Kerusuhan Mei 1998: Perbedaan antara revisi
k ←Suntingan 180.214.232.3 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh M. Adiputra |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
Isu pemerkosaan massal atas perempuan Cina dalam Kerusuhan Mei 1998 senantiasa dihembus-hembuskan. Tidak lebih dari berita bohong. |
|||
'''Kerusuhan Mei 1998''' adalah [[kerusuhan]] yang terjadi di [[Indonesia]] pada [[13 Mei]] - [[15 Mei]] [[1998]], khususnya di ibu kota [[Jakarta]] namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh [[krisis finansial Asia]] dan dipicu oleh [[tragedi Trisakti]] di mana empat mahasiswa [[Universitas Trisakti]] ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. |
|||
Hasil penyidikan FBI akhirnya membongkar kebohongan itu. “Jika sebuah kebohongan terus-menerus diceritakan hingga terdengar luas di masyarakat, maka lama-kelamaan masyarakat akan meyakini kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran.” kata Menteri Propaganda Nazi Jerman, Dr Josef Goebels, enam dasawarsa yang lalu. |
|||
Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan [[Tionghoa]]<ref>http://www.semanggipeduli.com/Sejarah/frame/kerusuhan.html</ref>. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di [[Jakarta]], [[Bandung]], dan [[Surakarta]]. Terdapat ratusan wanita keturunan [[Tionghoa]] yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut<ref>Hamid, Usman. MENATAP WAJAH KORBAN. Solidaritas Nusa Bangsa, Jakarta, 2005</ref><ref>http://groups.yahoo.com/group/bhinneka/message/2249</ref>. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan [[Tionghoa]] yang meninggalkan [[Indonesia]]. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah [[Romo Sandyawan]], bernama [[Ita Martadinata Haryono]], yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis. |
|||
Meski sudah kuno, namun prinsip propaganda yang diterapkan Nazi untuk melibas bangsa Yahudi di Eropa menjelang Perang Dunia II itu masih terus dipakai dan dilestarikan hingga kini. |
|||
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Hal yang memalukan ini mengingatkan seseorang kepada peristiwa ''[[Kristallnacht]]'' di [[Jerman]] pada tanggal [[9 November]] [[1938]] yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang [[Yahudi]] dan berpuncak pada pembunuhan massal atas mereka di hampir seluruh benua [[Eropa]] oleh pemerintahan [[Jerman Nazi]]. |
|||
Strategi propaganda ala Goebels ini pun tetap laris di Indonesia dan masih cukup efektif sebagai alat pemukul lawan politik dan ide yang berseberangan. Tengoklah |
|||
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama besar yang dianggap provokator kerusuhan Mei 1998. Bahkan pemerintah mengeluarkan pernyataan berkontradiksi dengan fakta yang sebenarnya yang terjadi dengan mengatakan sama sekali tidak ada pemerkosaan massal terhadap wanita keturunan [[Tionghoa]] disebabkan tidak ada bukti-bukti konkret tentang pemerkosaan tersebut. |
|||
berbagai propaganda hitam yang dikembangkan dengan cara itu. Misalnya, pembangunan opini bahwa Islam sudah tidak cocok untuk zaman modern ini, pembentukan opini bahwa |
|||
poligami identik dengan kekerasan, pengelabuan bahwa pluralisme adalah kebaikan yang harus diterima dan sebagainya. |
|||
Tapi, propaganda kebohongan paling dahsyat di Republik ini adalah isu tentang pemerkosaan massal atas para perempuan etnis Cina pada saat kerusuhan Mei 1998. Dengan sistematis mereka meniupkan isu tentang isu perkosaan itu, dengan berbagai cerita di berbagai media, dengan berbagai cara dan sarana, baik di dalam dan luar negeri. Padahal, dengan jelas isu itu sebenarnya dipakai untuk mendeskreditkan Islam dan simbol-simbol Islam. |
|||
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun demikian umumnya orang setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian terhadap orang Tionghoa. |
|||
Kisah Vivian dan Foto-Foto Perkosaan |
|||
{{wikisource|Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Tanggal 13-15 Mei 1998}} |
|||
Internet menjadi sarana paling hebat untuk menyebarluaskan kisah perkosaan massal itu. Yang paling kontroversial adalah kisah yang konon dialami oleh seorang gadis |
|||
== Pengusutan dan penyelidikan == |
|||
keturunan Cina bernama ‘Vivian. Kisah itu muncul kira-kira pada pertengahan Juni 1998. Konon Vivian tinggal bersama orang tuanya di lantai 7 sebuah apartemen di kawasan Kapuk, Jakarta Utara ketika diserbu orang-orang tak dikenal saat kerusuhan Mei. Mereka lalu memperkosa Vivian, saudara, tante dan tetangga-tetanggany a. |
|||
Tidak lama setelah kejadian berakhir dibentuklah [[Tim Gabungan Pencari Fakta]] (TGPF) untuk menyelidiki masalah ini. TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan "Laporan TGPF" <ref> [http://semanggipeduli.com/tgpf/laporan.html Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Tanggal 13-15 Mei 1998], ''Situs SemanggiPeduli.com'', [[23 Oktober]] [[1998]]. Diakses pada [[15 Mei]] [[2010]].</ref> |
|||
Kisah Vivian sangat deskriptif, detail dan menyentuh, sehingga mampu membangkitkan emosi. Majalah Jakarta-Jakarta sempat mengutip cerita perkosaan yang sangat vulgar itu mentah-mentah dalam sebuah edisinya. Dalam cerita itu, dengan sangat kurang ajar, ia menceritakan bahwa orang-orang yang bertampang seram itu memperkosa mereka |
|||
Mengenai pelaku provokasi, pembakaran, penganiayaan, dan pelecehan seksual, TGPF menemukan bahwa terdapat sejumlah oknum yang berdasar penampilannya diduga berlatarbelakang militer<ref>Ester Indahyani Jusuf, dkk. KERUSUHAN MEI 1998 – FAKTA, DATA&ANALISA. 2005. Jakarta. Kerjasama Solidaritas Nusa Bangda, APHI, dan TIFA. |
|||
dengan berteriak “Allahu Akbar” sebelum melakukan perbuatan itu. Caci maki pun berhamburan kepada ummat Islam dan para Ulama. |
|||
</ref>. Sebagian pihak berspekulasi bahwa [[Pangkostrad]] [[Letnan Jenderal|Letjen]] [[Prabowo Subianto]] dan [[Komando Daerah Militer Jaya|Pangdam Jaya]] [[Mayor Jenderal|Mayjen]] [[Sjafrie Sjamsoeddin]] melakukan pembiaran atau bahkan aktif terlibat dalam provokasi kerusuhan ini<ref>Femi Adi Soempeno& AA Kunto A. PERANG PANGLIMA – SIAPA MENGKHIANATI SIAPA?. 2009. GALANG PRESS, Yogyakarta. |
|||
</ref><ref>http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=14&jenis=itk</ref><ref>Meicky Shoreamanis Panggabean. 2008. KEBERANIAN BERNAMA MUNIR-Mengenal Sisi-Sisi Personal Munir. Bandung: Mizan</ref>. |
|||
Hampir bersamaan dengan munculnya kisah Vivian, muncul pula foto-foto yang konon berisi gambar para korban kerusuhan Mei di jaringan internet. Beberapa website memuat foto-foto yang luar biasa sadis dan mencekam. Siapapun pasti tersulut |
|||
Pada [[2004]] [[Komnas HAM]] mempertanyakan kasus ini kepada [[Kejaksaan Agung]] namun sampai [[1 Maret]] [[2004]] belum menerima tanggapan dari Kejaksaan Agung.<ref>[http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/03/01/brk,20040301-26,id.html Komnas HAM Pertanyakan Kasus Mei 1998]. ''[[Tempo Interaktif]]'', [[1 Maret]] [[2004]]. Diakses pada [[15 Mei]] [[2010]].</ref> |
|||
amarahnya bila melihat foto-foto yang disebut-sebut sebagai foto kerusuhan Mei 1998 dan korban-korban perkosaan massal itu. |
|||
Pemajangan foto-foto di media internet itu telah mengundang emosi luar biasa bagi etnis Cina di seluruh dunia. Mereka menganggap kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah operasi yang sengaja ditujukan untuk mengenyahkan orang Cina, dan menyetarakan kasus perkosaan massal atas perempuan-perempuan itu dengan kasuk The Rape of Nanking, |
|||
=== Penuntutan Amandemen KUHP === |
|||
saat pendudukan Jepang ke Cina tahun 1937. |
|||
Pada bulan Mei 2010, [[Andy Yentriyani]], Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ([[Komnas Perempuan]]), meminta supaya dilakukan amandemen terhadap [[Kitab Undang-undang Hukum Pidana]]. Menurut Andy, Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur tindakan perkosaan berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Namun pada kasus Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu (data Tim Pencari Fakta Tragedi Mei 1998), disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam, anal, dan oral. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal perkosaan Kitab UU Hukum Pidana.<ref>[http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/05/12/brk,20100512-247462,id.html Tempo Interaktif], Perempuan Korban Mei 1998 Butuh Amandeman KUHP</ref> |
|||
Upaya Menelisik Fakta |
|||
== Lihat pula == |
|||
* [[Tim Gabungan Pencari Fakta]] |
|||
* [[Ita Martadinata Haryono]] |
|||
Para wartawan yang kredibel mengakui bahwa pada saat peristiwa Mei 1998, peristiwa perkosaan memang terjadi. Seorang wartawan FORUM mendapat pengakuan dari seorang |
|||
== Rujukan == |
|||
anggota Satgas PDI Perjuangan bernama M, bahwa dia dan teman-temannyalah yang menyerbu dan membakar pertokoan di Pasar Minggu. Ia juga mengaku melecehkan perempuan, bahkan beberapa kawannya memperkosa mereka. Tapi menurut dia, |
|||
{{reflist}} |
|||
korban tidak hanya dari kalangan Cina. “Siapa aja, ada Amoy, ada Melayu, ada Arab,” kata anggota Satgas PDIP itu. |
|||
Para wartawan pun terus mencoba mengejar dan mewawancarai korban dengan semua petunjuk tentang para korban, tapi hasilnya nihil. Konon semua sudah pergi ke luar negeri dan tidak terlacak lagi. Hanya anak ekonom Christianto Wibisono yang terkonfirmasi sebagai korban perkosaan Mei 1998. |
|||
== Pranala luar == |
|||
* {{id}} [http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/kerusuhan.html Sejarah Reformasi - Semanggi Peduli] |
|||
* {{id}} [http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/03/01/brk,20040301-26,id.html "Komnas HAM Pertanyakan Kasus Mei 1998"], ''Tempo Interaktif'' |
|||
Majalah Tempo, dalam edisi pertama setelah terbit lagi juga tak mampu menemukan korban, apalagi sampai berjumlah ratusan. |
|||
{{indo-sejarah-stub}} |
|||
Beberapa wartawan yang melacak lokasi yang di duga menjadi tempat tinggal Vivian dan keluarganya, juga tak menemukan apa-apa. Warga di sekitar apartemen menjawab tidak ada dan tidak pernah terdengar adanya Amoy yang diperkosa saat kerusuhan Mei 1998. Seorang anak nelayan yang pada dua hari jahanam itu menjarah apartemen tempat Vivian tinggal mengaku, jangankan memperkosa, ketemu penghuni juga tidak. Sebab, mereka sudah kabur ke luar negeri. |
|||
<!-- interwiki --> |
|||
Soal jumlah korban perkosaan pun menjadi ajang perdebatan seru. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan Mei 1998 pecah gara-gara bab yang membahas hal ini. Sebagian anggota ingin memasukkan semua laporan tentang adanya perkosaan, sementara yang lain meminta semua di klarifikasi dulu. “Terkesan ada yang ingin memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu.” kata anggota TGPF Roosita Noer. |
|||
[[Kategori:Kerusuhan Mei 1998]] |
|||
[[Kategori:Orde Baru]] |
|||
[[Kategori:Kejahatan terhadap kemanusiaan]] |
|||
[[Kategori:Pelanggaran HAM]] |
|||
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1998]] |
|||
Tengoklah data yang mereka kumpulkan. Dari 187 nama menurut daftar yang dibawa anggota TGPF Saparinah Sadli dan 168 dalam daftar Pastor Jesuit Sandyawan Sumardi, ternyata hanya 4 orang yang berhasil diklarifikasi, yang lain baru qaala wa qiila, alias kata orang. Sementara, 2 (dua) orang korban yang di datangkan anggota TGPF Nursyahbani Katjasungkana ternyata orang gila beneran yang di duga sudah lama. Lucunya, ketika data ini diminta, Ketua TGPF Marzuki Darusman tidak mau membagi data itu kepada anggota yang lain. |
|||
[[en:Indonesian riots of May 1998]] |
|||
[[eo:Ĝakartaj tumultoj en majo de 1998]] |
|||
Dari sisi ilmu statistik, data soal perkosaan massal pun aneh. Misalnya laporan tentang adanya perkosaan jauh lebih besar dari pada laporan tentang pelecehan seksual, di raba-raba dan sebagainya. Padahal, seharusnya menurut statistik, berdasarkan kurva sebaran, pola acak akan selalu membentuk kurva seimbang. Jumlah laporan orang yang diraba-raba saja seharusnya lebih banyak dari pada yang dilaporkan mengalami pelecehan, apalagi yang sampai diperkosa, dengan tingkatan paling berat. |
|||
[[fr:Émeutes de Jakarta de mai 1998]] |
|||
[[wuu:1998年印尼排华大骚乱]] |
|||
Kebenaran kisah Vivian sempat juga dipertanyakan kalangan keturunan Cina sendiri. Mungkinkah si terperkosa, dalam waktu singkat menceritakan hal ini, sehingga cerita ini muncul di internet pada 13 Juni 1998— dan bisa mengendalikan emosi, sehingga bisa menuliskan kisah kesadisan yang dialaminya secara detail? Bukankah hal ini |
|||
[[zh:黑色五月暴动]] |
|||
bertentangan dengan anggapan bahwa etnis Tionghoa teramat sangat tertutup dalam hal perkosaan? |
|||
[[zh-yue:1998年印尼大排華]] |
|||
Setelah menerima banyak pertanyaan soal orisinilitas cerita Vivian, pengelola situs Web World Huaren Federation (WHF), Dean Tse, dalam pesannya tanggal 18 Agustus 1998, |
|||
minta agar pengirim cerita bisa memberi keterangan lebih lanjut. Namun hingga kini, permintaan Dean Tse belum ada jawaban. Dean Tse pun tidak bisa melacak alamat si pengirim cerita tersebut di jaringan internet. |
|||
Belakangan Soekarno Chenata, pengelola situs Web Indo Chaos, juga mengakui foto-foto yang bergentayangan di situsnya, sama sekali tidak otentik. Kepada detik.com, Soekarno mengaku pernah menerima foto sadis yang sempat di pajang di Indo Chaos. Namun ia segera mencabut foto itu dari situsnya karena ternyata foto itu adalah hasil montase dan diambil dari situs porno yang memang brutal. |
|||
Terbongkar Habis |
|||
Upaya pembuktian telah dilakukan, namun upaya pengaburan dan disinformasi terus dilakukan. Misalnya, ketika fakta bahwa Vivian tidak pernah ada, para agitator itu berdalih, Vivian adalah nama dan alamat yang dipakai dan hanyalah nama samaran. Ketika para wartawan tidak menemukan korban, mereka berkilah soal keselamatan korban. Hingga akhirnya kebohongan itu terbongkar, justru dari AMERIKA SERIKAT, |
|||
tempat di mana para pembohong itu mengobral cerita untuk menyudutkan kaum Muslimin di Indonesia. |
|||
Semula, pemerintah Amerika Serikat dengan mudah memberikan suaka kepada imigran asal Indonesia yang mengaku dianiaya dan dirudung kekerasan seksual di negerinya dengan alasan etnik dan agama. Tapi gara-gara kesamaan pola cerita, kedekatan waktu pengajuan, kesamaan alamat dan asal pengaju, dan kesamaan kantor pengajuan, mereka mulai curiga. |
|||
Setelah menyelidiki selama dua tahun, pada Senin, 22 November 2004 satuan tugas rahasia pemerintah Amerika Serikat menggelar operasi bersandi Operation Jakarta. |
|||
Operasi penangkapan 26 anggota sindikat pemalsu dokumen suaka ini dilakukan serentak di lebih dari 10 negara bagian di Amerika Serikat. “Pemimpin sindikat ini adalah Hans Guow, WNI yang dikabulkan permohonan suakanya pada 1999,” kata Jaksa Penuntut Wilayah Virginia, Paul J McNulty yang menangani kasus ini. |
|||
Para tersangka dikenai tuduhan sama, yakni memalsukan dokumen suaka serta berkonspirasi dalam pemalsuan berbagai dokumen. Awalnya mereka hanya membantu menyediakan dokumen asli tapi palsu. Tapi setelah berhasil mengibuli pihak berwenang dengan memalsukan izin kerja dan nomor jaminan sosial, mereka mulai menyiapkan aplikasi suaka palsu. |
|||
Mereka juga menyiapkan skenario pengakuan bo’ong-bo’ongan seperti diperkosa atau dianiaya dalam kerusuhan Mei 1998. “Cerita tentang penyiksaan itu sangat seragam karena para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan,” kata Jaksa McNulty. Mereka pun mengajari kliennya untuk menangis dan memohon dengan emosional untuk mengundang simpati petugas. |
|||
Lucunya, mereka menceritakan kisah yang sama. Cerita diperkosa supir taksi misalnya meluncur dari mulut 14 perempuan yang mengajukan permohonan suaka sejak 31 Oktober |
|||
2000 hingga 6 Januari 2002. “Mereka mengaku diperkosa karena keturunan Cina,” kata Dean McDonald, agen spesial dari Biro Imigrasi dan Bea Cukai Kepabeanan Departemen |
|||
Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat di negara bagian Virginia. |
|||
Belakangan, Voice of Amerika juga membuat liputan investigatif tentang isu perkosaan massal itu. Mereka keluar masuk berbagai lokasi yang dicurigai sebagai TKP perkosaan massal, dan mencoba mewawancarai berbagai pihak. Tapi hasilnya nihil. Perkosaan memang ada, tapi dengan mengikuti petuah Goebels, fakta telah didramatisasi sedemikian rupa dan dimanipulasi dengan dahsyat. |
Revisi per 8 Oktober 2010 21.31
Isu pemerkosaan massal atas perempuan Cina dalam Kerusuhan Mei 1998 senantiasa dihembus-hembuskan. Tidak lebih dari berita bohong.
Hasil penyidikan FBI akhirnya membongkar kebohongan itu. “Jika sebuah kebohongan terus-menerus diceritakan hingga terdengar luas di masyarakat, maka lama-kelamaan masyarakat akan meyakini kebohongan itu sebagai sebuah kebenaran.” kata Menteri Propaganda Nazi Jerman, Dr Josef Goebels, enam dasawarsa yang lalu.
Meski sudah kuno, namun prinsip propaganda yang diterapkan Nazi untuk melibas bangsa Yahudi di Eropa menjelang Perang Dunia II itu masih terus dipakai dan dilestarikan hingga kini.
Strategi propaganda ala Goebels ini pun tetap laris di Indonesia dan masih cukup efektif sebagai alat pemukul lawan politik dan ide yang berseberangan. Tengoklah berbagai propaganda hitam yang dikembangkan dengan cara itu. Misalnya, pembangunan opini bahwa Islam sudah tidak cocok untuk zaman modern ini, pembentukan opini bahwa poligami identik dengan kekerasan, pengelabuan bahwa pluralisme adalah kebaikan yang harus diterima dan sebagainya.
Tapi, propaganda kebohongan paling dahsyat di Republik ini adalah isu tentang pemerkosaan massal atas para perempuan etnis Cina pada saat kerusuhan Mei 1998. Dengan sistematis mereka meniupkan isu tentang isu perkosaan itu, dengan berbagai cerita di berbagai media, dengan berbagai cara dan sarana, baik di dalam dan luar negeri. Padahal, dengan jelas isu itu sebenarnya dipakai untuk mendeskreditkan Islam dan simbol-simbol Islam.
Kisah Vivian dan Foto-Foto Perkosaan
Internet menjadi sarana paling hebat untuk menyebarluaskan kisah perkosaan massal itu. Yang paling kontroversial adalah kisah yang konon dialami oleh seorang gadis keturunan Cina bernama ‘Vivian. Kisah itu muncul kira-kira pada pertengahan Juni 1998. Konon Vivian tinggal bersama orang tuanya di lantai 7 sebuah apartemen di kawasan Kapuk, Jakarta Utara ketika diserbu orang-orang tak dikenal saat kerusuhan Mei. Mereka lalu memperkosa Vivian, saudara, tante dan tetangga-tetanggany a.
Kisah Vivian sangat deskriptif, detail dan menyentuh, sehingga mampu membangkitkan emosi. Majalah Jakarta-Jakarta sempat mengutip cerita perkosaan yang sangat vulgar itu mentah-mentah dalam sebuah edisinya. Dalam cerita itu, dengan sangat kurang ajar, ia menceritakan bahwa orang-orang yang bertampang seram itu memperkosa mereka dengan berteriak “Allahu Akbar” sebelum melakukan perbuatan itu. Caci maki pun berhamburan kepada ummat Islam dan para Ulama.
Hampir bersamaan dengan munculnya kisah Vivian, muncul pula foto-foto yang konon berisi gambar para korban kerusuhan Mei di jaringan internet. Beberapa website memuat foto-foto yang luar biasa sadis dan mencekam. Siapapun pasti tersulut amarahnya bila melihat foto-foto yang disebut-sebut sebagai foto kerusuhan Mei 1998 dan korban-korban perkosaan massal itu.
Pemajangan foto-foto di media internet itu telah mengundang emosi luar biasa bagi etnis Cina di seluruh dunia. Mereka menganggap kerusuhan Mei 1998 adalah sebuah operasi yang sengaja ditujukan untuk mengenyahkan orang Cina, dan menyetarakan kasus perkosaan massal atas perempuan-perempuan itu dengan kasuk The Rape of Nanking, saat pendudukan Jepang ke Cina tahun 1937.
Upaya Menelisik Fakta
Para wartawan yang kredibel mengakui bahwa pada saat peristiwa Mei 1998, peristiwa perkosaan memang terjadi. Seorang wartawan FORUM mendapat pengakuan dari seorang anggota Satgas PDI Perjuangan bernama M, bahwa dia dan teman-temannyalah yang menyerbu dan membakar pertokoan di Pasar Minggu. Ia juga mengaku melecehkan perempuan, bahkan beberapa kawannya memperkosa mereka. Tapi menurut dia, korban tidak hanya dari kalangan Cina. “Siapa aja, ada Amoy, ada Melayu, ada Arab,” kata anggota Satgas PDIP itu.
Para wartawan pun terus mencoba mengejar dan mewawancarai korban dengan semua petunjuk tentang para korban, tapi hasilnya nihil. Konon semua sudah pergi ke luar negeri dan tidak terlacak lagi. Hanya anak ekonom Christianto Wibisono yang terkonfirmasi sebagai korban perkosaan Mei 1998.
Majalah Tempo, dalam edisi pertama setelah terbit lagi juga tak mampu menemukan korban, apalagi sampai berjumlah ratusan.
Beberapa wartawan yang melacak lokasi yang di duga menjadi tempat tinggal Vivian dan keluarganya, juga tak menemukan apa-apa. Warga di sekitar apartemen menjawab tidak ada dan tidak pernah terdengar adanya Amoy yang diperkosa saat kerusuhan Mei 1998. Seorang anak nelayan yang pada dua hari jahanam itu menjarah apartemen tempat Vivian tinggal mengaku, jangankan memperkosa, ketemu penghuni juga tidak. Sebab, mereka sudah kabur ke luar negeri.
Soal jumlah korban perkosaan pun menjadi ajang perdebatan seru. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan Mei 1998 pecah gara-gara bab yang membahas hal ini. Sebagian anggota ingin memasukkan semua laporan tentang adanya perkosaan, sementara yang lain meminta semua di klarifikasi dulu. “Terkesan ada yang ingin memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu.” kata anggota TGPF Roosita Noer.
Tengoklah data yang mereka kumpulkan. Dari 187 nama menurut daftar yang dibawa anggota TGPF Saparinah Sadli dan 168 dalam daftar Pastor Jesuit Sandyawan Sumardi, ternyata hanya 4 orang yang berhasil diklarifikasi, yang lain baru qaala wa qiila, alias kata orang. Sementara, 2 (dua) orang korban yang di datangkan anggota TGPF Nursyahbani Katjasungkana ternyata orang gila beneran yang di duga sudah lama. Lucunya, ketika data ini diminta, Ketua TGPF Marzuki Darusman tidak mau membagi data itu kepada anggota yang lain.
Dari sisi ilmu statistik, data soal perkosaan massal pun aneh. Misalnya laporan tentang adanya perkosaan jauh lebih besar dari pada laporan tentang pelecehan seksual, di raba-raba dan sebagainya. Padahal, seharusnya menurut statistik, berdasarkan kurva sebaran, pola acak akan selalu membentuk kurva seimbang. Jumlah laporan orang yang diraba-raba saja seharusnya lebih banyak dari pada yang dilaporkan mengalami pelecehan, apalagi yang sampai diperkosa, dengan tingkatan paling berat.
Kebenaran kisah Vivian sempat juga dipertanyakan kalangan keturunan Cina sendiri. Mungkinkah si terperkosa, dalam waktu singkat menceritakan hal ini, sehingga cerita ini muncul di internet pada 13 Juni 1998— dan bisa mengendalikan emosi, sehingga bisa menuliskan kisah kesadisan yang dialaminya secara detail? Bukankah hal ini bertentangan dengan anggapan bahwa etnis Tionghoa teramat sangat tertutup dalam hal perkosaan?
Setelah menerima banyak pertanyaan soal orisinilitas cerita Vivian, pengelola situs Web World Huaren Federation (WHF), Dean Tse, dalam pesannya tanggal 18 Agustus 1998, minta agar pengirim cerita bisa memberi keterangan lebih lanjut. Namun hingga kini, permintaan Dean Tse belum ada jawaban. Dean Tse pun tidak bisa melacak alamat si pengirim cerita tersebut di jaringan internet.
Belakangan Soekarno Chenata, pengelola situs Web Indo Chaos, juga mengakui foto-foto yang bergentayangan di situsnya, sama sekali tidak otentik. Kepada detik.com, Soekarno mengaku pernah menerima foto sadis yang sempat di pajang di Indo Chaos. Namun ia segera mencabut foto itu dari situsnya karena ternyata foto itu adalah hasil montase dan diambil dari situs porno yang memang brutal.
Terbongkar Habis
Upaya pembuktian telah dilakukan, namun upaya pengaburan dan disinformasi terus dilakukan. Misalnya, ketika fakta bahwa Vivian tidak pernah ada, para agitator itu berdalih, Vivian adalah nama dan alamat yang dipakai dan hanyalah nama samaran. Ketika para wartawan tidak menemukan korban, mereka berkilah soal keselamatan korban. Hingga akhirnya kebohongan itu terbongkar, justru dari AMERIKA SERIKAT, tempat di mana para pembohong itu mengobral cerita untuk menyudutkan kaum Muslimin di Indonesia.
Semula, pemerintah Amerika Serikat dengan mudah memberikan suaka kepada imigran asal Indonesia yang mengaku dianiaya dan dirudung kekerasan seksual di negerinya dengan alasan etnik dan agama. Tapi gara-gara kesamaan pola cerita, kedekatan waktu pengajuan, kesamaan alamat dan asal pengaju, dan kesamaan kantor pengajuan, mereka mulai curiga.
Setelah menyelidiki selama dua tahun, pada Senin, 22 November 2004 satuan tugas rahasia pemerintah Amerika Serikat menggelar operasi bersandi Operation Jakarta. Operasi penangkapan 26 anggota sindikat pemalsu dokumen suaka ini dilakukan serentak di lebih dari 10 negara bagian di Amerika Serikat. “Pemimpin sindikat ini adalah Hans Guow, WNI yang dikabulkan permohonan suakanya pada 1999,” kata Jaksa Penuntut Wilayah Virginia, Paul J McNulty yang menangani kasus ini.
Para tersangka dikenai tuduhan sama, yakni memalsukan dokumen suaka serta berkonspirasi dalam pemalsuan berbagai dokumen. Awalnya mereka hanya membantu menyediakan dokumen asli tapi palsu. Tapi setelah berhasil mengibuli pihak berwenang dengan memalsukan izin kerja dan nomor jaminan sosial, mereka mulai menyiapkan aplikasi suaka palsu.
Mereka juga menyiapkan skenario pengakuan bo’ong-bo’ongan seperti diperkosa atau dianiaya dalam kerusuhan Mei 1998. “Cerita tentang penyiksaan itu sangat seragam karena para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan,” kata Jaksa McNulty. Mereka pun mengajari kliennya untuk menangis dan memohon dengan emosional untuk mengundang simpati petugas.
Lucunya, mereka menceritakan kisah yang sama. Cerita diperkosa supir taksi misalnya meluncur dari mulut 14 perempuan yang mengajukan permohonan suaka sejak 31 Oktober 2000 hingga 6 Januari 2002. “Mereka mengaku diperkosa karena keturunan Cina,” kata Dean McDonald, agen spesial dari Biro Imigrasi dan Bea Cukai Kepabeanan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat di negara bagian Virginia.
Belakangan, Voice of Amerika juga membuat liputan investigatif tentang isu perkosaan massal itu. Mereka keluar masuk berbagai lokasi yang dicurigai sebagai TKP perkosaan massal, dan mencoba mewawancarai berbagai pihak. Tapi hasilnya nihil. Perkosaan memang ada, tapi dengan mengikuti petuah Goebels, fakta telah didramatisasi sedemikian rupa dan dimanipulasi dengan dahsyat.