Lompat ke isi

Naluri: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sin Tahari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
Baris 1: Baris 1:
'''Naluri''', '''insting''', atau '''garizah''' adalah suatu pola [[perilaku]] dan tanggapan terhadap suatu [[rangsangan]] tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak kelahiran suatu [[makhluk hidup]] dan diperoleh secara turun-temurun ([[filogenetik]]). Dalam [[psikoanalisis]], naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar yang dibagi atas naluri [[kehidupan]] dan naluri [[kematian]].
'''Naluri''' atau '''garizah''' ({{lang-en|instinct}}) adalah suatu pola [[perilaku]] dan tanggapan terhadap suatu [[stimulus|rangsangan]] tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak kelahiran suatu [[makhluk hidup]] dan diperoleh secara turun-temurun ([[filogenetik]]). Dalam [[psikoanalisis]], naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar yang dibagi atas naluri [[kehidupan]] dan naluri [[kematian]].


== Teori oleh para ahli ==
== Teori oleh para ahli ==

Revisi per 22 Desember 2023 07.07

Naluri atau garizah (bahasa Inggris: instinct) adalah suatu pola perilaku dan tanggapan terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-temurun (filogenetik). Dalam psikoanalisis, naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar yang dibagi atas naluri kehidupan dan naluri kematian.

Teori oleh para ahli

Sigmund Freud

Sigmund Freud memberikan konsep naluri yang sama pada manusia maupun hewan. Menurutnya, naluri lebih mengutamakan tentang seksual.[1]

Referensi

  • Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jilid 11, 1991

Pranala luar

  1. ^ Juraman, Stefanus Rodrick (2017). "Naluri Kekuasaan Sigmund Freud" (PDF). Jurnal Studi Komunikasi. 1 (3): 284.