Lompat ke isi

Pengguna:Wadaihangit/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
Undang-Undang Omnibus Law disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan 5 tahun 2022-2023. Rapat paripurna ini dihadiri 105 peserta dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ini disetujui oleh Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PAN dan NasDem (menerima dengan catatan). Fraksi yang menolak antara lain Demokrat dan PKS. Dalam pembahasan RUU Kesehatan ini beberapa Organisasi Profesi (OP) antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan penolakan RUU tersebut dengan alasan masalah mandatory spending yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup, tidak transparan dan buru-buru.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah secara resmi mengesahkan Rancangan

Undang-Undang (RUU) Omnibus tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).

Pengesahan ini terjadi dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 pada masa persidangan V

tahun sidang 2022-2023. Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani,

didampingi oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan disetujui menjadi UU setelah

mayoritas anggota yang hadir menyatakan persetujuannya. Pengesahan tersebut

ditandai dengan pemukulan palu sidang oleh Ketua DPR. Catatan dari Sekretariat

Jenderal DPR RI menunjukkan bahwa rapat paripurna tersebut dihadiri oleh 105

orang yang hadir, 197 orang yang memberikan izin, dan dihadiri oleh anggota dari

seluruh fraksi di DPR RI.

Proses pengesahan RUU Kesehatan ini juga dihadiri oleh perwakilan pemerintah,

termasuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan

HAM Eddy Hiariej, beserta perwakilan dari berbagai kementerian terkait.

Mayoritas fraksi di DPR memberikan persetujuan terhadap pengesahan RUU

Kesehatan, kecuali Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak. Beberapa fraksi

menerima pengesahan dengan catatan tertentu.

Pembahasan RUU Kesehatan ini dimulai setelah RUU tersebut disahkan sebagai

inisiatif DPR pada sidang paripurna pada tanggal 14 Februari. Kemudian pada 3 April,

Komisi IX DPR ditugaskan untuk memulai pembahasan. Selama proses

pembahasannya, RUU Kesehatan mendapat penolakan dari beberapa organisasi

profesi kesehatan, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi

Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan

Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Pengesahan RUU Kesehatan ini juga disertai dengan penolakan dari ratusan dokter

dan tenaga kesehatan yang melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta.

Mereka mengkritik berbagai aspek dalam RUU tersebut, termasuk kebijakan

mengenai perlindungan tenaga kesehatan, perizinan dokter asing, dan Surat Tanda

Registrasi (STR).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa RUU Kesehatan mendapat

penolakan karena sulit diterima oleh para pihak terkait dalam bidang kesehatan

Revisi per 18 Februari 2024 01.41

Undang-Undang Omnibus Law disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan 5 tahun 2022-2023. Rapat paripurna ini dihadiri 105 peserta dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ini disetujui oleh Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PAN dan NasDem (menerima dengan catatan). Fraksi yang menolak antara lain Demokrat dan PKS. Dalam pembahasan RUU Kesehatan ini beberapa Organisasi Profesi (OP) antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan penolakan RUU tersebut dengan alasan masalah mandatory spending yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup, tidak transparan dan buru-buru.