Lompat ke isi

Portal:Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ekonurwiyono (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
MAGETAN: Dua cagar budaya berupa masjid tua di Magetan, Jawa Timur, kian terancam, karena tidak dapat perhatian dari pemerintah.
cpns tanpa kkn

MADIUN:peminat untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil ternyata di Kabupaten Madiun terbilang sangat banyak itu semua bisa dilihat dari banyaknya orang yang menyerbu
Salah satu masjid tersebut diberi nama At-Taqwa pada 1970-an. Masjid ini dipercaya memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Masjid dengan kubah batu tersebut dibangun oleh salah seorang Punggawa Magetan, H Imam Nawawi. Hingga saat ini, masjid tersebut masih dipercayakan kepada salah satu menantunya, H Hamid, 65.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Madiun ,Selasa (20/10).untuk mencari kartu kuning yang menjadi salah satu syarat untuk bisa mengikuti tes.

Seperti yang dikatakan heri sucahyono Kasie Penempatan, Bidang Penempatan, Latihan, dan Produktivitas Tenaga Kerja (Pentalattas), Disnakertrans Kabupaten Madiun,.
H Hamid mengisahkan, Masjid cagar budaya At-Taqwa berdiri sejak 1850 di Dusun Badegan, Desa Tegal Arum, Kecamatan Parang, Magetan ini dibangun dengan luas sekitar 8x20 meter. Masjid ini diangun dengan delapan kayu jati yang menopang berdirinya atap masjid. Empat berada di depan dan empat penyokong lagi di belakang. Desainnya mirip rumah adat jawa, Joglo.
“hal banyaknya pencari kartu kuning kian banyak di karenakan pengaruh dari informasi lowongan CPNS baik pemda maupun departemen-departemen yang dibuka lewat internet, dan kartu kuning menjadi salah satu syaratnya.”katanya

Setiap hari yang mengajukan untuk mencari kartu kuning sampai 300 hingga 400 orang padahal sebelumnya hanya 50 orang”lanjutnya
"Sebelum dibangun oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojorkerto, dulu masjid ini berdinding gedhek atau anyaman bambu. Masjid ini juga dibangun dengan satu pintu, berbeda kebanyakan masjid kuno lainnya yang dibangun dengan tiga pintu," ujar H Hamid.
Samapai-sampai melibatkan petugas yang cukup banyak ,karena kami berkotminmen untuk melakukan pembuatan kartukuning sehari jadi dan gratis.Tandasnya”(nur )

"Pada 1997 lalu, masih lengkap 30 kitab kuno tersebut. Karena dimakan usia, terkena hujan dan dimakan hewan rengat, sekarang tinggal 17 kitab kuno yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Apalagi, kami tidak tahu cara merawat kitab-kitab tersebut," ujar  Hamid.

Lain di At-Taqwa lain pula di Masjid Wakaf Kyai Haji Abdul Rohman, yang terletak di Dusun Tegalrejo, Desa Semen, Kecamatan Nguntoronadi, Magetan. Di masjid dengan usia lebih tua sekitar 15 tahun atau dibangun sekitar tahun 1835, ini tak menyisakan satu pun kitab. Masjid ini malah menyisakan, belasan pusaka yang dikisahkan berasal dari Kerajaan Majapahit.

Masjid cagar budaya dengan kubah batu dengan delapan kayu penopang ini, sama dengan At-Taqwa, juga mempunyai sumur yang dipercaya bisa menambah semangat hidup. Karena menurut sejumlah ahli air dari sumur ini mengandung banyak mineral. "Memang dari segi arsitektur, hampir sama dengan masjid yang ada di Parang. Yang membedakan, masjid ini dibangun dengan tiga pintu dan dua tingkat pada atap. Mengenai kubah masjid, dibangun sama dengan Masjid At-Taqwa, yaitu dari batu," ujar salah satu anak turun Kyai Haji Abdul Rohman, H Gunawan Hanafi, 60.

Masjid ini juga tak dibangun dengan kayu jati, namun dibangun dan ditopang dengan Kayu Sono yang pengerjaannya belum menggunakan penghalus. Jadi, beberapa kayu masih terlihat kasar. Tetapi tidak mengurangi kesan kokoh dari masjid yang dibangun di atas tanah seluas 20 meter pesegi(nuryono )

Revisi per 28 Oktober 2009 09.05

MAGETAN: Dua cagar budaya berupa masjid tua di Magetan, Jawa Timur, kian terancam, karena tidak dapat perhatian dari pemerintah.

Salah satu masjid tersebut diberi nama At-Taqwa pada 1970-an. Masjid ini dipercaya memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Masjid dengan kubah batu tersebut dibangun oleh salah seorang Punggawa Magetan, H Imam Nawawi. Hingga saat ini, masjid tersebut masih dipercayakan kepada salah satu menantunya, H Hamid, 65.

H Hamid mengisahkan, Masjid cagar budaya At-Taqwa berdiri sejak 1850 di Dusun Badegan, Desa Tegal Arum, Kecamatan Parang, Magetan ini dibangun dengan luas sekitar 8x20 meter. Masjid ini diangun dengan delapan kayu jati yang menopang berdirinya atap masjid. Empat berada di depan dan empat penyokong lagi di belakang. Desainnya mirip rumah adat jawa, Joglo.

"Sebelum dibangun oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojorkerto, dulu masjid ini berdinding gedhek atau anyaman bambu. Masjid ini juga dibangun dengan satu pintu, berbeda kebanyakan masjid kuno lainnya yang dibangun dengan tiga pintu," ujar H Hamid.

"Pada 1997 lalu, masih lengkap 30 kitab kuno tersebut. Karena dimakan usia, terkena hujan dan dimakan hewan rengat, sekarang tinggal 17 kitab kuno yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Apalagi, kami tidak tahu cara merawat kitab-kitab tersebut," ujar  Hamid.

Lain di At-Taqwa lain pula di Masjid Wakaf Kyai Haji Abdul Rohman, yang terletak di Dusun Tegalrejo, Desa Semen, Kecamatan Nguntoronadi, Magetan. Di masjid dengan usia lebih tua sekitar 15 tahun atau dibangun sekitar tahun 1835, ini tak menyisakan satu pun kitab. Masjid ini malah menyisakan, belasan pusaka yang dikisahkan berasal dari Kerajaan Majapahit.

Masjid cagar budaya dengan kubah batu dengan delapan kayu penopang ini, sama dengan At-Taqwa, juga mempunyai sumur yang dipercaya bisa menambah semangat hidup. Karena menurut sejumlah ahli air dari sumur ini mengandung banyak mineral. "Memang dari segi arsitektur, hampir sama dengan masjid yang ada di Parang. Yang membedakan, masjid ini dibangun dengan tiga pintu dan dua tingkat pada atap. Mengenai kubah masjid, dibangun sama dengan Masjid At-Taqwa, yaitu dari batu," ujar salah satu anak turun Kyai Haji Abdul Rohman, H Gunawan Hanafi, 60.

Masjid ini juga tak dibangun dengan kayu jati, namun dibangun dan ditopang dengan Kayu Sono yang pengerjaannya belum menggunakan penghalus. Jadi, beberapa kayu masih terlihat kasar. Tetapi tidak mengurangi kesan kokoh dari masjid yang dibangun di atas tanah seluas 20 meter pesegi(nuryono )