, dan setiap pagi terbitlah matahari baru.[4] Gerhana disebabkan matahari jatuh ke dalam lubang.[4] Ia juga memandang bintang-bintang sebagai awan-awan yang berapi sehingga bersinar ketika malam.[3] Sinar itu seperti batu bara yang memerah dan ketika pagi hari api dari awan itu padam kembali.[3] Segala sesuatu dipandang berasal dari bumi, dan bumi pula yang menjadi tujuan akhir segala sesuatu.[2] Manusia berasal dari bumi dan air.[2] Sedangkan laut adalah sumber dari segala air dan juga angin.[2] Samudra yang luas menghasilkan awan-awan, angin, dan juga sungai-sungai.[2] Pelangi dipandang sebagai awan yang berwarna-warni.[2]

Kemudian bumi berada dalam proses peredaran terus-menerus.[2][4] Tanah menjadi lumpur, lalu menjadi air laut.[4] Sebaliknya, laut menjadi lumpur, lalu menjadi tanah.[4] Untuk membuktikan teori ini, Xenofanes menunjukkan bahan bukti empiris, yakni fosil-fosil kerang laut.[2][4][5] Fosil-fosil tersebut berada dalam batu.[4] Hal itu menunjukkan bahwa dulu batu tersebut merupakan lumpur.[2][3][4]

Referensi

  1. ^ a b c T.V. Smith, ed. 1956. Philosophers Speaks for Themselves: From Thales to Plato. Chicago, London: The University of Chicago Press. P. 14-15.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w (Inggris)Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin. P. 40-47.
  3. ^ a b c d e f g h i j k (Inggris)Edward Zeller. 1957. Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. P. 57-60.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 39-42.
  5. ^ a b c d e f g (Inggris)Albert A. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. P. 13.
  6. ^ a b (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 927.
  7. ^ a b c d e f g (Inggris)Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. Christopher Shields, ed. p. 5-26. Malden: Blackwell Publishing.

Lihat pula

Pranala luar