Hukum pidana: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
hukum pidana |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{inuse|28-04-2010}} |
|||
{{unreferenced}} |
|||
Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang merupakan tindak pidana dan hukum apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.<ref>Ikhtisar Ilmu Hukum, Prof. DR. H. Muchsin, S.H, Hal. 84</ref> |
|||
{{wikisource|Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana}} |
|||
'''Hukum pidana''' adalah [[hukum]] yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah: |
|||
*[[Pembunuhan]] |
|||
*[[Pencurian]] |
|||
*[[Penipuan]] |
|||
*[[Perampokan]] |
|||
*[[Penganiayaan]] |
|||
*[[Pemerkosaan]] |
|||
*[[Korupsi]] |
|||
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk <ref name="pengertian"> Asas Asas Hukum Pidana, Prof. Moeljatno, S.H, Hal. 1</ref>: |
|||
Hukum pidana dibagi atas 2, yaitu: |
|||
⚫ | |||
*Hukum Pidana Militer |
|||
# Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.<ref name="pengertian"/> |
|||
Disamping Ilmu Hukum Pidana, Yang sesungguhnya dapat juga dianmakan ilmu tentang hukumannya kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatannya sendiri yang dinamakan kriminologi. |
|||
# Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan iu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.<ref name="pengertian"/> |
|||
hal ini dimaksudkan agar menjadi mengerti apa sebab-sebabnya sehinnga pelaku sampai berbuat jahat. |
|||
# Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.<ref name="pengertian"/> |
|||
Di negeri-negeri Anglo-Saxon, Kriminologi dibagi menjadi tiga bagian : |
|||
*''Criminal biology'' |
|||
*''Criminal sosiology'' |
|||
*''Criminal policy'' |
|||
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatau penderitaan.<ref name="Sudarsono">Pengantar Ilmu Hukum, Titik Triwulan Tutik, S.H, M.H, Hal. 216-217</ref> |
|||
== Rujukan == |
|||
* (Mudjiono, SH, ''Pengantar Tata Hukum Indonesia'', Liberty, Yogyakarta, 1991.) |
|||
{{hukum-stub}} |
|||
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.<ref name="Sudarsono"/> |
|||
== Sumber-Sumber Hukum Pidana == |
|||
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.<ref name="PHI">Pengantar Hukum Indonesia, Fully Handayani, S.H, M.kn, Hal. 59-61</ref>Di Indonesia sendiri, belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda.<ref name="Sudarsono"/> |
|||
Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain<ref name="PHI"/> : |
|||
# Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).<ref name="PHI"/> |
|||
# Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).<ref name="PHI"/> |
|||
# Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).<ref name="PHI"/> |
|||
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain<ref name="Sudarsono"/> : |
|||
# UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.<ref name="Sudarsono"/> |
|||
# UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.<ref name="Sudarsono"/> |
|||
# UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.<ref name="Sudarsono"/> dll |
|||
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.<ref name="Sudarsono"/> |
|||
⚫ | |||
# Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).<ref name="PHI"/> |
|||
# Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP).<ref name="PHI"/> |
|||
# Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.<ref name="PHI"/> |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
|||
[[Kategori:Hukum]] |
[[Kategori:Hukum]] |
Revisi per 17 April 2010 05.41
Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang merupakan tindak pidana dan hukum apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.[1]
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk [2]:
- Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.[2]
- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan iu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.[2]
- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.[2]
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatau penderitaan.[3]
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.[3]
Sumber-Sumber Hukum Pidana
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.[4]Di Indonesia sendiri, belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda.[3] Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain[4] :
- Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).[4]
- Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).[4]
- Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).[4]
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain[3] :
- UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.[3]
- UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.[3]
- UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.[3] dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.[3]
Asas-Asas Hukum Pidana
- Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[4]
- Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP).[4]
- Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.[4]