Suku Sempan: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 23: | Baris 23: | ||
==Sejarah== |
==Sejarah== |
||
Sebelum menetap di Kampung Ohotya, Suku Sempan hidup secara [[nomaden]]. Menurut cerita leluhur mereka berasal dari timur yaitu Okaba di [[Kabupaten Merauke|Merauke]], karena ada konflik adat mereka berpindah ke Kampung Owapi. Kemudian mereka terpaksa kembali berpindah ke Kampung Wenin di Jita karena kasus pembunuhan yang dikenal dengan nama ''Minoro Kases''. Di tempat yang baru terjadi kasus konflik tentang dusun sagu sehingga akhirnya berpindah ke Kampung Ohotya hingga sekarang. Perpindahan ini diperkirakan oleh leluhur Sempan pada tahun 1940-an. Setelah itu masyarakat Sempan melebarkan wilayahnya hingga ke Kampung Imitawapi. Pada tahun 1950-an yaitu pada masa kepemimpinan ''Panglima Perang'' Alfons Apewa, masyarakat Sempan mulai mengenal agama [[Katolik]] yang disebarkan oleh Pastor Gerald Zegwaard saat itu. Dari Kampung Imitawapi, mereka kembali pindah ke Kampung Pohaloapi pada tahun 1960. Disana Pemerintah Belanda membawa guru dari Kei dan membangun gereja dan sekolah. Bangunan dibuat dari pohon besi dan pelepah sagu (''gaba-gaba'') sedangkan atap dibuat dari daun nipah. Akan tetapi pada tahun 1961 terjadi banjir besar yang mengakibatkan wabah penyakit sehinggga mereka mengungsi ke Kampung Omawita hingga tahun 1963 atas saran seorang dokter Belanda. Setelah Kampung Ohotya dianggap cukup aman, mereka kembali ke kampung dipimpin oleh Annias Aniparo yang merupakan kepala kampung yg dipilih pemerintah Belanda. Pada awal tahun 1980-an, beberapa keluarga Semopane Owe memilih untuk berpindah ke Sempan di Kota Timika akan tetapi komunitas ini terlibat perang dengan [[Organisasi Papua Merdeka|OPM]] sehingga beberapa kembali mengungsi ke Kampung Ohotya. |
Sebelum menetap di Kampung Ohotya, Suku Sempan hidup secara [[nomaden]]. Menurut cerita leluhur mereka berasal dari timur yaitu Okaba di [[Kabupaten Merauke|Merauke]], karena ada konflik adat mereka berpindah ke Kampung Owapi. Kemudian mereka terpaksa kembali berpindah ke Kampung Wenin di Jita karena kasus pembunuhan yang dikenal dengan nama ''Minoro Kases''. Di tempat yang baru terjadi kasus konflik tentang dusun sagu sehingga akhirnya berpindah ke Kampung Ohotya hingga sekarang. Perpindahan ini diperkirakan oleh leluhur Sempan pada tahun 1940-an. Setelah itu masyarakat Sempan melebarkan wilayahnya hingga ke Kampung Imitawapi. <ref name="Blue Forests"/> |
||
Pada tahun 1950-an yaitu pada masa kepemimpinan ''Panglima Perang'' Alfons Apewa, masyarakat Sempan mulai mengenal agama [[Katolik]] yang disebarkan oleh Pastor Gerald Zegwaard saat itu. Dari Kampung Imitawapi, mereka kembali pindah ke Kampung Pohaloapi pada tahun 1960. Disana Pemerintah Belanda membawa guru dari Kei dan membangun gereja dan sekolah. Bangunan dibuat dari pohon besi dan pelepah sagu (''gaba-gaba'') sedangkan atap dibuat dari daun nipah. Akan tetapi pada tahun 1961 terjadi banjir besar yang mengakibatkan wabah penyakit sehinggga mereka mengungsi ke Kampung Omawita hingga tahun 1963 atas saran seorang dokter Belanda. Setelah Kampung Ohotya dianggap cukup aman, mereka kembali ke kampung dipimpin oleh Annias Aniparo yang merupakan kepala kampung yg dipilih pemerintah Belanda. <ref name="Blue Forests"/> |
|||
Pada awal tahun 1980-an, beberapa keluarga Semopane Owe memilih untuk berpindah ke Sempan di Kota Timika akan tetapi komunitas ini terlibat perang dengan [[Organisasi Papua Merdeka|OPM]] sehingga beberapa kembali mengungsi ke Kampung Ohotya. <ref name="Blue Forests"/> |
|||
Suku Sempan sempat dianggap sub-suku dari Suku Kamoro dan bergabung dalam LEMASKO, untuk kepentingan PT Freeport McMoran, walau kemudian akhirnya memilih berdiri sendiri karena memang memiliki kebudayaan yang berbeda dari [[Suku Kamoro]] yang kemudian berubah nama menjadi Suku Mimika We.<ref name="Odiyaiwuu.com 2022 p885">{{cite news | title=Suku Sempan Memilih Keluar Lemasko Setelah Bergabung untuk Kepentingan PT Freeport Indonesia | work=Odiyaiwuu.com | date=2022-04-19 | url=https://www.odiyaiwuu.com/2022/04/19/bergabung-kepentingan-indonesia/?amp=1 | language=id | access-date=2023-10-22}}</ref> |
Suku Sempan sempat dianggap sub-suku dari Suku Kamoro dan bergabung dalam LEMASKO, untuk kepentingan PT Freeport McMoran, walau kemudian akhirnya memilih berdiri sendiri karena memang memiliki kebudayaan yang berbeda dari [[Suku Kamoro]] yang kemudian berubah nama menjadi Suku Mimika We.<ref name="Odiyaiwuu.com 2022 p885">{{cite news | title=Suku Sempan Memilih Keluar Lemasko Setelah Bergabung untuk Kepentingan PT Freeport Indonesia | work=Odiyaiwuu.com | date=2022-04-19 | url=https://www.odiyaiwuu.com/2022/04/19/bergabung-kepentingan-indonesia/?amp=1 | language=id | access-date=2023-10-22}}</ref> |
Revisi per 22 Oktober 2023 15.22
Semopane Owe (Orang Sempan) | |
---|---|
Daerah dengan populasi signifikan | |
Indonesia | 1.000 |
Bahasa | |
Sempan | |
Agama | |
Animisme, Protestan | |
Kelompok etnik terkait | |
Asmat, Kamoro |
Suku Sempan atau Semopane Owe adalah kelompok etnis yang berasal dari pesisir Kabupaten Mimika di Papua Tengah, Indonesia.[1] Pada tahun 1987, populasi mereka berjumlah sekitar 1.000 jiwa. Suku ini hidup sebagai nelayan dan pengumpul sagu yang tinggal di wilayah pantai selatan, diantara Kabupaten Asmat dan Mimika, antara penduduk Asmat di sebelah timur dan Kamoro di sebelah barat.
Mereka berbicara dalam bahasa Sempan yang termasuk dalam bahasa Asmat-Kamoro dari rumpun bahasa Trans-Nugini.
Etimologis
Semopane Owe berasal dari gabungan Se/He yang berarti "tanah", dan Mopane yang berarti "tuan", sehingga Sempan bisa diartikan "tuan tanah."[2]
Sejarah
Sebelum menetap di Kampung Ohotya, Suku Sempan hidup secara nomaden. Menurut cerita leluhur mereka berasal dari timur yaitu Okaba di Merauke, karena ada konflik adat mereka berpindah ke Kampung Owapi. Kemudian mereka terpaksa kembali berpindah ke Kampung Wenin di Jita karena kasus pembunuhan yang dikenal dengan nama Minoro Kases. Di tempat yang baru terjadi kasus konflik tentang dusun sagu sehingga akhirnya berpindah ke Kampung Ohotya hingga sekarang. Perpindahan ini diperkirakan oleh leluhur Sempan pada tahun 1940-an. Setelah itu masyarakat Sempan melebarkan wilayahnya hingga ke Kampung Imitawapi. [2]
Pada tahun 1950-an yaitu pada masa kepemimpinan Panglima Perang Alfons Apewa, masyarakat Sempan mulai mengenal agama Katolik yang disebarkan oleh Pastor Gerald Zegwaard saat itu. Dari Kampung Imitawapi, mereka kembali pindah ke Kampung Pohaloapi pada tahun 1960. Disana Pemerintah Belanda membawa guru dari Kei dan membangun gereja dan sekolah. Bangunan dibuat dari pohon besi dan pelepah sagu (gaba-gaba) sedangkan atap dibuat dari daun nipah. Akan tetapi pada tahun 1961 terjadi banjir besar yang mengakibatkan wabah penyakit sehinggga mereka mengungsi ke Kampung Omawita hingga tahun 1963 atas saran seorang dokter Belanda. Setelah Kampung Ohotya dianggap cukup aman, mereka kembali ke kampung dipimpin oleh Annias Aniparo yang merupakan kepala kampung yg dipilih pemerintah Belanda. [2]
Pada awal tahun 1980-an, beberapa keluarga Semopane Owe memilih untuk berpindah ke Sempan di Kota Timika akan tetapi komunitas ini terlibat perang dengan OPM sehingga beberapa kembali mengungsi ke Kampung Ohotya. [2]
Suku Sempan sempat dianggap sub-suku dari Suku Kamoro dan bergabung dalam LEMASKO, untuk kepentingan PT Freeport McMoran, walau kemudian akhirnya memilih berdiri sendiri karena memang memiliki kebudayaan yang berbeda dari Suku Kamoro yang kemudian berubah nama menjadi Suku Mimika We.[3]
Referensi
- ^ "Sempan in Indonesia" [Orang Sempan di Indonesia]. joshuaproject.net (dalam bahasa Inggris). Joshua Project. Diakses tanggal 26 Maret 2023.
- ^ a b c d "Masyarakat Adat Sempan di Kampung Ohotya" (PDF). Diakses tanggal 2023-10-22.
- ^ "Suku Sempan Memilih Keluar Lemasko Setelah Bergabung untuk Kepentingan PT Freeport Indonesia". Odiyaiwuu.com. 2022-04-19. Diakses tanggal 2023-10-22.