Lompat ke isi

Jam Gadang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k Suntingan Dedi A (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Andri.h
Dedi A (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{disambiginfo|Jam}}
{{disambiginfo|Jam}}
[[Berkas:Bukittinggi Torre del Reloj.JPG|thumb|Jam Gadang]]
[[Berkas:Bukittinggi Torre del Reloj.JPG|thumb|Jam Gadang]]
'''Jam Gadang''' adalah sebuah [[menara jam]] yang merupakan [[markah tanah]] kota [[Bukittinggi]] dan provinsi [[Sumatra Barat]] di [[Indonesia]]. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun.
'''Jam Gadang''' adalah sebutan bagi sebuah [[menara jam]] (serupa Big Ben di Inggris) yang terletak di jantung Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Jam Gadang adalah sebutan yang diberikan Orang Minangkabau kepada bangunan menara jam itu, karena memang menara itu mempunyai jam yang ''gadang'', atau 'jam yang besar' (jam gadang=jam besar; gadang=besar, b. minangkabau).


Sedemikian fenomenalnya bangunan menara jam bernama Jam Gadang itu (setidaknya untuk waktu itu), sehingga sejak berdirinya Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Dan itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang dijadikan penanda/[[markah tanah]]/landmark kota [[Bukittinggi]] dan juga sebagai salah satu ikon provinsi [[Sumatera Barat]] di [[Indonesia]].
Jam Gadang dibangun pada tahun [[1926]] oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu [[Belanda]] kepada ''Controleur'' (Sekretaris Kota). Pada masa penjajahan Belanda, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan, sedangkan pada masa pendudukan [[Jepang]], berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat [[Minangkabau]].


Jam Gadang dibangun pada tahun [[1926]] oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu [[Belanda]] kepada Rook Maker, ''Controleur'' (Sekretaris Kota) Bukittinggi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dulu. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.
Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13x4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang yang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 [[Gulden]] ini, akhirnya menjadi markah tanah atau lambang dari kota [[Bukittinggi]]. Ada keunikan dari [[angka Romawi|angka-angka Romawi]] pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf Romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, Jam Gadang ini menulis angka empat dengan simbol IIII (umumnya IV).

Denah dasar (bangunan tapak berikut tangga yang menghadap ke arah Pasar Atas) dari Jam Gadang ini adalah 13x4 meter, sedangkan tingginya 26 meter.

Jam Gadang ini bergerak secara mekanik dan terdiri dari empat buah jam/empat muka jam yang menghadap ke empat arah penjuru mata angin dengan setiap muka jam berdiameter 80 cm.

Menara jam ini telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk pada bagian puncaknya. Pada awalnya puncak menara jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan. Saat masuk menjajah Indonesia, pemerintahan pendudukan [[Jepang]] mengubah puncak itu menjadi berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat [[Minangkabau]].

Pembangunan Jam Gadang ini konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 [[Gulden]], biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Namun hal itu terbayar dengan terkenalnya Jam Gadang ini sebagai markah tanah/landmark yang sekaligus menjadi lambang atau ikon kota [[Bukittinggi]]. Jam Gadang juga ditetapkan sebagai titik nol Kota Bukittinggi.

Ada satu keunikan dari [[angka Romawi|angka-angka Romawi]] pada muka Jam Gadang ini. Bila penulisan angka Romawi biasanya mencantumkan simbol "IV" untuk melambangkan angka empat romawi, maka Jam Gadang ini bertuliskan angka empat romawi dengan simbol "IIII" (umumnya IV).

Dan konon Jam Gadang ini sesungguhnya masih 'bersaudara' dengan Big Ben yang ada di London, Inggris. Sehingga bisa dikatakan Jam Gadang adalah Big Ben di Indonesia.


[[Kategori:Menara jam]]
[[Kategori:Menara jam]]
[[Kategori:Big Ben di Indonesia]]
[[Kategori:Markah tanah di Indonesia]]
[[Kategori:Markah tanah di Indonesia]]
[[Kategori:Landmark Building di Indonesia]]
[[Kategori:Kota Bukittinggi]]
[[Kategori:Kota Bukittinggi]]
[[Kategori:Tempat wisata di Sumatera Barat]]
[[Kategori:Tempat wisata di Sumatera Barat]]

Revisi per 25 Juli 2009 08.49

Jam Gadang

Jam Gadang adalah sebutan bagi sebuah menara jam (serupa Big Ben di Inggris) yang terletak di jantung Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Jam Gadang adalah sebutan yang diberikan Orang Minangkabau kepada bangunan menara jam itu, karena memang menara itu mempunyai jam yang gadang, atau 'jam yang besar' (jam gadang=jam besar; gadang=besar, b. minangkabau).

Sedemikian fenomenalnya bangunan menara jam bernama Jam Gadang itu (setidaknya untuk waktu itu), sehingga sejak berdirinya Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Dan itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang dijadikan penanda/markah tanah/landmark kota Bukittinggi dan juga sebagai salah satu ikon provinsi Sumatera Barat di Indonesia.

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dulu. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.

Denah dasar (bangunan tapak berikut tangga yang menghadap ke arah Pasar Atas) dari Jam Gadang ini adalah 13x4 meter, sedangkan tingginya 26 meter.

Jam Gadang ini bergerak secara mekanik dan terdiri dari empat buah jam/empat muka jam yang menghadap ke empat arah penjuru mata angin dengan setiap muka jam berdiameter 80 cm.

Menara jam ini telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk pada bagian puncaknya. Pada awalnya puncak menara jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan. Saat masuk menjajah Indonesia, pemerintahan pendudukan Jepang mengubah puncak itu menjadi berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.

Pembangunan Jam Gadang ini konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Namun hal itu terbayar dengan terkenalnya Jam Gadang ini sebagai markah tanah/landmark yang sekaligus menjadi lambang atau ikon kota Bukittinggi. Jam Gadang juga ditetapkan sebagai titik nol Kota Bukittinggi.

Ada satu keunikan dari angka-angka Romawi pada muka Jam Gadang ini. Bila penulisan angka Romawi biasanya mencantumkan simbol "IV" untuk melambangkan angka empat romawi, maka Jam Gadang ini bertuliskan angka empat romawi dengan simbol "IIII" (umumnya IV).

Dan konon Jam Gadang ini sesungguhnya masih 'bersaudara' dengan Big Ben yang ada di London, Inggris. Sehingga bisa dikatakan Jam Gadang adalah Big Ben di Indonesia.