Lompat ke isi

Martir Korea: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Stevenvictor (bicara | kontrib)
Baris 64: Baris 64:
==Pranala luar==
==Pranala luar==
*[http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/homilies/1984/documents/hf_jp-ii_hom_19840506_martiri-coreani_en.html Homili Paus Yohanes Paulus II disampaikan dalam misa kanonisasi para martir Korea]
*[http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/homilies/1984/documents/hf_jp-ii_hom_19840506_martiri-coreani_en.html Homili Paus Yohanes Paulus II disampaikan dalam misa kanonisasi para martir Korea]
*[http://books.google.com/books?id=QMUCAAAAQAAJ&pg=PA87&dq=%22barbara+ko%22#PPR17,M1 The new glories of the Catholic church (riwayat para martir Korea, Tiongkok, Vietnam, Oseania]
*[http://books.google.com/books?id=QMUCAAAAQAAJ&pg=PA87&dq=%22barbara+ko%22#PPR17,M1 The new glories of the Catholic church (riwayat para martir Korea, Tiongkok, Vietnam, Oseania)]


[[Kategori:Martir Katolik]]
[[Kategori:Martir Katolik]]

Revisi per 5 Juli 2009 07.03

Para Martir Korea
Berkas:Rc con cevang ps pospa img korean-martyrs.jpg
Para Martir Korea
Martir
LahirBerbeda-beda
Meninggal1839, 1846, 1866
Dihormati diGereja Katolik Roma
Beatifikasi1925, 1968
Kanonisasi6 Mei 1984, Yeouido, Seoul, Korea Selatan oleh Paus Yohanes Paulus II
Pesta20 September

Para Martir Korea adalah korban-korban penganiayaan terhadap Gereja Katolik pada abad ke-19 di Korea. Sekurang-kurangnya ada 8.000 umat beriman yang diketahui terbunuh selama masa penganiayaan tersebut, 103 orang di antaranya dikanonikasi massal pada 1984.

Riwayat

Iman Katolik masuk ke Korea pada akhir abad ke-18, berkat pembacaan beberapa buku Katolik yang ditulis dalam bahasa Tionghoa. Komunitas Katolik yang kuat dan dinamis itu dipimpin oleh para pemimpin yang hampir semuanya adalah umat awam (bukan rohaniwan) sampai kedatangan para misionaris Perancis yang pertama pada 1836.

Komunitas Katolik itu mengalami penganiayaan hebat pada 1839, 1846, dan 1866, terutama disebabkan oleh penolakan mereka untuk mengikuti upacara pemujaan leluhur, yang mereka anggap sebagai salah satu bentuk dari ilah palsu, tetapi yang oleh negara dinyatakan sebagai batu penjuru budaya bangsa.

Secara politis, penganiayaan-penganiayaan tersebut mestilah dipahami dalam konteks kolonialisme dan meningkatnya penetrasi kekuatan-kekuatan Eropa ke dalam urusan-urusan Asia Timur. Umat Kristiani, sebagai penganut sebuah agama Eropa - khususnya umat Katolik, yang karena imannya menjadi bagian dari sebuah sistem hirarkis dengan Sri Paus pada puncaknya - dianggap berpotensi menjadi ujung tombak penetrasi Eropa ke dalam negara Korea. Lebih dari itu, pemujaan leluhur merupakan sebuah aspek penting dalam Konfusianisme yang menjadi legitimasi monarki Korea - dan mempertanyakan pemujaan tersebut dapat dianggap meremehkan asas monarki. Meskipun demikian, pada kenyataannya penganiayaan atas umat Katolik itu sendiri malah mempercepat penerobosan militer Eropa - dan rongrongan terhadap kemerdekaan Korea bukan datang dari kekuatan-kekuatan Eropa melainkan justru dari tetangga non-Kristennya, Jepang.

Penganiayaan itu diketahui telah menelan korban sekurang-kurangnya 8.000 martir. Di antaranya adalah imam Korea yang cemerlang Andreas Kim Taegŏn dan katekis awam Korea Paulus Chŏng Hasang. Mayoritas dari para martir tersebut adalah umat awam, baik pria maupun wanita, sudah maupun belum menikah, tua maupun muda. 79 martir Korea dibeatifikasi pada 1925, 24 martir lagi dibeatifikasi pada 1968. 103 martir tersebut bersama-sama dikanonisasi pada 1984, dan diperingati tiap tanggal 20 September. Saat ini, Korea menduduki peringkat ke-4 sebagai negara dengan Orang Kudus terbanyak dalam Gereja Katolik sedunia.

Kutipan dari surat terakhir Andreas Kim Taegŏn kepada umat parokinya sewaktu menantikan kesyahidannya bersama 19 orang lainnya:

Saudara-saudariku terkasih, ketahuilah: Tuhan kita Yesus Kristus sewaktu turun ke dunia mengalami banyak penderitaan, mendirikan Gereja yang kudus dengan kesengsaraannya sendiri, dan menumbuhkannya dengan kesengsaraan umat berimannya....
Tetapi sekarang, sekitar lima puluh atau enam puluh tahun sejak Gereja yang kudus masuk ke negeri kita Korea, umat beriman kembali menderita penganiayaan. Bahkan hari ini penganiayaan berlanjut, sehingga banyak dari kawan-kawan kita yang seiman, di antaranya saya sendiri, telah dimasukkan ke dalam penjara. Sama seperti kalian juga berada di tengah-tengah penganiayaan. Karena kita telah menjadi satu tubuh, bagaimana mungkin kita tidak merasakan kepedihan di lubuk hati kita yang terdalam? Bagaimana mungkin kita tidak mengalami penderitaan karena keterpisahan kemampuan-kemampuan manusiawi kita?
Akan tetapi, seperti tertulis dalam kitab suci, Allah peduli pada helai rambut terakhir di kepala kita, sungguh dia peduli dengan kemahatahuanNya; oleh karena itu, bagaimana mungkin penganiayaan dapat dianggap lain dari pada perintah Allah, atau hadiahNya, atau tepatnya hukumanNya?...
Kami berdua puluh di sini, dan syukur kepada Allah semuanya baik-baik saja. Jikalau ada yang terbunuh, saya mohon agar kalian tidak melupakan keluarganya. Ada banyak hal yang ingin saya katakan, tetapi bagaimana mungkin saya mengungkapkannya dengan pena dan kertas? Saya akhiri surat ini. Karena kita sekarang sudah dekat dengan pergumulan, saya berdoa agar kalian berjalan dalam iman, sehingga bila kelak kalian akhirnya masuk ke dalam Surga, kita boleh bersalam-salaman satu dengan yang lain. Saya tinggalkan pada kalian ciuman kasih saya.

Beberapa martir individual

Tugu peringatan bagi para anggota Missions Étrangères de Paris yang menemui kesyahidan di Korea.

Bersama-sama dikanonisasi pada Mei 1984 oleh Paus Yohanes Paulus II. Di luar tradisi, upacara kanonisasinya bukan diselenggarakan Roma, melainkan di Seoul.

Lihat pula

Referensi

Attwater, Donald dan Catherine Rachel John. The Penguin Dictionary of Saints. Edisi ke-3. New York: Penguin Books, 1993. ISBN 0-140-51312-4.

Pranala luar