Gereja Katolik Siro-Malankara: Perbedaan antara revisi
Baris 39: | Baris 39: | ||
====Persekutuan Gerejawi==== |
====Persekutuan Gerejawi==== |
||
Setelah melewati negosiasi-negosiasi panjang, sidang [[Kongregasi bagi Gereja-Gereja Timur]] pada 4 Juli 1930, mengambil keputusan final menyangkut persekutuan dengan Gereja Malankara. Namun hanya [[Mar Ivanios]] Metropolitan Betani dan sufragannya [[Mar Theofilos]] yang berpegang teguh pada keputusan awal sinode. [[Mar Ivanios]] dan [[Yakub Mar Theofilos]] serta [[Pater John Kuzhinapurath OIC]], [[Diakon Alexander OIC]] and [[Tuan Chacko Kilileth]] membuat pernyataan iman di hadapan Uskup Benziger OCD dari Keuskupan Quilon dan masuk dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik pada 20 September 1930. |
|||
== Administrasi == |
== Administrasi == |
Revisi per 1 Januari 2010 10.12
Gereja Katolik Siro-Malankara (juga dikenal sebagai Gereja Katolik Suriah Malankara, Gereja Katolik Suryani Malankara) adalah sebuah Gereja Katolik Timur sui iuris yang dikepalai seorang Uskup Agung Mayor, dan yang menggunakan Ritus Antiokhia, dalam persekutuan dengan Paus Roma, memiliki kaitan historis dengan Gereja Suriah. Gereja ini merupakan salah satu dari beberapa kelompok umat Kristiani Santo Tomas yang merunut asal-usulnya sampai ke St. Tomas Rasul yang menurut tradisi tiba di India pada 52 Masehi. Di suatu masa, akibat kebijakan latinisasi dari bangsa Portugis, Gereja India terbagi dua. Salah satu dari kedua kelompok itu menjauhi para pejabat gerejawi Katolik Roma dan akhirnya masuk Gereja Yakobit Antiokhia.
Dari kelompok inilah Uskup Agung Mar Ivanios, dalam upaya mempertahankan otonomi dari gereja Apostolik itu, menjalin kembali persekutuan dengan Gereja Katolik Roma pada 1930. Demikianlah Gereja katolik Siro-Malankara secara bersahaja bermula dengan hanya 5 anggota di hari persatuan-kembalinya pada 20 September 1930. Kini, warga Gereja ini berjumlah total sekitar 500.000 jiwa. Paus Yohanes Paulus II menyebutnya sebagai sebuah "Gereja yang tumbuh-pesat".
Pada 10 Februari 2005, Gereja Katolik Siro-Malankara ditingkatkan oleh Paus Yohanes Paulus II menjadi sebuah Gereja Keuskupan Agung Mayor, dengan mengangkat Uskup Agung Gereja ini menjadi Uskup Agung Mayor (disebut Katolikos oleh umat Katolik Siro-Malankara). Sebagai sebuah Gereja Keuskupan Agung Mayor, Gereja Siro-Malankara diberi status otonomi level tertinggi berdasarkan Hukum Kanon Gereja-Gereja Timur, dipimpin oleh uskup agung mayor dan sinode umum yang beranggotakan seluruh uskup Gereja ini, serta tunduk pada pengawasan kepausan.
Uskup Agung Mayor dan Katolikos Gereja Katolik Siro-Malankara saat ini adalah Moran Mor Baselios Cleemis (Thottunkal), yang dipilih oleh Sinode Kudus menggantikan almarhum Moran Mor Cyril Baselious pada 8 Februari 2007, dan diteguhkan oleh Paus Benediktus XVI pada 10 Februari 2007. Dia menduduki jabatannya pada 5 Maret 2007.
Liturgi Gereja Katolik Siro-Malankara beraliran Suriah Barat. Kini liturgi dirayakan dalam bahasa Malayalam, bahasa Syria, bahasa Inggris, bahasa Tamil, dan bahasa Hindi. Ordo Betani untuk pria dan wanita serta Ordo Puteri-Puteri Maria berkarya dalam Gereja Siro-Malankara.
Nama resmi Gereja
Nama resmi Gereja ini adalah Gereja Katolik Siro-Malankara. Dalam bahasa Malayalam nama ini diterjemahkan menjadi Siro-Malankara Katholika Sabha atau Malankara Suriani Katholika Sabha. Nama-nama lain yang dapat dikaitkan dengan Gereja ini antara lain Gereja Katolik Suriah Malankara di India. Bilamana kata "Siro" digunakan maka tidak perlu menggunakan kata "Suriah", namun jika "Siro" tidak digunakan maka "Suriah" yang digunakan. (Mis. Gereja Katolik Siro-Malankara dan Gereja Katolik Suriah Malankara).
Sejarah
Gereja Katolik Siro-Malankara: Asal-usul apostolik
Misi para rasul dan para penerus mereka menyemai Gereja Kristus di berbagai tempat. Berkat penyelenggaraan ilahi (LG 23), Gereja India diberkahi landasan apostolik pada tahun 52 Masehi melalui misi penginjilan St. Tomas, salah satu dari dua belas rasul Yesus Kristus. Gereja Apostolik ini berada dalam persekutuan Katolik sejak abad-abad permulaan.
Umat Kristiani St. Tomas dan bangsa Portugis
pada abad ke-16, Gereja Apostolik ini menjalin hubungan langsung dengan Gereja Barat melalui para misionaris Portugis. Bangsa Portugis memperluas jangkauan Kesepakatan Padroado dalam program penginjilan mereka hingga mencakup India dan hendak menggiring Gereja India dari Umat Kristiani St. Tomas ke bawah yurisdiksi Padroado. Gereja di India yang berakar pada lingkungan sosial-budaya dan menikmati otonomi dalam administrasi internal dalam persekutuan dengan Gereja Universal menolak intervensi Portugis yang membawa serta tradisi-tradisi gerejawi Barat itu. Para misionaris Portugis, yang tidak akrab dengan tradisi-tradisi Oriental dari Gereja India, meyakini bahwa segala sesuatu yang berbeda dengan Gereja Barat berarti skisma dan bidaah. Oleh karena itu mereka ingin melatinisasi Umat Kristiani Suriah di India.
Pada 1599, Uskup Agung Goa Aleixo de Menezes (1595-1617) memperhimpunkan Sinode Diamper dan memaksakan latinisasi atas Gereja Apostolik di India. Tindakan ini merupakan suatu serangan atas jati diri Gereja India. Akan tetapi ukhuwah masih terjalin sampai permulaan paruh kedua abad ke-17. Gereja Kristen St.Tomas sudah tidak tahan menerima penyangkalan atas otonominya. Penolakan awal perlahan-lahan menumbuhkan ketidakpuasan yang berakhir dengan pemberontakan pada 1653 yang dikenal sebagai Ikrar Salib Coonan. Demikianlah, Gereja umat Kristiani St. Tomas yang satu itu terbagi dua. Golongan mayoritas ragu memutuskan hubungan dengan Roma sehingga mereka tetap bersatu dengan Roma, namun di bawah hirarki Latin. Kelompok ini disebut Pazhayakûttukar, sedangkan golongan yang satunya lagi disebut Puthenkûttukar. Kelompok yang terakhir beberapa kali berusaha menjalin persekutuan dengan Roma tanpa melepaskan otonomi dan warisan ritualnya. Gagal menjalin kembali persekutuan dengan Roma, mereka akhirnya masuk dalam persekutuan dengan Gereja Suriah Yakobit di Antiokhia. Perkembangan ini bukanlah merupakan perlawanan terhadap Tahta Apostolik Roma, melainkan terhadap para misionaris Portugis dan kebijakan latinisasi mereka.
Upaya para pemimpin Puthenkoottu menjalin persekutuan gerejawi
Bahkan setelah masuk dalam persekutuan dengan Tahta Yakobit Antiokhia, para prelatur Malankara seperti Mar Thomas I (+1670), Mar Thomas II (+1686), Mar Thomas III (+1688), Mar Thomas IV (+1728), Mar Thomas V (+1765), Mar Thomas VI (+1808), dan Mar Thomas VII (+1815) telah mengupayakan persatuan kembali dengan Tahta Suci, namun semuanya berakhir dengan kegagalan.
Komunitas Puthenkûr dipengaruhi para misionaris Inggris pada abad ke-19. Sejak 1815 sampai 1836, tahun diselenggarakannya Sinode Mavelikara, para misionaris Inggris mendakwahkan ideologi protestan di antara kaum Puthenkûttukar. Hal ini mengakibatkan terbentuknya Gereja Mar Thoma di bawah kepemimpinan Palakunnathu Abraham Malpan dan Mar Athanasios, yang telah ditahbiskan menjadi uskup oleh Patriark Antiokhia. Guna melawan kaum reformis, Mar Divannasios melakukan pendekatan terhadap Patriark Antiokhia. Patriark Ignathios Pathros III tiba di Malankara dan dalam Sinode Mulanthuruthy (1876), Gereja Malankara diharuskan tunduk pada otoritas Patriark Antiokhia. Sejak saat itu, Gereja Malankara telah berpemahaman bahwa otoritas Patriark tersebut hanyalah dalam perkara-perkara rohani.
Dalam konteks pemahaman inilah maka Patriark Mar Abdullah yang datang ke Malankara, mengekskomunikasikan Vattasseril Mar Divannasios pada 1911. Dalam kekisruhan ini Romo P.T. Geevarghese (kelak Uskup Agung Mar Ivanios) memainkan peran penting dalam mengembalikan si metropolitan yang terekskomunikasi tersebut ke jabatannya semula dan dalam meraih kembali status swapraja Gereja Malankara. Guna menghindari campur tangan Patriark Abdullah dalam urusan administrasi Church itu, Romo P.T. Geevarghese dengan restu Vattasseril Mar Divannasios menghubungi Abded M’siha, Patriark Antiokhia yang darinya Mar Abdullah merebut tahta Patriarkat Antiokhia, serta mengundangnya untuk mengunjungi Malankara dan untuk mendirikan sebuah Katolikat di situ. Abded M’siha kemudian datang ke Malankara pada 1912 dan mendirikan Katolikat Malankara. Dengan demikian Gereja Ortodoks Malankara di India menjadi sebuah Gereja autokefalus yang dipimpin seorang Katolikos. Moran Mor Baselios Paulos I (1912-1913), Katolikos pertama, wafat setelah menjabat selama lima bulan pada 13 Mei 1913.
Sesudah berpulangnya Moran Mor Baselios Paulos I, Tahta Katolikat lowong hingga 1925. Masa tersebut merupakan periode gugat-menggugat dalam Gereja Malankara, dan juga periode pembaharuan rohani. Gugatan atas Vattippanam (deposit-tetap uang atas nama Gereja) dan efek-efek akhirnya dalam komunitas saat itu berada pada titik zenitnya.
Pendirian Ashram Betani
Pater P.T. Geevarghese sadar bahwa hanya kebangunan rohani dalam Gereja Malankaralah yang dapat memberi jalan keluar yang bersifat tetap bagi permasalahan-permasalahan Gereja itu. Ia sendiri menyepi menjadi seorang sanyâsa dan mendirikan Ordo Teladan Kristus (Imitation of Christ) yang juga disebut Ashram Betani pada 1919. Ashram pertama didirikan di Mundanmala, Ranni Perunad. Pada 1925 ia mendirikan komunitas para Sanyasi, para biarawati Ordo Teladan Kristus yang juga disebut Madhom Betani. Dari kedua komunitas religius inilah angin rohani dan pencerahan berhembus di Malankara. Dengan keputusan sinode para uskup, pada 30 April 1925 Moran Mor Baselios Geevarghese I ditetapkan sebagai Katolikos. Keesokan harinya, sang katolikos menahbiskan Pater P. T. Geevarghese dengan nama Geevargese Mar Ivanios sebagai Uskup Betani.
Pada 1 November 1926, sinode para uskup yang diselenggarakan di Parumala dekat Tiruvalla, Kerala, memutuskan bernegosiasi kembali dengan Roma perihal menjalin persekutuan dengan Gereja Katolik demi ketenteraman Malankara. Sinode memberi mandat kepada Mar Ivanios, Uskup Betani saat itu, untuk berkorespondensi seperlunya dengan Roma perihal persekutuan tersebut. Ia dengan setia menjalankan mandat sinode itu.
Katolikos kedua mangkat pada 17 Desember 1928. Moran Mor Baselios Geevarghese I diangkat menggantikan mendiang katolikos. Sehari setelah pengangkatannya, ia menahbiskan Mar Theophilos dari Betani dan Mar Gregorios dari Pampady sebagai uskup. Kala itu putusan pengadilan sipil mengenai Vattipanam memenangkan pihak Gereja Ortodoks Malankara. Hal ini merupakan sebuah dukungan legal sipil bagi Gereja tersebut dan para uskup Gereja Ortodoks Malankara melepaskan keinginan untuk menjalin persekutuan dengan Roma. Namun Mar Ivanios dengan tegar terus berupaya menjalin persekutuan dengan Gereja Katolik.
Persekutuan Gerejawi
Setelah melewati negosiasi-negosiasi panjang, sidang Kongregasi bagi Gereja-Gereja Timur pada 4 Juli 1930, mengambil keputusan final menyangkut persekutuan dengan Gereja Malankara. Namun hanya Mar Ivanios Metropolitan Betani dan sufragannya Mar Theofilos yang berpegang teguh pada keputusan awal sinode. Mar Ivanios dan Yakub Mar Theofilos serta Pater John Kuzhinapurath OIC, Diakon Alexander OIC and Tuan Chacko Kilileth membuat pernyataan iman di hadapan Uskup Benziger OCD dari Keuskupan Quilon dan masuk dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik pada 20 September 1930.
Administrasi
Uskup Agung Utama dan Katolikos Gereja Katolik Syro-Malankara saat ini adalah Isaac Mar Cleemis (Thottunkal), yang terpilih oleh Sinode Suci sebagai pengganti Almarhum Hamba Allah Cyril Mar Baselious pada tanggal 8 Februari 2007, dan dikonfirmasi oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 10 Februari 2007.
Keuskupan
- Keuskupan Agung Trivandrum
- Keuskupan Marthandom
- Keuskupan Mavelikara
- Keuskupan Agung Tiruvalla
- Keuskupan Bathery
- Keuskupan Muvattupuzha
Pranala luar
- (Inggris)Gereja Katolik Syro-Malankara
- (Inggris)Malankara Orthodox Church
- (Inggris)"Situs Internasional Gereja Katolik Syro-Malankara"
Bagian dari seri Gereja Katolik tentang |
Gereja partikular sui iuris |
---|
Gereja-Gereja partikular berikut dikelompokkan menurut ritus liturgi |
Ritus liturgi Latin |
Ritus Aleksandria |
Ritus Armenia |
Ritus Bizantin |
Ritus Suriah Timur |
Ritus Suriah Barat |
Gereja-Gereja Katolik Timur Portal Kristen |