Lompat ke isi

Tupai Janjang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Memperbaiki kalimat menjadi lebih dimengerti oleh pembaca
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Newcomer task: copyedit
Agung Harefa (bicara | kontrib)
k Catatan kecil tentang tata bahasa.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Newcomer task: copyedit
 
Baris 1: Baris 1:
{{rapikan}}
{{rapikan}}


'''Tupai Janjang''' merupakan salah satu sastra lisan yang terdapat di [[Provinsi Sumatera Barat|Minangkabau]], yang berasal dari Desa Piladang, Kecamatan [[Palembayan]]. Tupai Janjang adalah salah satu bentuk tradisi bercerita ''(bakaba)'' oleh pendongeng tradisional sambil menari dan memperagakan watak dan pekerjaan tokoh cerita yang dia bawakan. Cerita Tupai Janjang mengkisahkan tentang ibu yang sudah lama tidak memiliki anak. Suatu ketika ia pun hamil dan melahirkan. Anak yang dilahirkan itu, sangat didambakan dan dimanja oleh orang tuanya. Akan tetapi tingkah laku anak itu memiliki perilaku sama seperti tupai. Melompat kesana kemari, menganggu tanaman orang di ladang.
'''Tupai Janjang''' adalah sebuah sastra lisan yang berasal dari [[Provinsi Sumatera Barat|Minangkabau]], tepatnya dari Desa Piladang, Kecamatan [[Palembayan]]. Tupai Janjang adalah salah satu bentuk tradisi bercerita ''(bakaba)'' oleh pendongeng tradisional sambil menari dan memperagakan watak dan pekerjaan tokoh cerita yang dia bawakan. Cerita Tupai Janjang mengkisahkan tentang seorang ibu yang sudah lama tidak memiliki anak. Suatu ketika, ia pun hamil dan melahirkan. Anak itu sangat didamba dan dimanja orang tuanya. Sayangnya, tingkah laku anak itu memiliki perilaku sama seperti tupai. Melompat ke sana kemari, menganggu tanaman orang di ladang.


Penampilan Tupai Janjang dimainkan secara solo, tanpa iringan musik dan hanya melibatkan gerakkan tubuh pemainnya. Kemudian dibantu oleh dua orang laki-laki, sebagai tukang tepuk, sebagai pengganti musiknya. Pemain Tupai Janjang hanya dimainkan oleh laki-laki. Setiap karakter pemain perempuan, diadegankan sendiri oleh tukang cerita tersebut. Keunikan dari Tupai Janjang ini, sambil pencerita bercerita, di depan lokasi tempat pemainnya, diletakkan dua botol minuman. Tujuannya sebagai properti bagi pemain dalam mendukung cerita Tupai Janjang.
Penampilan Tupai Janjang dimainkan secara solo, tanpa iringan musik dan hanya melibatkan gerakkan tubuh pemainnya. Kemudian dibantu oleh dua orang laki-laki, sebagai tukang tepuk, sebagai pengganti musiknya. Pemain Tupai Janjang hanya dimainkan oleh laki-laki. Setiap karakter pemain perempuan, diadegankan sendiri oleh tukang cerita tersebut. Keunikan dari Tupai Janjang ini, sambil pencerita bercerita, di depan lokasi tempat pemainnya, diletakkan dua botol minuman. Tujuannya sebagai properti bagi pemain dalam mendukung cerita Tupai Janjang.


Pementasan Tupai Janjang dilakukan di tempat lapang, seperti beranda rumah, halaman atau lapangan terbuka. Di dalam pementasannya, Tupai Janjang sering dipertunjukkan saat upacara adat. Adapun waktu pertunjukkannya sering digelarkan setelah shalat Isya sampai menjelang masuknya waktu shalat Subuh. Pada awalnya, Tupai Janjang dimainkan di [[Surau]], tetapi karena Tupai Janjang bersifat hiburan, surau adalah tempat ibadah, sehingga tidak dimainkan lagi di Surau.
Pementasan Tupai Janjang dilakukan di tempat lapang, seperti beranda rumah, halaman atau lapangan terbuka. Di dalam pementasannya, Tupai Janjang sering dipertunjukkan saat upacara adat. Adapun waktu pertunjukkannya sering digelarkan setelah shalat Isya sampai menjelang masuknya waktu shalat Subuh. Pada awalnya, Tupai Janjang dimainkan di [[surau]], tetapi karena Tupai Janjang bersifat hiburan, surau adalah tempat ibadah, sehingga tidak dimainkan lagi di Surau.


Selain dimainkan saat acara upacara adat, Tupai Janjang juga dimainkan saat ''alek nagari,'' dengan tujuan untuk menghibur ''anak nagari'' dan sebagai media pendidikan.<ref>{{Cite book|title=Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau|last=Amir|first=Adriyetti. Dkk|publisher=Andalas University|year=2006|isbn=979-1097-08-9|location=Padang|pages=153-157}}</ref>
Selain dimainkan saat acara upacara adat, Tupai Janjang juga dimainkan saat ''alek nagari,'' dengan tujuan untuk menghibur ''anak nagari'' dan sebagai media pendidikan.<ref>{{Cite book|title=Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau|last=Amir|first=Adriyetti. Dkk|publisher=Andalas University|year=2006|isbn=979-1097-08-9|location=Padang|pages=153-157}}</ref>

Revisi terkini sejak 30 April 2024 15.51


Tupai Janjang adalah sebuah sastra lisan yang berasal dari Minangkabau, tepatnya dari Desa Piladang, Kecamatan Palembayan. Tupai Janjang adalah salah satu bentuk tradisi bercerita (bakaba) oleh pendongeng tradisional sambil menari dan memperagakan watak dan pekerjaan tokoh cerita yang dia bawakan. Cerita Tupai Janjang mengkisahkan tentang seorang ibu yang sudah lama tidak memiliki anak. Suatu ketika, ia pun hamil dan melahirkan. Anak itu sangat didamba dan dimanja orang tuanya. Sayangnya, tingkah laku anak itu memiliki perilaku sama seperti tupai. Melompat ke sana kemari, menganggu tanaman orang di ladang.

Penampilan Tupai Janjang dimainkan secara solo, tanpa iringan musik dan hanya melibatkan gerakkan tubuh pemainnya. Kemudian dibantu oleh dua orang laki-laki, sebagai tukang tepuk, sebagai pengganti musiknya. Pemain Tupai Janjang hanya dimainkan oleh laki-laki. Setiap karakter pemain perempuan, diadegankan sendiri oleh tukang cerita tersebut. Keunikan dari Tupai Janjang ini, sambil pencerita bercerita, di depan lokasi tempat pemainnya, diletakkan dua botol minuman. Tujuannya sebagai properti bagi pemain dalam mendukung cerita Tupai Janjang.

Pementasan Tupai Janjang dilakukan di tempat lapang, seperti beranda rumah, halaman atau lapangan terbuka. Di dalam pementasannya, Tupai Janjang sering dipertunjukkan saat upacara adat. Adapun waktu pertunjukkannya sering digelarkan setelah shalat Isya sampai menjelang masuknya waktu shalat Subuh. Pada awalnya, Tupai Janjang dimainkan di surau, tetapi karena Tupai Janjang bersifat hiburan, surau adalah tempat ibadah, sehingga tidak dimainkan lagi di Surau.

Selain dimainkan saat acara upacara adat, Tupai Janjang juga dimainkan saat alek nagari, dengan tujuan untuk menghibur anak nagari dan sebagai media pendidikan.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Amir, Adriyetti. Dkk (2006). Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University. hlm. 153–157. ISBN 979-1097-08-9.