J.A. Katili: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 67: | Baris 67: | ||
Isteri: Ileana Syarifa Uno |
Isteri: Ileana Syarifa Uno |
||
Anak: Amanda Katilli; Werner Katilli |
Anak: Amanda Katilli; Werner Katilli; Irwan Katili |
||
Agama: Islam |
Agama: Islam |
Revisi per 15 Agustus 2023 02.55
J.A. Katili | |
---|---|
Berkas:JA Katili.jpg | |
Lahir | John Ario Katili 9 Juni 1929 Gorontalo, Hindia Belanda |
Meninggal | 19 Juni 2008 | (umur 79)
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan | ITB, University of Kentucky, University of Los Angeles |
Pekerjaan | Akademisi, Diplomat |
Suami/istri | Ileana Syarifah Uno |
Anak | Amanda Katili, Werner Katili |
Artikel ini kemungkinan ditulis dari sudut pandang penggemar, alih-alih sudut pandang netral. (April 2017) |
Prof. Dr. Ir. John Ario Katili atau lebih dikenal dengan nama J.A. Katili (9 Juni 1929 – 19 Juni 2008) adalah seorang Geolog, Akademisi, Birokrat, Politisi, Diplomat Indonesia. Ia juga dikenal pernah mendalami ilmu-ilmu sastra secara langsung dari HB Jassin, Idroes dan AOH Kartahadimaja. Katili adalah Doktor Geologi pertama di ITB dan juga Indonesia.
Riwayat hidup
Lulus SMA, meninggalkan Gorontalo dia memilih Faculteit van Wis- en Natuurkunde Universiteit van Indonesie (FIPIA) di Bandung yang kemudian menjadi bagian dari Institut Teknologi Bandung (ITB), yang boleh dibilang saat itu sangat tidak populer dibandingkan dengan fakultas lain yang menghasilkan gelar seperti insinyur, dokter, atau sarjana hukum. Memilih geologi bagi dia bukan tanpa alasan. Geologi, berperan sebagai wahana pengkajian dan pemanfaatan sumberdaya alam, yakni mineral, energi, air serta penerapan perekayasaan lingkungan hidup dan mitigasi bencana alam. "Geologi juga disebut sebagai pemersatu berbagai jenis ilmu pengetahuan, yakni untuk mempelajari bumi, jenis batuan, sifat kimia dan fisika," tegasnya.
Tekadnya untuk merantau meninggalkan daerah kelahirannya Gorontalo ke Bandung adalah untuk menuntut ilmu, karenanya dia bertekad akan memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar, belajar dan belajar. Benar saja, karena kepandaiannya, dia menjadi murid kesayangan Prof Dr Theodorus Henricus Franciscus Klompe, pakar geologi tapi dianggap 'killer'. Bahkan, saking 'cintanya' kepada dia, Klompe sempat 'mewasiatkan' 7 peti buku-buku bacaannya kepada Katili. Dari perkenalan dengan Klompe itulah 'kepakaran' seorang Katili dimulai. Dia menamatkan studinya pada tanggal 9 November 1956, tidak lama dia pun langsung melanjutkan studi ke Innsbruck selama setahun atas biaya Rotary Foundation yang merupakan usulan Klompe.
Singkat cerita pada tahun 1959, diusia yang relatif muda yakni 30 tahun, dia merampungkan studi doktoralnya di ITB Bandung. Katili dinyatakan sebagai doktor geologi pertama ITB dengan disertasi berjudul 'Investigators on the Lassi Granite Mass Central Sumatera' dan mendapat predikat cumlaude. Setahun kemudian, putra ke-8 pasangan Abdullah Umar Katili dan Tjimbau Lamato ini langsung 'diresmikan' menjadi guru besar ITB dengan menambah satu gelar di depan namanya, 'profesor' pada tahun 1961.
John Ario Katili adalah satu di antara tiga ilmuwan, bersama Prof. Roosseno dan Prof. Baiquni menerima Bintang Mahaputra pada tahun 1984. Ini menandakan besarnya perhatian dan minat pemerintah terhadap perkembangan ilmu di Indonesia. Karier John Ario Katili sebagai geolog dimulai begitu ia menamatkan Fakultas Ilmu Pasti & Alam UI (kini Institut Teknologi Bandung, ITB) di Bandung pada tahun 1956. Memulai sebagai Ketua Bagian Geologi pada almamaternya, John sempat menjadi Pembantu Rektor pada ITB tahun 1960. Tahun berikutnya ia ditarik ke Departemen Pertambangan, sampai menjabat Dirjen Pertambangan Umum (1973-1984), dan terakhir, Dirjen Geologi & Sumber Daya Mineral (1984-1989).
John Ario Katili mengemukakan bahwa dalam Pelita IV, sumber daya mineral nonmigas mendapat perhatian utama pemerintah dalam upaya melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor migas. Belajar dari pengalaman meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat pada tanggal 5 April 1982 silam, Katili mengingatkan bahwa banyak kota di Indonesia yang ”rawan gempa”. Ia menyebut Banda Aceh, Padang, Bukittinggi, sejumlah kota di pantai barat Jawa, kemudian Palu, Ambon, Sorong, dan Biak. Geolog yang pernah mendalami ilmunya di Universita Innsbruck, Austria ini menyarankan sebaiknya masyarakat setempat tidak mendirikan bangunan bertingkat.
Di samping menjadi anggota berbagai organisasi profesional di luar negeri, J. A. Katili pernah ditunjuk NASA sebagai penyelidik utama satelit Erts-A di Indonesia. Ia telah menulis sekitar 50 makalah ilmiah, yang dipublikasikan di berbagai negeri. Bukunya yang telah terbit antara lain 3.000 Juta Tahun Sejarah Bumi dan Sumber Alam untuk Kesejahteraan dan Ketahanan Nasional.
Pria yang beristrikan, Ileana Syarifah Uno, yang mempunyai dua orang anak, masing – masing Amanda Katili dan Werner Katili ini hobby dengan olahraga golf. John Ario Katili pernah menjadi anggota DPR periode 1992-1997 dan menjabat Wakil Ketua DPR/MPR RI. Guru Besar Institut Teknologi Bandung ini telah menulis sedikitnya 11 buku dan 250 karya tulis. Kepakarannya di bidang geologi sangat dihormati di dunia internasional. Dia menjadi Ketua South East Asia Union of Geological Societies (Geosea Union) dan anggota The National Geographyc Society. Pernah menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Federasi Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Mongolia (1999-2003).
Atas berbagai pengabdiannya, dia mendapat anugerah Bintang Mahaputera, Medali Kehormatan Commandeur de L’ Ordre National du Merite dari pemerintah Prancis. Sejumlah penghargaan juga diperoleh dari pemerintah Kerajaan Belanda, Swedia dan Rusia.
Kini namanya di kenang harum di bumi Indonesia. Prof. Dr. John Ario Katili meninggal dunia pada hari Kamis tanggal 19 Juni 2008, sekitar pukul 17.30 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Jakarta.[1] Doktor pertama di bidang geologi dari ITB putra daerah Gorontalo ini meninggal akibat pembuluh darah di bagian kakinya pecah. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka perumahan Bintaro Sektor III, Jalan Pinguin V CH 6 Jakarta Selatan. Dimakamkan pada hari Jumat, tanggal 20 Juni 2008.
Melihat riwayat hidupnya, wajar kalau sosok yang akrab dipanggil John oleh sebayanya, atau Pak Katili oleh generasi cucu murid seperti Rektor ITB ini, punya banyak teman dari berbagai lingkungan. John Ario Katili adalah geolog dan ahli ilmu kebumian top, pendidik, birokrat, politisi, serta diplomat. Akan tetapi, dari semua itu, ciri yang paling menonjol dari John adalah sebagai ilmuwan. Tentang hal ini, Wapres punya cerita. Saat John jadi duta besar di Moskwa, Jusuf Kalla datang sebagai Menteri Perdagangan. Ketika semobil, ia berharap John berkomentar tentang perdagangan, nyatanya dia terus berkisah tentang ilmu kebumian.
Kalau kemudian John bisa menyusuri karier di bidang yang amat ditekuninya, itu tak lepas dari keahlian khusus yang dimilikinya sebagai profesional. Keahlian khusus ini memang dia pupuk dengan tekun melalui riset dan sosialisasi sains. Misalnya, John menulis Ihtisar 3.000.000.000 Tahun Sejarah Bumi yang menjadi salah satu bacaan favorit siswa SMP pada paruh dekade 1950-an. Kalau masyarakat Indonesia mau menyusuri kembali buku- buku yang ditulis John, banyak inspirasi yang bisa digali. Misalnya tentang bagaimana sumber alam bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan ketahanan nasional seperti yang dia tuliskan dalam karya ilmiahnya.
Biografi
Nama: Prof. Dr. John Ario Katili
Lahir: Gorontalo, 9 Juni 1929
Meninggal: Jakarta, 19 Juni 2008
Isteri: Ileana Syarifa Uno
Anak: Amanda Katilli; Werner Katilli; Irwan Katili
Agama: Islam
Pendidikan
- Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) UI Bandung, 1953
- University of Inssbruck, Austria, 1958
- Program Doktoral Geologi ITB, cum laude, 1960
- University of Kentucky, 1963
- University of Los Angeles, 1969
Karier
- Guru Besar ITB, 1961
- Deputi Ketua LIPI, 1969-1974
- Dirjen Pertambangan Umum, 1973-1984
- Dirjen Geologi & SDM, 1984-1989
- Wakil Ketua MPR/DPR, 1992-1997
- Duta Besar untuk Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan dan Mongolia, 1999-2003
Kegiatan lain
- Ikatan Ahli Geologi Indonesia
- Akademi Ilmu Pengetahuan Alam Rusia
- Uni Geologi Internasional
- Dewan Riset Nasional
- Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Karya tulis
Sekitar 250, dari tahun 1951-2005
Penghargaan
- Bintang Mahaputera Adipradana, 1997
- Ordre National du Merite dari pemerintah Prancis
- Berbagai bintang kehormatan dari Swedia, Prancis, Belanda dan Rusia
Rujukan
Pranala luar
- Ensiklopedi Tokoh Indonesia
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Saiful Sulun Raden Sukardi Raden Soeprapto Soerjadi Djaelani Naro |
Wakil Ketua MPR/DPR RI 1992–1997 Bersama dengan: Ismail Hassan Metareum Ahmad Amiruddin Soerjadi Soetedjo |
Diteruskan oleh: Syarwan Hamid Hari Sabarno Abdul Gafur Ismail Hassan Metareum Fatimah Achmad Poedjono Pranyoto |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: Tjahjono |
Duta Besar Indonesia untuk Rusia 1999–2000 |
Diteruskan oleh: Susanto Pudjomartono |
- Artikel yang dipertanyakan kenetralannya from April 2017
- Kelahiran 1929
- Kematian 2008
- Meninggal usia 79
- Ilmuwan Indonesia
- Geolog Indonesia
- Dosen Indonesia
- Dosen Institut Teknologi Bandung
- Profesor Indonesia
- Alumni Institut Teknologi Bandung
- Tokoh Gorontalo
- Marga Gorontalo
- Tokoh dari Gorontalo
- Politikus Indonesia
- Politikus Partai Golongan Karya
- Anggota DPR RI 1992–1997
- Duta Besar Indonesia untuk Rusia
- Penerima Bintang Mahaputera Adipradana