Penyakit dalam Islam: Perbedaan antara revisi
membuat halaman baru Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi |
k Menambah Kategori:Islam dan kesehatan menggunakan HotCat |
||
Baris 43: | Baris 43: | ||
* {{Cite book|last=Rahmadi|first=Agus|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Kitab_Pedoman_Pengobatan_Nabi/T4OGDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&printsec=frontcover|title=Kitab Pedoman Pengobatan Nabi|location=Jakarta|publisher=Wahyu Qolbu|isbn=978-602-6358-76-9|ref={{sfnref|Rahmadi|2019}}|url-status=live}} |
* {{Cite book|last=Rahmadi|first=Agus|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Kitab_Pedoman_Pengobatan_Nabi/T4OGDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&printsec=frontcover|title=Kitab Pedoman Pengobatan Nabi|location=Jakarta|publisher=Wahyu Qolbu|isbn=978-602-6358-76-9|ref={{sfnref|Rahmadi|2019}}|url-status=live}} |
||
[[Kategori:Islam dan kesehatan]] |
Revisi terkini sejak 21 Juni 2023 03.48
Penyakit dalam Islam dianggap sebagai bentuk cobaan atau azab. Islam membagi penyakit menjadi penyakit fisik dan penyakit hati. Bagi mukmin, penyakit merupakan berkah dari Allah. Sedangkan bagi orang yang tidak beriman, penyakit merupakan balasan atas perilaku buruk yang mereka lakukan. Dalam Islam diyakini bahwa terjadinya penyakit dapat dicegah melalui keimanan. Ajaran Islam memiliki prinsip bahwa setiap penyakit dalam Islam memiliki obat yang telah disediakan oleh Allah. Salah satu cara menyembuhkan penyakit dalam Islam adalah dengan berpuasa.
Jenis penyakit
[sunting | sunting sumber]Penyakit hati
[sunting | sunting sumber]Al-Qur'an dan hadis mengajarkan adanya penyakit akibat faktor psikologis. Penyakit ini diberi nama penyakit hati. Manusia menderita penyakit hati karena menolak Allah sebagai zat yang menjadi penguasa dan pengatur alam semesta. Selain itu, penolakan manusia juga berkaitan dengan kepercayaan yang berlebihan kepada kemampuan pengobatan manusia. Hal ini membuat resep dokter lebih dipercaya dibandingkan dengan larangan-larangan yang ada di dalam Al-Qur'an dan hadis. Kepercayaan ini berkaitan dengan kehalalan bahan pembuatan obat.[1]
Pencegahan
[sunting | sunting sumber]Keimanan sebagai pencegah penyakit
[sunting | sunting sumber]Mukmin meyakini bahwa fungsi biologis dari tubuh manusia dipengaruhi oleh keimanan. Fungsi biologis ini berkaitan dengan akhlak dan perilaku manusia secara fisik. [2] Mukmin meyakini bahwa keberadaan iman mencegah timbulnya penyakit dalam kehidupan manusia.[3] Karena keberadaan iman dapat mengendalikan manusia dari perilaku yang menimbulkan penyakit-penyakit modern. Penyakit ini antara lain diabetes, tekanan darah tinggi dan kanker.[2]
Buah-buahan sebagai pecegah penyakit
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan Al-Qur'an dan hadis, Allah memiliki tujuan tertentu dalam penciptaan buah-buahan bagi manusia. Buah-buahan dijadikan oleh Allah sebagai tindakan pencegahan penyakit pada manusia. Selain itu, buah-buahan juga menjadi obat alami bagi manusia. Di dalam buah-buahan terkandung vitamin dan zat makanan lainnya yang berfungsi sebagai pembangun tubuh dan pencegah timbulnya penyakit.[4]
Pengobatan
[sunting | sunting sumber]Setiap penyakit disediakan obatnya oleh Allah
[sunting | sunting sumber]Nabi Muhammad memberikan perintah kepada setiap muslim yang sakit untuk melakukan pengobatan.[5] Setiap muslim diperbolehkan melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya. Pengobatan ini bertujuan untuk memperoleh kesembuhan dan kondisi sehat. Pengobatan ini berasal dari keyakinan bahwa Allah adalah pencipta segala jenis penyakit dan penyedia obatnya. Landasannya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah.[6]
Madu sebagai pengobatan alamiah
[sunting | sunting sumber]Madu memiliki kemampuan yang efektif dalam mengobati beberapa jenis penyakit. Dalam pengobatan, penggunaan madu termasuk bentuk pengobatan alami. Penggunaan madu sebagai obat dijelaskan di dalam Al-Qur'an pada Surah An-Nahl ayat 69. Ayat ini meyebutkan asal-usul madu dari perut lebah. Madu yang keluar warnanya beragam dan ditujukan sebagai minuman obat bagi manusia. Madu kemudian menjadi salah satu tanda kebesaran Allah bagi manusia yang berpikir.[7]
Penyembuhan
[sunting | sunting sumber]Penyembuhan penyakit sebagai mukjizat
[sunting | sunting sumber]Allah menjadikan kemampuan menyembuhkan penyakit dan menghidupkan orang mati sebagai sebuah mukjizat yang nyata. Mukjizat ini diberikan kepada Nabi Isa. Nabi Isa dapat melakukan kedua hal tersebut atas izin Allah.[8]
Berpuasa menyembuhkan penyakit hati
[sunting | sunting sumber]Penyakit hati dapat disembuhkan dengan berpuasa. Jenis penyakit hati yang dapat sembuh dengan berpuasa antara lain dengki, iri, sombong, serakah, malas, dan riya. Sembuhnya penyakit hati karena berpuasa dipengaruhi oleh rasa takut kepada Allah. Rasa takut ini kemudian mengantarkan kepada takwa yang membersihkan diri manusia dari penyakit hati.[9]
Hikmah
[sunting | sunting sumber]Penyakit secara umum dianggap sebagai bentuk kekacauan peristiwa fisiologi pada tubuh manusia. Namun, ajaran Islam memandang bahwa penyakit merupakan sebuah bentuk cobaan bagi orang-orang yang beriman. Keberadaan penyakit menjadi penebus dosa dan kesalahan yang telah diperbuat seseorang. Selain itu, penyakit menimbulkan sakit yang dianggap juga sebagai balasan atas perilaku buruk yang pernah dilakukan oleh manusia sebagai hamba.[10]
Pemberian penyakit kepada manusia merupakan salah satu bentuk kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Pernyataan yang melandasinya adalag hadis periwayatan Imam Tirmidzi. Hadis ini menyebutkan bahwa Allah memberikan cobaan kepada kaum yang dicintai oleh-Nya.[11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Rahmadi 2019, hlm. 9.
- ^ a b Sahmiar (2015). Islam untuk Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kebidanan (PDF). Rantauprapat: CV. Putra Maharatu. hlm. 104. ISBN 978-602-72800-5-2.
- ^ Bakhtiar, Nurhasanah (2018). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 103–104. ISBN 978-602-18663-1-3.
- ^ Muhajir (2016). Arifin, Moch. Nur, ed. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dalam Islam: Komponen Materi Tafsir dan Hadis Pendidikan (PDF). Serang Baru: Laksita Indonesia. hlm. 94. ISBN 978-602-72411-7-6.
- ^ Diab, Ashadi L. (2017). Maqashid Kesehatan dan Etika Medis dalam Islam: Sintesis Fikih dan Kedokteran (PDF). Yogyakarta: Deepublish. hlm. 106. ISBN 978-602-453-593-3.
- ^ Sholihah, S., dkk. (2020). Rosyadi, Imron, ed. Tanya Jawab Agama (PDF). Solo: Navida Media. hlm. 47. ISBN 978-623-93247-0-4.
- ^ Mu’adz, dkk. (2016). Islam dan Ilmu Pengetahuan: Buku Ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) 4 (PDF). Sidoarjo: Umsida Press. hlm. 90. ISBN 978-979-3401-40-9.
- ^ Rohidin (2016). Nasrudin, M., ed. Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (PDF). Bantul: Lintang Rasi Aksara Books. hlm. 96. ISBN 978-602-7802-30-8.
- ^ Imawan, Dzulkifli Hadi (2020). Pendidikan Agama Islam: (PDF). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. hlm. 34. ISBN 978-602-450-440-3.
- ^ Rahmadi 2019, hlm. 4.
- ^ Abdullah (2021). Bimbingan Perawatan Rohani Islam Bagi Orang Sakit (PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 93. ISBN 978-623-7593-46-1.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Rahmadi, Agus (2019). Kitab Pedoman Pengobatan Nabi. Jakarta: Wahyu Qolbu. ISBN 978-602-6358-76-9.