Basiyo: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
wikify |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Riset asli}} |
{{Riset asli}} |
||
{{rapikan}} |
{{rapikan}} |
||
'''Basiyo''' adalah seorang [[pelawak]] dari [[Yogyakarta]] dengan menggunakan [[bahasa Jawa]]. Lawakan Basiyo menjadi terkenal di daerah Jawa Tengah melalui siaran radio, televisi (TVRI), dan berbagai rekaman. Lawakannya sering disebut sebagai Dagelan Mataram, sesuai dengan nama acaranya di RRI Yogyakarta. |
|||
'''Basiyo''' adalah seorang [[pelawak]] dari [[Yogyakarta]]. Dalam penjelasan Sunardian Wirodono, fans berat Basiyo, pelawak Basiyo mampu melintasi batas ruang dan waktu. Meski mungkin bagi sebagian besar orang [[Indonesia]] tidak mengetahui siapa itu Basiyo, namun mereka yang berlatar belakang Jawa (Mataram) relatif mengenalnya. Tidak peduli orang tua, orang muda, orang kota, orang desa, orang berpendidikan dan tidak. Basiyo dipercaya meninggal dalam usia 70-an yakni pada [[tahun]] [[1984]]. Jadi kira-kira, beliau lahir tahun 1910-an. |
|||
⚫ | Dalam melawak, ia biasa bersama-sama dengan Sudarsono, Hardjo Gepeng, Suparmi, Pujiyem, [[Ngabdul]], Atmo Kemin, istrinya sendiri (Bu Basiyo), serta teman - temannya yang lain. Kebanyakan, mereka adalah karyawan [[RRI]] Nusantara II Yogyakarta, sebagaimana kebanyakan dari mereka ditampung oleh pemerintah waktu itu. Di antara karya - karya Basiyo yang direkam dalam bentuk kaset di antaranya adalah Pangkur Jenggleng, Basiyo mBecak, Degan Wasiat, Basiyo Kapusan, Kibir Kejungkir, Maling Kontrang-kantring, Gathutkaca Gandrung, Dadung Kepuntir, Basiyo mBlantik dan masih banyak lagi, semuanya mencapai lebih dari 100-an judul. Rekaman audio Basiyo pada umumnya diterbitkan oleh perusahaan rekaman Fajar Borobudur Record. Selain itu ada juga Irma yang kesemuanya berada di Semarang, meski ada juga yang direkam oleh Lokananta (Sala). |
||
Basiyo terkenal dengan lawakan yang banyak orang mengistilahkan dengan "Dagelan Mataram". Dagelan Mataram (Yogyakarta) adalah jenis lawakan yang kemudian dipakai oleh Ibu Sri Mulat, untuk pergelaran kelilingnya (1940-an) yang kemudian dijadikan maskot pertunjukannya yang kemudian dikenal bernama [[Srimulat]] (Surabaya). |
|||
⚫ | Ia bukan hanya pelawak, melainkan juga berhasil memopulerkan jenis gending "Pangkur Jenggleng", yakni, cara menyanyi (nembang) Jawa yang bisa diselingi dengan lawakan, tanpa kehilangan irama dari tembang yang sedang dibawakan. Cara memukul gamelan pun, tidak lazim, karena lebih mengandalkan [[kendang]] sebagai iringan utama untuk akhirnya pada ketukan (birama) terakhir dipakai sebagai waktu untuk memukul semua alat musik perkusi (terutama saron) sekeras-kerasnya. Meski menggunakan bahasa Jawa dan "produk lama", nama Basiyo muncul kembali. |
||
⚫ | |||
Basiyo acap berkolaborasi dengan nama-nama seniman kondang pada dunia dan masanya, seperti [[Bagong Kussudihardjo]], Ki [[Nartosabdo]], [[Nyi Tjondrolukito]], dan lain-lain. Beberapa pengagumnya, seperti budayawan [[Umar Kayam]], pelukis [[Affandi]]. |
|||
⚫ | Ia bukan hanya pelawak, melainkan juga berhasil |
||
Banyak anak muda (umumnya pekerja kreatif dari Yogyakarta yang bekerja di Jakarta), adalan penggemar Basiyo. Mereka bahkan mengubah audio kaset ke MP3 dan menyebarluaskannya lewat internet. Menurut anak-anak muda itu (tentu saja yang paham bahasa Jawa), lawakan Basiyo jauh lebih bermutu, lebih cerdas, dibandingkan lawakan pelawak-pelawak yang sering muncul di layar kaca televisi sekarang ini. Dalam masa jayanya, Basiyo acap berkolaborasi dengan nama-nama seniman kondang pada dunia dan masanya, seperti Bagong Kussudihardjo, Ki Nartosabdo, Nyi Tjondrolukito, dan lain-lain. Beberapa pengagumnya, seperti budayawan [[Umar Kayam]], pelukis [[Affandi]], sastrawan Arswendo Atmowiloto, memuja Basiyo sebagai pelawak yang cerdas, memiliki daya spontanitas dan nalar yang jernih. Hasil karya Basiyo pada umumnya diterbitkan oleh perusahaan rekaman Fajar Borobudur Record. Selain itu ada juga Irma (atau Ira?) yang kesemuanya berada di Semarang, meski ada juga yang direkam oleh Lokananta (Sala). Informasi mengenai [[perusahaan]] rekaman ini masih belum didapatkan. |
|||
{{indo-bio-stub}} |
{{indo-bio-stub}} |
Revisi per 14 Juli 2010 04.30
Artikel ini mungkin mengandung riset asli. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Basiyo adalah seorang pelawak dari Yogyakarta dengan menggunakan bahasa Jawa. Lawakan Basiyo menjadi terkenal di daerah Jawa Tengah melalui siaran radio, televisi (TVRI), dan berbagai rekaman. Lawakannya sering disebut sebagai Dagelan Mataram, sesuai dengan nama acaranya di RRI Yogyakarta.
Dalam melawak, ia biasa bersama-sama dengan Sudarsono, Hardjo Gepeng, Suparmi, Pujiyem, Ngabdul, Atmo Kemin, istrinya sendiri (Bu Basiyo), serta teman - temannya yang lain. Kebanyakan, mereka adalah karyawan RRI Nusantara II Yogyakarta, sebagaimana kebanyakan dari mereka ditampung oleh pemerintah waktu itu. Di antara karya - karya Basiyo yang direkam dalam bentuk kaset di antaranya adalah Pangkur Jenggleng, Basiyo mBecak, Degan Wasiat, Basiyo Kapusan, Kibir Kejungkir, Maling Kontrang-kantring, Gathutkaca Gandrung, Dadung Kepuntir, Basiyo mBlantik dan masih banyak lagi, semuanya mencapai lebih dari 100-an judul. Rekaman audio Basiyo pada umumnya diterbitkan oleh perusahaan rekaman Fajar Borobudur Record. Selain itu ada juga Irma yang kesemuanya berada di Semarang, meski ada juga yang direkam oleh Lokananta (Sala).
Ia bukan hanya pelawak, melainkan juga berhasil memopulerkan jenis gending "Pangkur Jenggleng", yakni, cara menyanyi (nembang) Jawa yang bisa diselingi dengan lawakan, tanpa kehilangan irama dari tembang yang sedang dibawakan. Cara memukul gamelan pun, tidak lazim, karena lebih mengandalkan kendang sebagai iringan utama untuk akhirnya pada ketukan (birama) terakhir dipakai sebagai waktu untuk memukul semua alat musik perkusi (terutama saron) sekeras-kerasnya. Meski menggunakan bahasa Jawa dan "produk lama", nama Basiyo muncul kembali.
Basiyo acap berkolaborasi dengan nama-nama seniman kondang pada dunia dan masanya, seperti Bagong Kussudihardjo, Ki Nartosabdo, Nyi Tjondrolukito, dan lain-lain. Beberapa pengagumnya, seperti budayawan Umar Kayam, pelukis Affandi.