Daftar Sultan Banten: Perbedaan antara revisi
k clean up |
typo |
||
Baris 176: | Baris 176: | ||
|- |
|- |
||
| colspan="5" |Catatan: |
| colspan="5" |Catatan: |
||
<sup>1.</sup> <small>Sejak masa pemerintahan [[Ageng Tirtayasa dari Banten|Sultan Ageng Tirtayasa]], gelar-gelar kebangsawanan Banten ditertibkan: Sultan untuk raja, Pangeran Ratu untuk putra mahkota atau pewaris takhta pertama, Pangeran Adipati untuk pewaris takhta kedua atau adik |
<sup>1.</sup> <small>Sejak masa pemerintahan [[Ageng Tirtayasa dari Banten|Sultan Ageng Tirtayasa]], gelar-gelar kebangsawanan Banten ditertibkan: Sultan untuk raja, Pangeran Ratu untuk putra mahkota atau pewaris takhta pertama, Pangeran Adipati untuk pewaris takhta kedua atau adik Pangeran Ratu<ref>{{cite book|url=http://perpustakaan.dpr.go.id/catalog/index.php?p=show_detail&id=23685|title=Tinjauan Kritis tentang Sajarah Banten|last=Djajadiningrat|first=Hoesein|date=1983|publisher=Djambatan|year=|isbn=|location=Jakarta|page=209 - 10|pages=|author-link=Hussein Jayadiningrat}}</ref></small>. |
||
<sup>2.</sup> <small>Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 dan meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=Muoj7z9IOI8C&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_atb#v=onepage&q&f=false|title=Arkeologi Islam Nusantara|last=Tjandrasasmita|first=Uka|date=2009|publisher=[[Kepustakaan Populer Gramedia]]|year=|isbn=9789799102126|location=Jakarta|page=128|pages=|author-link=}}</ref>.</small> |
<sup>2.</sup> <small>Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 dan meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC<ref>{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=Muoj7z9IOI8C&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_atb#v=onepage&q&f=false|title=Arkeologi Islam Nusantara|last=Tjandrasasmita|first=Uka|date=2009|publisher=[[Kepustakaan Populer Gramedia]]|year=|isbn=9789799102126|location=Jakarta|page=128|pages=|author-link=}}</ref>.</small> |
Revisi per 27 Februari 2024 03.23
Sultan Banten | |
---|---|
Bekas Kerajaan | |
Lambang Kerajaan Banten | |
Penguasa pertama | Sultan Maulana Hasanuddin |
Penguasa terakhir | |
Gelar | Sultan |
Kediaman resmi | Keraton Surasowan (dulu) |
Penunjuk | Turun-temurun (dari Keluarga Kesultanan Banten) |
Pendirian | 1552 |
Pembubaran | 1813 |
Sultan Banten adalah penguasa Kesultanan Banten di provinsi Banten, Indonesia, yang pernah berjaya di ujung barat Pulau Jawa.[1]
Sultan Banten terakhir
Pada saat terjadi peralihan kekuasaan di Nusantara dari Belanda kepada Inggris tahun 1813, Thomas Stamford Raffles dari pemerintahan Inggris membagi wilayah Banten menjadi 4 Kabupaten, yakni Banten Lor (Banten Utara, yang kelak menjadi Kabupaten Serang), Banten Kulon (Banten Barat, kelak menjadi Kabupaten Caringin yang pada tahun 1907 masuk kedalam Kabupaten Pandeglang), Banten Tengah (Kelak menjadi Kabupaten Pandeglang) dan Banten Kidul (Banten Selatan, yang kelak menjadi Kabupaten Lebak).[2] Pada tahun yang sama, Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles[3] yang kemudian berakhir dengan dihapuskannya status Kesultanan Banten oleh pemerintah kolonial Inggris.[4] Setelah status kesultanan dihapuskan, kemudian diangkatlah Rafiuddin sebagai Sultan Bupati atau Sultan Tituler di wilayah Banten,[5] atau di sebagian penulisan sejarah, Rafiuddin diangkat menjadi Bupati di wilayah Banten Hilir (Wilayah Kabupaten Pandeglang), sedangkan Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin kemudian diangkat menjadi Bupati Banten Hulu (wilayah Kabupaten Serang).[2]
Rafiuddin (yang bernama asli Joyo Miharjo[5]) bukan merupakan warga Banten, ia adalah seorang dari Rembang yang kemudian diberi kedudukan di wilayah Banten oleh pemerintah kolonial. Hubungan darah antara keduanya terbentuk karena Rafiuddin menikah dengan adik Ratu Asyiah (Ibunda Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin). Dengan begitu, gelar resmi Sultan Banten terakhir dari trah Kesultanan Banten yang semestinya adalah pada Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (yang berkuasa dari tahun 1809 - 1813), bukan pada nama Rafiuddin dari Rembang (1813 - 1820) yang sekadar sebagai Sultan Bupati atau Sultan Tituler dan bukan dari keturunan para Sultan Banten, karena setelah dinobatkannya Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin sebagai Sultan Banten pada tahun 1809, tidak ada lagi penobatan gelar Sultan di wilayah Banten kecuali dinobatkannya KH.Tb.A. Syadzili wasee sebagai Ketua Kenadziran Banten Lama2020.[2]
Daftar Sultan Banten
Berikut adalah daftar sultan Banten:[1][2][6]
Kesultanan Banten sebagai Negara Berdaulat
No. | Masa/Tahun | Nama Sultan | Nama Lain | Keterangan |
---|---|---|---|---|
Pendiri Kerajaan Banten (1) | 1526 - 1552 | Sultan Syarif Hidayatullah | Sunan Gunung Jati | Sultan ke-2 Kesultanan Cirebon |
1 (2) | 1552 - 1570 | Maulana Hasanuddin | Pangeran Sabakinking | 8 Oktober 1526 M (1 Muharam 933 H) - 1552 M,[7] status Kesultanan Banten sebagai kadipaten di bawah Kesultanan Cirebon[8] |
2 | 1570 - 1585 | Maulana Yusuf | Pangeran Pasareyan | |
3 | 1585 - 1596 | Maulana Muhammad |
|
|
4 | 1596 - 1647 | Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulqadir |
|
|
5 | 1647 - 1651 | Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad |
|
|
6 | 1651 - 1683 | Sultan Ageng Tirtayasa |
|
(Catatan) 1 |
7 | 1683 - 1687 | Sultan Abu Nashar Abdulqahar |
|
(Catatan) 2 |
8 | 1687 - 1690 | Sultan Abu al-Fadhl Muhammad Yahya | Pangeran Ratu | |
9 | 1690 - 1733 | Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainul Abidin |
|
|
10 | 1733 - 1750 | Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin | Pangeran Abdullah | |
1750 - 1752 | Sultan Syarifuddin Ratu Wakil3 | Pangeran Syarifuddin | dalam pengaruh Ratu Syarifah Fatima[2][9] | |
11 | 1752 - 1753 | Sultan Muhammad Wasi Zainulalimin | Pangeran Arya Adisantika | |
12 | 1753 - 1773 | Sultan Muhammad Arif Zainulasyiqin | Pangeran Gusti | |
13 | 1773 - 1799 | Sultan Aliyuddin I | Abu al-Mafakhir Muhammad Aliyuddin | |
14 | 1799 - 1801 | Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin | ||
15 | 1801 - 1802 | Sultan Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin | ||
1802 - 1803 | Caretaker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya | Untuk sementara administrasi Kesultanan Banten dipegang oleh seorang Caretaker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya | ||
16 | 1803 - 1808 | Sultan Aliyuddin II | Abu al-Mafakhir Muhammad Aqiluddin | |
1808 - 1809 | Caretaker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala | Untuk sementara administrasi Kesultanan Banten dipegang oleh seorang Caretaker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala | ||
17 | 1809 - 1813 | Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin | Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin | |
Catatan:
1. Sejak masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, gelar-gelar kebangsawanan Banten ditertibkan: Sultan untuk raja, Pangeran Ratu untuk putra mahkota atau pewaris takhta pertama, Pangeran Adipati untuk pewaris takhta kedua atau adik Pangeran Ratu[10]. 2. Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 dan meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC[11]. 3. Ketika Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin dibuang ke Ambon, istrinya yang bernama Ratu Syarifah Fatima berhasil membujuk Gustaaf Willem baron van Imhoff selaku Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menobatkan putranya dari suami terdahulu sebagai Sultan Banten.[12] Pangeran Syarifuddin naik takhta dengan gelar Sultan Syarifuddin Ratu Wakil, tetapi pada kenyataannya yang berkuasa adalah Ratu Syarifah Fatima.[1] Hal tersebut yang menyebabkan tidak diakuinya Sultan Syarifuddin Ratu Wakil maupun Ratu Syarifah Fatima sebagai Sultan Banten ke-11.[13] |
Pewaris Kesultanan setelah dihapuskan Belanda
No. | Masa | Nama | Keterangan | ||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | 1832 - 1888 | Pangeran Surya Kumala | (Catatan) 1 | ||||||||||
2 | 1888 - 1916 | Pangeran Timoer Soerjaatmadja | (Catatan) 1 & 2 | ||||||||||
3 | 1916 - 1986 | Ratu Bagus Aryo Marjono Soerjaatmadja | (Catatan) 3 | ||||||||||
4 | 1968 - 1956 | Ratu Bagus Abdul Mughni Soerjaatmadja | (Catatan) 4 | ||||||||||
Catatan:[2]
1. Saat ini keturunan Sultan (Pangeran yang ke-30) yaitu "Yang Mulia Syechuna Al-Bantani" sedang menimba ilmu di negeri Mesir dan Ethiopia dan akan kembali dan menjadi sultan di kemudian hari. Dengan sebutan "Siang-siang Laka ana Wengi" Kenadziran Banten Lama
ReferensiCatatan Kaki
Bibliografi
Pranala luarLihat pula |