Lompat ke isi

Zainal Arifin Mochtar: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Baris 24: Baris 24:
== Referensi ==
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{Reflist}}



[[Kategori:Pengajar hukum Indonesia]]
[[Kategori:Pengajar hukum Indonesia]]



{{Indo-bio-stub}}
{{Indo-bio-stub}}

Revisi per 28 Agustus 2023 09.32

Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M. (lahir 8 Desember 1978) adalah seorang Akademisi dan Peneliti Hukum Tata Negara Indonesia serta aktivis pada pada beberapa kesempatan. Ia adalah Ketua Departemen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada[1] dan Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) FH UGM [2]. Ia termasuk akademisi yang sangat lantang mengkritik pemerintah terutama dalam hal korupsi dan oligarki.

Profil

Zainal Arifin Mochtar adalah seorang dosen hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Laki-laki kelahiran Makassar itu penggiat antikorupsi lewat lembaga Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, yang pernah juga membesarkan nama Denny Indrayana, Wamenkumham.

Zainal sempat menjabat Direktur Pukat UGM. Dia merupakan lulusan Fakultas Hukum UGM tahun 2003. Sebagai penggiat antikorupsi, Zaenal Arifin sering dimintai komentarnya oleh media massa.

Dia beberapa kali tampil di acara Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan TVOne, serta pernah dipercaya menjadi moderator dalam debat Capres dan Cawapres pada 2014 lalu.

Pada awalnya Zainal ingin berkuliah di Jurusan Teknik Geologi UGM namun 2 kali gagal dalam mencoba membuat ia melanjutkan studi di jurusan Hukum[3]. Setelah menyelesaikan S1 nya, Zainal Arifin Mochtar mengambil gelar master hukumnya dari Northwestern University, Amerika Serikat, pada 2006.

Kontroversi

Zainal pernah menjadi bahan bully warganet pada saat memandu debat Capres dan Cawapres pada 2014 lalu, dimana dia melarang penonton untuk bertepuk tangan sebelum dipersilakan. Selain itu, dia menuai kritikan karena dianggap tidak bisa mencairkan suasana dan terlalu kaku. Namun, dia mengklarifikasi bahwa kondisi tersebut mengharuskannya tampil demikian untuk menjaga agar para pendukung capres bisa menahan euforia mereka.[4]

Pendidikan

Referensi