Lompat ke isi

Invasi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: perubahan kosmetika
Baris 47: Baris 47:
{{reflist}}
{{reflist}}
</div>
</div>
{{Link FA|en}}


[[Kategori:Invasi| ]]
[[Kategori:Invasi| ]]
[[Kategori:Artikel bagus bertopik militer]]
[[Kategori:Artikel bagus bertopik militer]]

{{Link FA|en}}


[[bg:Нашествие]]
[[bg:Нашествие]]

Revisi per 18 April 2010 15.16

Pendaratan laut pada Invasi Normandia.

Invasi adalah aksi militer dimana angkatan bersenjata suatu negara memasuki daerah yang dikuasai oleh suatu negara lain, dengan tujuan menguasai daerah tersebut atau merubah pemerintahan yang berkuasa. Invasi bisa menjadi penyebab perang, bisa digunakan sebagai strategi untuk menyelesaikan perang, atau bisa menjadi inti dari perang itu sendiri.

Istilah ini biasanya dipakai untuk suatu aksi strategis militer yang besar, karena tujuan akhir invasi biasanya pada skala yang besar dan dengan jangka panjang, suatu pasukan yang sangat besar dibutuhkan untuk mempertahankan daerah yang diinvasi. Infiltrasi taktis kecil tidak termasuk invasi, dan lebih sering diklasifikasikan sebagai serbuan, skirmish, atau serangan.

Motif dan pembenaran

Invasi pada dasarnya dilakukan untuk memperluas wilayah dan kepentingan politik. Namun, motif-motif lainnya juga pernah terjadi, antara lain, pengembalian wilayah yang dulu diambil; idealisme keagamaan; politik untuk kepentingan nasional; pengejaran musuh-musuh; perlindungan terhadap negara sekutu; mengambil alih daerah jajahan; serangan preemptif sebelum diserang; melindungi atau mengambil rute transportasi atau sumber daya alam, seperti air dan minyak; menengahi konflik antar dua pihak lain; dan sebagai sanksi militer.

Pada abad ke-19 juga muncul motif dimana negara-negara kuat dan adidaya mencoba untuk mengatur politik dunia, misalnya dengan merubah pemerintahan atau rezim suatu negara lain. Pada kasus-kasus ini sering juga para penyerang beralasan bahwa mereka "melindungi" daerah yang diinvasi.[1] Pada politik modern masa kini, agar terhindar dari tuduhan imperialisme, pihak yang menyerang sering mencap suatu invasi sebagai suatu "intervensi" untuk kepentingan bersama.[2]

Metode-metode

Invasi darat

Invasi darat adalah metode langsung untuk memasukkan angkatan bersenjata ke suatu wilayah melalui hubungan darat, dengan mengalahkan pertahanan musuh. Walaupun cara ini sering menghasilkan kemenangan yang cepat, gerakan pasukan relatif lambat dan dapat dipengaruhi medan dan cuaca. Selain itu, rencana pergerakan pasukan sulit untuk disembunyikan, dan kemungkinan besar negara yang diserang akan bersiap-siap dan meningkatkan pertahanan.

Pada peperangan modern, invasi darat biasanya dilakukan setelah serangan-serangan lain dengan metode yang berbeda. Serangan udara dan peluru kendali sangat lazim digunakan untuk "melunakkan" target sebelum diserang. Persiapan lainnya yang lebih terselubung antara lain secara rahasia mencari dukungan orang dalam, pembunuhan tokoh-tokoh politik atau militer yang penting, dan memblokir jalur-jalur persediaan dan perdagangan.

Invasi lewat laut

Hovercraft LCAC membawa kendaraan militer Humvee.

Invasi lewat laut menggunakan perairan untuk memasuki daerah musuh. Cara ini biasanya dilaksanakan bersama dengan metode lain, dan sebelum ditemukannya penerbangan, cara ini sangat lazim dipakai karena tidak ada cara lain untuk memasuki wilayah musuh. Invasi lewat laut ini bisa sangat efektif bila bisa dilakukan dengan tiba-tiba dan mengejutkan musuh, atau bila musuh tidak memiliki pertahan laut yang baik. Tetapi metode invasi ini juga sering merepotkan. Banyak peralatan khusus yang dibutuhkan untuk melakukan invasi ini, misalnya kendaraan amfibi. Dan pada serangan lewat laut, pertahanan dan tempat bersembunyi untuk pihak yang menyerang sangat minim. Selain itu, banyak hal-hal yang tak terduga dapat terjadi, seperi cuaca yang buruk dan benda-benda bawah laut. Pada pertempuran Tarawa, kendaraan pendarat Marinir AS tersangkut pada koral, dan diserang artileri dari darat. Lalu mereka-mereka yang berhasil mendarat tidak mendapati tempat berlindung.[3]

Invasi lewat udara

Ribuan penerjun payung pada Operasi Market Garden.

Invasi lewat udara baru dilakukan pada abad ke-20 dan peperangan modern. Intinya adalah mengirimkan pasukan dengan menggunakan pesawat udara. Pesawat ini bisa mendarat lalu pasukan yang didalamnya keluar dan melakukan misi, atau tentara ini dapat keluar dari pesawat ketika masih berada di udara, dengan menggunakan parasut atau alat lain, dan mendarat di wilayah yang diinvasi. Seringkali invasi udara digunakan sebelum invasi darat atau laut, dengan tujuan mengambil alih posisi-posisi penting seperti jembatan dan perempatan, jauh di belakang garis pertahanan musuh. Namun, invasi yang dilakukan hanya lewat udara saja belum pernah berhasil. Masalah utamanya dalah persediaan dan bantuan personel. Pasukan penerjun payung tidak bisa membawa persediaan yang banyak dan harus dibantu oleh pasukan darat, kemudian pasukan ini juga jumlah terlalu sedikit untuk melakukan serangan besar-besaran langsung.

Salah satu contoh invasi udara murni adalah Pertempuran Crete, Operasi Thursday, dan Operasi Market Garden. Operasi Market Garden merupakan invasi memasuki wilayah Belanda yang dikuasai oleh Jerman pada Perang Dunia II pada September 1944. Hampir 35.000 orang diterjunkan dengan parasut dan glider untuk merebut jembatan dari Jerman dan melancarkan gerak maju Sekutu. Namun, walaupun dengan pasukan yang berjumlah besar yang juga mengejutkan pihak Jerman, invasi ini gagal dan setelah 9 hari bertempur, Sekutu harus mundur kembali setelah kehilangan lebih dari 18.000 orang.[4] Dan di abad ke-21 ini, dengan kemajuan teknologi pertahanan anti udara, sepertinya invasi lewat udara sudah tidak bisa diandalkan.

Meredam perlawanan

Pasukan Amerika Serikat membagikan informasi di jalanan Irak.

Setelah perbatasan politik dan garis-garis militer ditembus, meredam perlawanan adalah tujuan utama dan paling penting yang harus dicapai. Setelah mengalahkan angkatan bersenjata negara yang diinvasi, perlawanan akan terus datang dari pihak sipil dan pemberontak paramiliter. Menghancurkan perlawanan sebuah negara yang diduduki akan sangat sulit, bahkan tidak mungkin tercapai, dan dukungan masyarakat sangat penting untuk keberhasilan invasi.

Propaganda seperti brosur, buku, dan siaran radio dapat digunakan untuk membujuk pemberontak untuk menyerah, dan agar orang lain tidak bergabung dengan mereka. Pasifikasi, yang biasa disebut dengan "memenangkan hati dan pikiran", mengurangi keinginan pihak sipil untuk memberontak. Ini dapat dicapai dengan memberikan pendidikan ulang, membuat agar warga yang diduduki dapat ikut dalam pemerintahan, atau, khususnya di tempat-tempat yang sangat miskin dan hancur, dapat dengan memberikan makanan, minuman, dan tempat tinggal. Cara yang lain misalnya, dengan memperlihatkan kekuatan militer, yaitu dengan parade militer di jalanan negara yang diokupasi, yang mungkin bisa membuat para pemberontak takut. Cara ini juga bisa ditambah dengan eksekusi publik tentara musuh, anggota pemberontak, dan musuh lainnya.

Pendukung

Logistik

Tanpa aliran persediaan yang memadai, sebuah pasukan invasi akan segera kalah. Sebelum menginvasi Yunani, Xerxes I membutuhkan tiga tahun untuk mengumpulkan persediaan dari penjuru Asia; Herodotus menulis bahwa pasukan Persia sangat besar sampai "meminum sungai hingga kering".[5]

Pada sebagian besar invasi, bahkan pada invasi modern, persediaan diambil dari wilayah yang diduduki. Sebelum adanya hukum perang, pasukan penginvasi sangat bergantung pada persediaan yang mereka dapatkan dari menguasai kota-kota. Contohnya pada Perang Punic Kedua, dimana Hannibal menyuruh pasukannya untuk menguasai kota-kota hanya untuk mendapatkan persediaannya. Ia menyebrangi Alpen dengan sedikit mungkin bahan persediaan, dan berharap gudang persediaan Romawi akan menyediakan segala persediaan setelah dikuasai.[6] Taktik bumi hangus yang dilakukan Napoleon di Rusia memaksanya mundur karena akhirnya kekurangan makanan dan bangunan untuk beristirahat. Pada masa kini, hukum peperangan darat melarang penjarahan dan pengambilan hak milik pribadi, tetapi persediaan masih dapat dibeli di tempat, dan biasanya pesawat mengirim persediaan menggunakan parasut. Dan walaupun peraturan ini semakin ketat, keperluan perang semakin bertambah; selain makanan, tempat tinggal, dan amunisi, militer modern membutuhkan bahan bakar, batere, suku cadang, peralatan elektronik, dan banyak barang lainnya. Di Amerika Serikat, Dinas Logistik Pertahanan mempekerjakan lebih dari 22.000 orang sipil untuk tugas dukungan logistik, dan 30.000 prajurit lulus dari Kolese Manajemen Logistik Angkatan Darat AS setiap tahunnya.[7]

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Halsall, Paul (1997). "Modern History Sourcebook: The Truman Doctrine, 1947". Diakses tanggal 11 Februari. 
  2. ^ Rajamoorthy, T. (2003). "Deceit and Duplicity: Some Reflections on Western Intervention in Iraq". Diakses tanggal 11 Februari. 
  3. ^ Ashton, Douglas F. (1989). "Tarawa: Testing Ground For The Amphibious Assault". Diakses tanggal 11 Februari. 
  4. ^ Koskimaki, George E. (1989). Hell's Highway: Chronicle of the 101st Airborne Division in the Holland Campaign, September-November 1944. 101st Airborne Division Association. ISBN 1-877702-03-X. 
  5. ^ Rowland, Stephen (2005). "Persian society in the time of Darius and Xerxes". Diakses tanggal 24 Februari. 
  6. ^ Polybius (1922). "The Histories, Book III". Diakses tanggal 24 Februari. 
  7. ^ U.S. Army (2005). "Background of ALMC". Diakses tanggal 24 Februari. 

Templat:Link FA