Lompat ke isi

Pengguna:Wadaihangit/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
Pada tanggal 11 Juli di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta. DPR mengadakan Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun 2023-2024 untuk mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (UU) tentang kesehatan menjadi Undang-Undang (UU). Rapat dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel.
DPR resmi sahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-undang (UU) pada persidangan ke V dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 tahun 2022—2023


Berdasarkan catatan Sekretariat Jenderal DPR RI rapat terdapat 105 orang anggota fraksi DPR RI yang hadir pada rapat paripurna, sisanya sebanyak 197 orang menyatakan izin.Rapat Pengesahan RUU Kesehatan juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, Kemendikbud Ristek, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.


Rapat tersebut dipimpin oleh Puan Maharani selaku ketua DPR RI didampingi oleh Leodewijk Freidrich Paulus, dan Rahmat Gobel selaku Wakil Ketua DPR
Pengesahan RUU kesehatan disetujui oleh fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Sedangkan, Fraksi NasDem menerima dengan catatan. Kemudian, Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan.


Pada sidang paripurna tanggal 14 Februari, Baleg DPR mengirimkan draf RUU Kesehatan kepada pemerintah. Pada tanggal 3 April, Bamus DPR menugaskan Komisi IX memulai pembahasan RUU Kesehatan, lalu tanggal 5 April pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada Komisi IX. DPR Melki Laka Lena memimpin Panja sejak 15 April hingga hari ini untuk membahas RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasal.


“Apakah Rancangan Undang-undang tentang kesehatan dapat disetujui menjadi Undang-undang” tanya Puan yang kemudian dijawab ‘setuju’ oleh seluruh anggota yang hadir di Rapat Paripurna, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
Selama pembahasan RUU Kesehatan terdapat lima organisasi profesi (OP) di Indonesia yang menyatakan penolakan yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). RUU Kesehatan belum matang untuk disahkan tetapi DPR dan pemerintah terus melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan. Adapun hal yang dipermasalahkan oleh organisasi profesional (OP) antara lain mandatory spending dihapus, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup.



Lima organisasi profesi (OP) tersebut menggelar aksi penolakan RUU Kesehatan di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta pukul 10.30 WIB.
Menurut catatan Sekretaris Jendral DPR RI terdapat 105 orang telah menandatangi daftar hadir pada rapat paripurna, 197 orang izin, dan dihadiri oleh anggota dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI


Selain itu, pengesahan RUU Kesehatan dihadiri langsung oleh perwakilan pemerintah diantaranya; Budi Gunadi Sadiki Mentri Kesehatan, Abdullah Azwar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eddy Hiariej Menteri Hukum dan HAM, jajaran Kemendikbudristek, Kemendagri, dan Kemenkeu.


Mayoritas fraksi di DPR yang menyetujui pengesahan RUU Kesehatan antara lain; PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN, sementara itu NasDem Menyetujui dengan beberapa catatan, hanya PKS dan Demokrat yang menolak pengesahan RUU Kesehatan.


Rancangan Undang-Undang Kesehatan mulai dibahas saat Baleg DPR mengirimkan draf kepada pemerintahan untuk dibahas lebih lanjut setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna tanggal 14 Februari lalu. Kemudian pada 3 April, DPR menugaskan Komisi IX untuk melakukan pembahasan, tanggal 5 April DPR menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada komisi IX. Selanjutnya pada tanggal 15 April sampai hari ini panitia kerja yang dipipmpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Laka Lena, memulai pembahasan RUU yang berisikan 20 bab dan 458 pasal.


Dalam membahas RUU Kesehatan terjadi banyak penolakan dari berbagai pihak khususnya lima organisasi profesi (OP) di Indonesia, yakni; Ikatan Dokter Indonesi (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatam Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)


Menurut mereka ada beberapa poin yang menjadi masalah, seperti ''mandatory spending'' yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, surat tanda registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup selain itu, RUU Kesehatan juga dinilai tidak transparan dan buru-buru, tetapi pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan tentang RUU ini.


Ratusan dokter menggelar aksi penolakan RUU Kesehatan mewarnai Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, lima OP yang sedari awal menolak RUU tersebut kompak mengenakan seragam berwarna putih. Sejak pukul 10.30 WIB massa aksi sudah mengepung gedung DPR dengan membawa poster dan ''banner'' dengan pengawalan dari aparat keamanan

Ketua Bidang Hukum IDI Tanggerang Selatan Panji Utomo mengklaim bahwa aksi tersebut akan dihadiri ribuan massa dari kelima organisasi tersebut, Panji menyinggung kapasitas Menteri Kesehatan Budi Gunadi yang sudah bisa memuluskan RUU kesehatan sedang ia bukan berasal dari kalangan dokter serta baru menjabat sejak 2020


“Pak Budi Gunaidi Sadikin itu bukan dokter, baru menjadi Menkes 23 Desember 2020, ya. Bayangkan Menteri yang menjabat begitu pendeknya tapi bisa mengajukan rancangan masukan-masukan tentang aturan-aturan (kesehatan).” Ujar Panji.


Menteri kesehatan Budi Gunaidi Sadikin menanggapi RUU Kesehatan yang akan segera disahkan DPR menuai penolakan. Menurutnya, penolakan muncul karena RUU kesehatan sulit diterima oleh kalangan “pemain”.


“RUU Kesehatan sulit diterima oleh para ‘pemain’,” tutur Budi Gunaidi Sadikin dalam Podcabs Rapor Pandemi hingga Polimeik RUU Kesehatan seperti diberitakan Antara, Senin (3/7)

Revisi per 26 Februari 2024 01.49

DPR resmi sahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-undang (UU) pada persidangan ke V dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 tahun 2022—2023


Rapat tersebut dipimpin oleh Puan Maharani selaku ketua DPR RI didampingi oleh Leodewijk Freidrich Paulus, dan Rahmat Gobel selaku Wakil Ketua DPR


“Apakah Rancangan Undang-undang tentang kesehatan dapat disetujui menjadi Undang-undang” tanya Puan yang kemudian dijawab ‘setuju’ oleh seluruh anggota yang hadir di Rapat Paripurna, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).


Menurut catatan Sekretaris Jendral DPR RI terdapat 105 orang telah menandatangi daftar hadir pada rapat paripurna, 197 orang izin, dan dihadiri oleh anggota dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI


Selain itu, pengesahan RUU Kesehatan dihadiri langsung oleh perwakilan pemerintah diantaranya; Budi Gunadi Sadiki Mentri Kesehatan, Abdullah Azwar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Eddy Hiariej Menteri Hukum dan HAM, jajaran Kemendikbudristek, Kemendagri, dan Kemenkeu.


Mayoritas fraksi di DPR yang menyetujui pengesahan RUU Kesehatan antara lain; PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN, sementara itu NasDem Menyetujui dengan beberapa catatan, hanya PKS dan Demokrat yang menolak pengesahan RUU Kesehatan.


Rancangan Undang-Undang Kesehatan mulai dibahas saat Baleg DPR mengirimkan draf kepada pemerintahan untuk dibahas lebih lanjut setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna tanggal 14 Februari lalu. Kemudian pada 3 April, DPR menugaskan Komisi IX untuk melakukan pembahasan, tanggal 5 April DPR menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada komisi IX. Selanjutnya pada tanggal 15 April sampai hari ini panitia kerja yang dipipmpin oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Laka Lena, memulai pembahasan RUU yang berisikan 20 bab dan 458 pasal.


Dalam membahas RUU Kesehatan terjadi banyak penolakan dari berbagai pihak khususnya lima organisasi profesi (OP) di Indonesia, yakni; Ikatan Dokter Indonesi (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatam Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)


Menurut mereka ada beberapa poin yang menjadi masalah, seperti mandatory spending yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing berpraktik di rumah sakit Indonesia, surat tanda registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup selain itu, RUU Kesehatan juga dinilai tidak transparan dan buru-buru, tetapi pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan tentang RUU ini.


Ratusan dokter menggelar aksi penolakan RUU Kesehatan mewarnai Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, lima OP yang sedari awal menolak RUU tersebut kompak mengenakan seragam berwarna putih. Sejak pukul 10.30 WIB massa aksi sudah mengepung gedung DPR dengan membawa poster dan banner dengan pengawalan dari aparat keamanan

Ketua Bidang Hukum IDI Tanggerang Selatan Panji Utomo mengklaim bahwa aksi tersebut akan dihadiri ribuan massa dari kelima organisasi tersebut, Panji menyinggung kapasitas Menteri Kesehatan Budi Gunadi yang sudah bisa memuluskan RUU kesehatan sedang ia bukan berasal dari kalangan dokter serta baru menjabat sejak 2020


“Pak Budi Gunaidi Sadikin itu bukan dokter, baru menjadi Menkes 23 Desember 2020, ya. Bayangkan Menteri yang menjabat begitu pendeknya tapi bisa mengajukan rancangan masukan-masukan tentang aturan-aturan (kesehatan).” Ujar Panji.


Menteri kesehatan Budi Gunaidi Sadikin menanggapi RUU Kesehatan yang akan segera disahkan DPR menuai penolakan. Menurutnya, penolakan muncul karena RUU kesehatan sulit diterima oleh kalangan “pemain”.


“RUU Kesehatan sulit diterima oleh para ‘pemain’,” tutur Budi Gunaidi Sadikin dalam Podcabs Rapor Pandemi hingga Polimeik RUU Kesehatan seperti diberitakan Antara, Senin (3/7)