Lompat ke isi

Ketidakkekalan (Buddhisme): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tjmoel (bicara | kontrib)
Baris 24: Baris 24:


[edit] See also
[edit] See also

== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Tiga Corak Kehidupan]]
* [[Tiga Corak Kehidupan]]

Revisi per 9 Agustus 2009 06.26

Ketidak-kekalan (Pali: अनिच्चा anicca; Sansekerta: अनित्य anitya; Chinese: 無常 wúcháng; Japanese: 無常 mujō; Thai: อนิจจัง anitchang) adalah salah-satu ajaran terpenting atau Tiga Corak Kehidupan dalam Agama Buddha. Istilah ini menggambarkan pendapat Agama Buddha bahwa segala keberadaan yang berkondisi, tanpa pengecualian, berada dalam perubahan terus menerus.

Ketidak Kekalan

Menurut ajaran ketidak-kekalan, tubuh manusia mengalami perubahan terus menerus dalam proses penambahan usia, lingkaran lahir dan kelahiran kembali (samsara), dan pada kesempatan tertentu akan kematian. Hal ini mencakup seluruh mahluk hidup dan lingkungan mereka termasuk dewa-dewi. Sang Buddha mengajarkan bahwa semua gejala yang bersyarat tidaklah kekal, keterikatan akan hal ini menjadi penyebab akan penderitaan (dukkha) dimasa mendatang.

Kejadian yang bersyarat dapat pula digunakan selayaknya; dikomposisi, dibangun, atau dibuat (diproduksi). Hal ini bertentangan dengan tidak bersyarat, tidak dikomposisi dan tidak dibuat (diproduksi) mengenai Nirwana, kenyataan yang mengenal tanpa perubahan, tanpa pembusukan atau kematian.

Ketidak-kekalan secara bersamaan dihubungkan dekat dengan pengertian akan anatta, yang mana segala sesuatu tidak memiliki sifat alami, asal-usul atau diri.


[edit] Quotes

   The five aggregates, monks, are anicca, impermanent.
   All is impermanent. And what is the all that is impermanent? The eye is impermanent, visual objects [ruupaa]... eye-consciousness... eye contact [cakku-samphassa]... whatever is felt [vedayita] as pleasant or unpleasant or neither-unpleasant-nor-pleasant, born of eye-contact is impermanent. [Likewise with the ear, nose, tongue, body, and mind] (SN 35.43/vol. iv, 28)
   All formations are impermanent
   Whatever is subject to origination [samudaya] is subject to cessation [nirodha] (MN 56)

[edit] In arts and culture

   * Akio Jissoji's Buddhist auteur film Mujo (also known as This Transient Life) owes its title to the doctrine of Impermanence.

[edit] See also

Lihat pula


[edit] External links

   * All About Change by Thanissaro Bhikkhu