Malin Kundang: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 5: | Baris 5: | ||
== Ringkasan cerita == |
== Ringkasan cerita == |
||
''Berikut ringkasan salah satu versi kisah Malin Kundang'' |
:''Berikut ringkasan salah satu versi kisah Malin Kundang'' |
||
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah [[Sumatera Barat]]. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi [[merantau]] agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke [[kampung halaman]] kelak. |
Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi [[merantau]] agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke [[kampung halaman]] kelak. |
Revisi per 31 Maret 2010 08.57
Malin Kundang adalah kaba yang berasal dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang.
Cerita rakyat yang mirip juga dapat ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara. Di Malaysia cerita serupa berkisah tentang Si Tenggang[1], sedangkan di Brunei Nakhoda Manis[2]. Cerita Si Tenggang pernah diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta pada 1975 sebagai judul Nakoda Tenggang : sebuah legenda dari Malaysia / oleh A. Damhoeri. [3]
Ringkasan cerita
- Berikut ringkasan salah satu versi kisah Malin Kundang
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.
Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu".
Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.
Adaptasi
Karena kepopulerannya kisah Malin Kundang berkali-kali diolah dalam berbagai bentuk, baik cerpen, drama, dan sinetron. Karya-karya adaptasi ini sangat beragam.
Cerpen
Cerpen berjudul Malin Kundang, Ibunya Durhaka karya A. A. Navis menceritakan Malin Kundang yang pulang kampung setelah berhasil di rantau menemukan kampungnya sudah jadi tanah tandus. Istrinya kesal dan merasa ditipu karena selama ini Malin Kundang sering bercerita tentang kemegahan kampungnya. Di pelabuhan Malin Kundang menemukan seorang perempuan renta yang diiringi seorang lelaki. Malin Kundang mengenali perempuan itu sebagai ibunya. Ia lalu bertanya siapa lelaki tersebut. Ibunya menjawab lelaki itu yang satu-satunya mau menemaninya karena dijanjikan bagian harta bila Malin Kundang datang. Malin Kundang marah lalu berkata: "Engkau perempuan laknat. Kalau benar kau ibuku, aku kutuk diriku menjadi batu. Biar semua orang tahu, Malin Kundang lahir dari perut yang keliru."
Drama
Dramawan dan sastrawan Wisran Hadi menjadikan kisah Malin Kundang sebagai dasar dalam dramanya Malin Kundang (1978) dan Puti Bungsu (1979)
Sinetron
Malin Kundang merupakan sinetron yang diputar di SCTV sejak 11 Januari 2005. Dalam sinetron ini latar cerita Malin Kundang dibawa ke alam modern. Malin Kundang diperankan oleh Fachri Albar. Dalam versi sinetron ini ibu Malin Kundang bernama Zainab dan diperankan Desy Ratnasari.
Lihat pula
Rujukan
- ^ Stories of a people: asserting place and presence via Orang Asli oral tradition, Colin Nicholas, One-day Seminar and Exhibition on Orang Asli Oral Tradition, PPBKKM, FSSK, UKM, Bangi, 8 September 2004
- ^ The tale of the unfilial son, Rozan Yunos, Brunei Times, Mar 30, 2007 mirror
- ^ http://www.livelife.ecitizen.gov.sg/recreation/nlb/search/ItemDetail.asp?Type=LIB&ID=4142058&Media=Book
Pranala luar
- (Melayu) Junus, Umar. "Malin Kundang dan Dunia Kini" (PDF). Diakses tanggal 2009-8-7.
- MD Entertainment rilis Legenda Malin Kundang
- (Inggris)Versi lain kisah Malin Kundang yayayayayayayayayayaya