Nirok Nanggok: Perbedaan antara revisi
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2 |
k fix |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
== Asal Mula Nirok Nanggok == |
== Asal Mula Nirok Nanggok == |
||
Nama Nirok Nanggok berasal dari nama alat yang digunakan untuk mencari ikan, yaitu "Tirok" dan "Tanggok". Tirok adalah |
Nama Nirok Nanggok berasal dari nama alat yang digunakan untuk mencari ikan, yaitu "Tirok" dan "Tanggok". Tirok adalah semacam tongkat kayu tajam, kira-kira berdiameter 1 cm, ukuran panjang tongkat bervariasi sekitar 2 sampai 4 meter, di bagian pangkal tongkat dipasang mata tombak dari logam, biasanya besi putih yang runcing dan tajam. |
||
Sedangkan tanggok adalah semacam |
Sedangkan tanggok adalah semacam alat sejenis jala yang terbuat dari rotan, berukuran kecil dan bergagang lengkung, alat ini memiliki kegunaan untuk menangkap/menjaring ikan. Tanggok juga memiliki bentuk lainnya yaitu menggunakan jaring yang dipasang pada bingkai rotan yang dibentuk persegi panjang. |
||
Tradisi Nirok Nanggok merupakan [[acara]] yang sakral, sehingga pelaksanaannya dimulai dengan tahapan yang cukup panjang dan terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi.Tradisi ini dipimpin oleh seorang dukun air daerah setempat dan disaksikan pemuka kampung dan masyarakat setempat. Tradisi ini memiliki fungsi menumbuhkan kekompakan dan mempertebal kepatuhan warga karena warga hanya mengambil ikan untuk kebutuhan saji makan bersama dan juga tidak melakukan ekspoliatasi secara besar-besaran. Selain tradisi masyarakat Belitung, kegiatan ini merupakan wujud kearifan lokal yang memuat [[kaidah]] matematis.<ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2021-10-22}}</ref> |
Tradisi Nirok Nanggok merupakan [[acara]] yang sakral, sehingga pelaksanaannya dimulai dengan tahapan yang cukup panjang dan terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi.Tradisi ini dipimpin oleh seorang dukun air daerah setempat dan disaksikan pemuka kampung dan masyarakat setempat. Tradisi ini memiliki fungsi menumbuhkan kekompakan dan mempertebal kepatuhan warga karena warga hanya mengambil ikan untuk kebutuhan saji makan bersama dan juga tidak melakukan ekspoliatasi secara besar-besaran. Selain tradisi masyarakat Belitung, kegiatan ini merupakan wujud kearifan lokal yang memuat [[kaidah]] matematis.<ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2021-10-22}}</ref> |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
Nirok nanggok adalah salah satu [[tradisi]] masyarakat Belitung yang memuat etnomatematika. Berdasarkan ketentuan tradisi Nirok Nanggok disimpulkan bahwa tidak ada seorang peserta yang mengetahui letak keberadaan ikan, karena kondisi air yang keruh berwarna gelap dan bercampur lumpur. Dengan harapan menggunakan "tirok" dan "tanggok" mereka dapat menemukan ikan di aSr. sehingga objek kajian tradisi Nirok Nanggok ada kaitannya dengan kaidah dalam dunia pendidikan matematika yaitu pada konsep teori peluang atau biasa dikenal dengan ''[[Peluang (matematika)|probability]].'' karena harapan merupakan salah satu pokok kajian dalam teori peluang. |
Nirok nanggok adalah salah satu [[tradisi]] masyarakat Belitung yang memuat etnomatematika. Berdasarkan ketentuan tradisi Nirok Nanggok disimpulkan bahwa tidak ada seorang peserta yang mengetahui letak keberadaan ikan, karena kondisi air yang keruh berwarna gelap dan bercampur lumpur. Dengan harapan menggunakan "tirok" dan "tanggok" mereka dapat menemukan ikan di aSr. sehingga objek kajian tradisi Nirok Nanggok ada kaitannya dengan kaidah dalam dunia pendidikan matematika yaitu pada konsep teori peluang atau biasa dikenal dengan ''[[Peluang (matematika)|probability]].'' karena harapan merupakan salah satu pokok kajian dalam teori peluang. |
||
Dalam tradisi ini, tidak ada peserta yang bisa memastikan bahwa peluang seorang lebih besar dari peserta lain, |
Dalam tradisi ini, tidak ada peserta yang bisa memastikan bahwa peluang seorang lebih besar dari peserta lain, karena alat yang digunakan dalam kegiatan sama-sama menggunakan "tirok" dan "tanggok". Penentuan besarnya peluang untuk mendapat ikan, tergantung dari banyaknya jumlah percobaan yang dilakukan. Sedangkan pengetahuan tentang dimana tempat keberadaan ikan dalam air adalah bagian kemahiran pribadi dalam mencari ikan dan kondisi ini bisa diabaikan karena setiap peserta berasal dari daerah setempat, sehingga pengetahuan telah termiliki alami dan bukan suatu yang asing lagi. |
||
Begitulah tentang kajian kaidah matematis pada tradisi nirok nanggok masyarakat Belitung. Jadi, teori peluang merupakan teori yang hanya memprediksi bukan memberi suatu kepastian. Sehingga teori ini tidak lepas dari kata-kata harapan atau peluang, dengan maksud bahwa suatu kejadian mungkin akan terjadi dan mungkin juga tidak terjadi. Hasil kajian ini mengindikasikan bahwa para leluhur yang hidup zaman dahulu di tanah Belitung merepresentasikan kaidah matematis tertentu dalam acara-acara tradisional yang sakral.<ref>{{Cite web|title=Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|url=https://budaya-indonesia.org/|website=budaya-indonesia.org|access-date=2021-10-22}}</ref> |
Begitulah tentang kajian kaidah matematis pada tradisi nirok nanggok masyarakat Belitung. Jadi, teori peluang merupakan teori yang hanya memprediksi bukan memberi suatu kepastian. Sehingga teori ini tidak lepas dari kata-kata harapan atau peluang, dengan maksud bahwa suatu kejadian mungkin akan terjadi dan mungkin juga tidak terjadi. Hasil kajian ini mengindikasikan bahwa para leluhur yang hidup zaman dahulu di tanah Belitung merepresentasikan kaidah matematis tertentu dalam acara-acara tradisional yang sakral.<ref>{{Cite web|title=Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|url=https://budaya-indonesia.org/|website=budaya-indonesia.org|access-date=2021-10-22}}</ref> |
Revisi terkini sejak 12 Juni 2023 05.47
Nirok Nanggok adalah cara tradisional masyarakat Belitung mengambil ikan air tawar di sungai dan rawa-rawa yang dilakukan secara berkelompok. kegiatan ini, biasanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan dan telah menjadi rutinitas setelah musim kemarau tiba. Rutinitas ini masih terus terlaksana setiap tahun pada musim kemarau panjang antara bulan Agustus dan September, di daerah yang sekarang dinamakan Belantu, Desa Kembiri, Membalong, dan bagian Selatan Pulau Belitung. Salah satu nama sungai yang biasa dijadikan tempat rutinitas kegiatan adalah sungai balok. Di daerah ini memiliki banyak aliran air tawar yang lebar dan pasang, sehingga pada musim kemarau banyak sungai dan rawa-rawa menjadi surut, airnya tidak bisa mengalir, dan didalam air sungai yang tergenang menyimpan banyak jenis ikan air tawar.[1]
Asal Mula Nirok Nanggok
[sunting | sunting sumber]Nama Nirok Nanggok berasal dari nama alat yang digunakan untuk mencari ikan, yaitu "Tirok" dan "Tanggok". Tirok adalah semacam tongkat kayu tajam, kira-kira berdiameter 1 cm, ukuran panjang tongkat bervariasi sekitar 2 sampai 4 meter, di bagian pangkal tongkat dipasang mata tombak dari logam, biasanya besi putih yang runcing dan tajam.
Sedangkan tanggok adalah semacam alat sejenis jala yang terbuat dari rotan, berukuran kecil dan bergagang lengkung, alat ini memiliki kegunaan untuk menangkap/menjaring ikan. Tanggok juga memiliki bentuk lainnya yaitu menggunakan jaring yang dipasang pada bingkai rotan yang dibentuk persegi panjang.
Tradisi Nirok Nanggok merupakan acara yang sakral, sehingga pelaksanaannya dimulai dengan tahapan yang cukup panjang dan terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi.Tradisi ini dipimpin oleh seorang dukun air daerah setempat dan disaksikan pemuka kampung dan masyarakat setempat. Tradisi ini memiliki fungsi menumbuhkan kekompakan dan mempertebal kepatuhan warga karena warga hanya mengambil ikan untuk kebutuhan saji makan bersama dan juga tidak melakukan ekspoliatasi secara besar-besaran. Selain tradisi masyarakat Belitung, kegiatan ini merupakan wujud kearifan lokal yang memuat kaidah matematis.[2]
Kaidah Matematis Nirok Nanggok
[sunting | sunting sumber]Nirok nanggok adalah salah satu tradisi masyarakat Belitung yang memuat etnomatematika. Berdasarkan ketentuan tradisi Nirok Nanggok disimpulkan bahwa tidak ada seorang peserta yang mengetahui letak keberadaan ikan, karena kondisi air yang keruh berwarna gelap dan bercampur lumpur. Dengan harapan menggunakan "tirok" dan "tanggok" mereka dapat menemukan ikan di aSr. sehingga objek kajian tradisi Nirok Nanggok ada kaitannya dengan kaidah dalam dunia pendidikan matematika yaitu pada konsep teori peluang atau biasa dikenal dengan probability. karena harapan merupakan salah satu pokok kajian dalam teori peluang.
Dalam tradisi ini, tidak ada peserta yang bisa memastikan bahwa peluang seorang lebih besar dari peserta lain, karena alat yang digunakan dalam kegiatan sama-sama menggunakan "tirok" dan "tanggok". Penentuan besarnya peluang untuk mendapat ikan, tergantung dari banyaknya jumlah percobaan yang dilakukan. Sedangkan pengetahuan tentang dimana tempat keberadaan ikan dalam air adalah bagian kemahiran pribadi dalam mencari ikan dan kondisi ini bisa diabaikan karena setiap peserta berasal dari daerah setempat, sehingga pengetahuan telah termiliki alami dan bukan suatu yang asing lagi.
Begitulah tentang kajian kaidah matematis pada tradisi nirok nanggok masyarakat Belitung. Jadi, teori peluang merupakan teori yang hanya memprediksi bukan memberi suatu kepastian. Sehingga teori ini tidak lepas dari kata-kata harapan atau peluang, dengan maksud bahwa suatu kejadian mungkin akan terjadi dan mungkin juga tidak terjadi. Hasil kajian ini mengindikasikan bahwa para leluhur yang hidup zaman dahulu di tanah Belitung merepresentasikan kaidah matematis tertentu dalam acara-acara tradisional yang sakral.[3]
Tujuan dan Fungsi Nirok Nanggok
[sunting | sunting sumber]Penyelenggaraan Nirok Nanggok merupakan sebagai ucapan rasa syukur atas rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk menjaga dan melestarikan tradisi masyarakat Belitung. Tujuan dan fungsi lain dari Nirok Nanggok adalah untuk menjaga kekompakan dan persatuan warga masyarakat, Desa Belantu. Saat Masyarakat desa Belantu berkumpul, maka akan ada sosialisasi yang berlangsung. Dari sosialisasi inilah, maka rasa persaudaraan antar warga masyarakat pun akan semakin erat.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Dinas Kebudayaan & Pariwisata | Kabupaten Belitung Timur". disbudpar.belitungtimurkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-22. Diakses tanggal 2021-10-22.
- ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2021-10-22.
- ^ "Perpustakaan Digital Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2021-10-22.
- ^ "Pemerintah Kabupaten Belitung". portal.belitung.go.id. Diakses tanggal 2021-10-22.