Lompat ke isi

G.A. Siwabessy: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hahndyto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 40: Baris 40:
=== Upuleru ===
=== Upuleru ===
[[Berkas:Menkes.JPG|thumb|]]
[[Berkas:Menkes.JPG|thumb|]]
Masa bersekolah adalah masa penuh kegembiraan. Bahkan Yonathan Siwabessy dan Obed Siwabessy, kedua kakak yang berbadan tegap sering bergantian menggendong kakak perempuan Mien Siwabessy dan si bungsu ketika dengan berjalan kaki harus melewati perjalanan panjang ke sekolah. Begitu juga dengan 4 adik perempuan hasil pernikahan Ibunda dengan Yakub Leuwol, Lien, Mengky, Teddy dan Enny, mengalami pula masa bersekolah penuh ceria itu dan semuanya menikmati pendidikan yang baik.
Masa bersekolah adalah masa penuh kegembiraan. Bahkan Yonathan Siwabessy dan Obed Siwabessy, kedua kakak yang berbadan tegap sering bergantian menggendong kakak perempuan Mien Siwabessy dan si bungsu ketika dengan berjalan kaki harus melewati perjalanan panjang ke sekolah. Begitu juga dengan 4 adik perempuan hasil pernikahan Ibunda dengan Yakub Leuwol, yaitu Lien, Mengky, Teddy dan Enny, mengalami pula masa bersekolah penuh ceria itu dan semuanya menikmati pendidikan yang baik.


Pada 1931, Gerrit Augustinus Siwabessy berhasil menyelesaikan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di kota Ambon kemudian menerima beasiswa untuk meneruskan pendidikan kedokteran ke NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), Surabaya. Siwabessy muda memang sangat menonjol dalam bidang akademik. Tetapi pendidikan tinggi bagi banyak pemuda pada masa penjajahan tidak mungkin diikuti tanpa beasiswa.
Pada 1931, Gerrit Augustinus Siwabessy berhasil menyelesaikan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di kota Ambon kemudian menerima beasiswa untuk meneruskan pendidikan kedokteran ke NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), Surabaya. Siwabessy muda memang sangat menonjol dalam bidang akademik. Tetapi pendidikan tinggi bagi banyak pemuda pada masa penjajahan tidak mungkin diikuti tanpa beasiswa.
Baris 50: Baris 50:
== Jalan Terhormat ==
== Jalan Terhormat ==
[[Berkas:Soekarnoo.JPG|thumb|]]
[[Berkas:Soekarnoo.JPG|thumb|]]
Sioh... Tuhan rupanya punya rencana penting bagi Siwabessy. Pada akhir 1941 diberlakukan SOB (Staat van Oorlog en Beleg; Keadaan Darurat Perang) akibat ekspansi Jepang ke seluruh dunia. Pemerintah Hindia Belanda tiba-tiba sangat membutuhkan tenaga-tenaga dokter. Para mahasiswa NIAS yang telah lulus ujian ''”Semi Arts”'' (setara drs. med. atau sekarang S.Ked/Sarjana Kedokteran) dan telah menyelesaikan co-schaap (praktik kepaniteraan klinik) sebelum maju untuk ujian ''”Arts”'' (dokter), dikerahkan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan sangat tergesa-gesa mereka diberangkatkan.
Sioh... Tuhan rupanya punya rencana penting bagi Siwabessy. Pada akhir 1941 diberlakukan SOB (Staat van Oorlog en Beleg; Keadaan Darurat Perang) akibat ekspansi Jepang ke seluruh dunia. Pemerintah Hindia Belanda tiba-tiba sangat membutuhkan tenaga-tenaga dokter. Para mahasiswa NIAS yang telah lulus ujian ''”Semi Arts”'' (setara drs. med. atau sekarang Sarjana Kedokteran) dan telah menyelesaikan co-schaap (praktik kepaniteraan klinik) sebelum maju untuk ujian ''”Arts”'' (dokter), dikerahkan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan sangat tergesa-gesa mereka diberangkatkan.


Siwabessy mendapat tugas istimewa di pusat pengeboran perusahaan minyak Belanda BPM (Bataavishe Petroleum Maatshapij), Cepu, Jawa Tengah. Di sana bahkan dipekerjakan sebagai seorang dokter penuh dengan fasilitas sangat memadai. Dr. Smit, direktur rumah sakit, memperlakukan Siwabessy sebagai kolega terhormat. Rupanya hal ini tidak terlalu disukai oleh Zuster (Suster) den Helder, seorang Belanda berperawakan tinggi besar. Ia tidak bisa menerima bahwa seorang inlander berkulit hitam, berambut keriting dan berperawakan kecil menjadi pimpinannya. Setiap perintah Siwabessy selalu mendapatkan komentarnya sampai akhirnya timbul pertengkaran terbuka. Hanya dengan perantaraan Dr Smit saja maka persoalan ini dapat diatasi. Zuster den Helder diperingatkan bahwa Siwabessy adalah seorang dokter yang kompeten dan diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda maupun BPM. Sejak peristiwa itu Siwabessy bisa bekerja dengan tenang.
Siwabessy mendapat tugas istimewa di pusat pengeboran perusahaan minyak Belanda BPM (Bataavishe Petroleum Maatshapij), Cepu, Jawa Tengah. Di sana bahkan dipekerjakan sebagai seorang dokter penuh dengan fasilitas sangat memadai. Dr. Smit, direktur rumah sakit, memperlakukan Siwabessy sebagai kolega terhormat. Rupanya hal ini tidak terlalu disukai oleh Zuster (Suster) den Helder, seorang Belanda berperawakan tinggi besar. Ia tidak bisa menerima bahwa seorang inlander berkulit hitam, berambut keriting dan berperawakan kecil menjadi pimpinannya. Setiap perintah Siwabessy selalu mendapatkan komentarnya sampai akhirnya timbul pertengkaran terbuka. Hanya dengan perantaraan Dr Smit saja maka persoalan ini dapat diatasi. Zuster den Helder diperingatkan bahwa Siwabessy adalah seorang dokter yang kompeten dan diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda maupun BPM. Sejak peristiwa itu Siwabessy bisa bekerja dengan tenang.
Baris 60: Baris 60:
== Bapak Atom Indonesia ==
== Bapak Atom Indonesia ==
[[Berkas:Batann.JPG|thumb|]]
[[Berkas:Batann.JPG|thumb|]]
Sementara itu atas informasi Dr Aziz Saleh, bahwa di GH (Geneeskundige Hoogeschool), Batavia akan diadakan ujian Arts, Siwabessy bersama beberapa rekan dari NIAS yang sudah lulus Semi Arts, segera berangkat ke Batavia. Gerrit Augustinus Siwabessy lulus sebagai dokter penuh pada 15 Desember 1942.
Sementara itu atas informasi Dr Aziz Saleh, bahwa di GH (Geneeskundige Hoogeschool) Batavia akan diadakan ujian Arts, Siwabessy bersama beberapa rekan dari NIAS yang sudah lulus Semi Arts, segera berangkat ke Batavia. Gerrit Augustinus Siwabessy lulus sebagai dokter penuh pada 15 Desember 1942.


Keadaan pesimis dan apatis yang terjadi beberapa tahun akibat tekanan Jepang, mendadak sontak berubah pada 15 Agustus 1945. Tiba-tiba lampu-lampu jalan menyala, rakyat berbondong-bondong turun ke jalan sambil bersorak-sorai. Rupanya mereka merayakan kekalahan Jepang karena dua kota industrinya, Hiroshima dan Nagasaki, dihancurkan bom atom tentara sekutu. Semangat kebangsaan berkobar-kobar di mana-mana. Begitu juga dengan Siwabessy, makin giat lagi dalam kegiatan organisasi kebangsaan dan di tahun-tahun inilah dipertemukan dengan banyak tokoh penting nasional.
Keadaan pesimis dan apatis yang terjadi beberapa tahun akibat tekanan Jepang, mendadak sontak berubah pada 15 Agustus 1945. Tiba-tiba lampu-lampu jalan menyala, rakyat berbondong-bondong turun ke jalan sambil bersorak-sorai. Rupanya mereka merayakan kekalahan Jepang karena dua kota industrinya, Hiroshima dan Nagasaki, dihancurkan bom atom tentara sekutu. Semangat kebangsaan berkobar-kobar di mana-mana. Begitu juga dengan Siwabessy, makin giat lagi dalam kegiatan organisasi kebangsaan dan di tahun-tahun inilah dipertemukan dengan banyak tokoh penting nasional.

Revisi per 2 November 2010 14.36

Gerrit Augustinus Siwabessy
Berkas:Gerrit Siwabessy.JPG
Menteri Badan Tenaga Atom Nasional & Menteri Kesehatan Republik Indonesia 11
Masa jabatan
25 Juli 1966 – 17 Oktober 1967
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Satrio
Pengganti
Petahana
Sebelum
Masa jabatan
17 Oktober 1967 – 29 Maret 1978
PresidenSoeharto
Informasi pribadi
Lahir(1914-08-19)19 Agustus 1914
Indonesia Saparua, Maluku, Hindia Belanda
Meninggal11 November 1982
Indonesia Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Gerrit A. Siwabessy (lahir di Saparua, Maluku, 19 Agustus 1914 - Jakarta 11 November 1982) adalah Menteri Badan Tenaga Atom Nasional dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1965 hingga 1978 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto.

Prof. DR. G.A. Siwabessy

Terlahir sebagai bungsu dari 4 bersaudara pada 19 Agustus 1914 di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Gerrit Augustinus Siwabessy hanya sempat bercengkrama mesra sebentar saja dengan ayahanda tercinta, Enoch Siwabessy. Sang ayah yang adalah petani cengkeh meninggal dunia ketika si bungsu baru berusia satu tahun. Ibunda Naatje Manuhutu, kemudian menikah lagi dengan Yakub Leuwol seorang guru sekolah dasar terpandang. Beruntung bagi Siwabessy muda, karena itulah saat terbaik bisa menjalani pendidikan dasar dan menengah dengan baik. "Beta selalu menyertai tuan guru Leuwol yang berturut-turut ditempatkan sebagai guru di Larike, Tawiri dan Lateri" tulis Siwabessy dalam memoarnya.

Upuleru

Berkas:Menkes.JPG

Masa bersekolah adalah masa penuh kegembiraan. Bahkan Yonathan Siwabessy dan Obed Siwabessy, kedua kakak yang berbadan tegap sering bergantian menggendong kakak perempuan Mien Siwabessy dan si bungsu ketika dengan berjalan kaki harus melewati perjalanan panjang ke sekolah. Begitu juga dengan 4 adik perempuan hasil pernikahan Ibunda dengan Yakub Leuwol, yaitu Lien, Mengky, Teddy dan Enny, mengalami pula masa bersekolah penuh ceria itu dan semuanya menikmati pendidikan yang baik.

Pada 1931, Gerrit Augustinus Siwabessy berhasil menyelesaikan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di kota Ambon kemudian menerima beasiswa untuk meneruskan pendidikan kedokteran ke NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), Surabaya. Siwabessy muda memang sangat menonjol dalam bidang akademik. Tetapi pendidikan tinggi bagi banyak pemuda pada masa penjajahan tidak mungkin diikuti tanpa beasiswa.

Di NIAS Siwabessy banyak bersahabat dengan pemuda dari pelbagai suku bangsa, antara lain Ibnu Sutowo, Rubiono Kertopati, Mohammad Imam, Jan Usmany, Karel Staa, Syuurt Latupeirissa, Chris Mailoa. Pergaulannya dengan teman-teman barunya itulah yang membuka cakrawala Siwabessy tentang Indonesia. Selain serius dalam studi, Siwabessy juga aktif dalam organisasi mahasiswa Maluku.

Di NIAS inilah Siwabessy dipanggil dengan julukan Upuleru, yang dalam bahasa tana (tanah, asli) Maluku Tengah artinya “dewa” atau ”pelindung”. Sebutan ini terus dipakai oleh teman-temannya semasa perjuangan 1945. Itu sebabnya ketika Siwabessy menulis memoarnya yang diterbitkan oleh Gunung Agung pada 1979, disepakati judul memoar tersebut ”Upuleru”.

Jalan Terhormat

Berkas:Soekarnoo.JPG

Sioh... Tuhan rupanya punya rencana penting bagi Siwabessy. Pada akhir 1941 diberlakukan SOB (Staat van Oorlog en Beleg; Keadaan Darurat Perang) akibat ekspansi Jepang ke seluruh dunia. Pemerintah Hindia Belanda tiba-tiba sangat membutuhkan tenaga-tenaga dokter. Para mahasiswa NIAS yang telah lulus ujian ”Semi Arts” (setara drs. med. atau sekarang Sarjana Kedokteran) dan telah menyelesaikan co-schaap (praktik kepaniteraan klinik) sebelum maju untuk ujian ”Arts” (dokter), dikerahkan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan sangat tergesa-gesa mereka diberangkatkan.

Siwabessy mendapat tugas istimewa di pusat pengeboran perusahaan minyak Belanda BPM (Bataavishe Petroleum Maatshapij), Cepu, Jawa Tengah. Di sana bahkan dipekerjakan sebagai seorang dokter penuh dengan fasilitas sangat memadai. Dr. Smit, direktur rumah sakit, memperlakukan Siwabessy sebagai kolega terhormat. Rupanya hal ini tidak terlalu disukai oleh Zuster (Suster) den Helder, seorang Belanda berperawakan tinggi besar. Ia tidak bisa menerima bahwa seorang inlander berkulit hitam, berambut keriting dan berperawakan kecil menjadi pimpinannya. Setiap perintah Siwabessy selalu mendapatkan komentarnya sampai akhirnya timbul pertengkaran terbuka. Hanya dengan perantaraan Dr Smit saja maka persoalan ini dapat diatasi. Zuster den Helder diperingatkan bahwa Siwabessy adalah seorang dokter yang kompeten dan diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda maupun BPM. Sejak peristiwa itu Siwabessy bisa bekerja dengan tenang.

Keadaan politik rupanya tetap tegang. Pada Maret 1942 tentara Jepang memasuki Indonesia sehingga timbullah kekacauan. Semua orang Eropa dan para dokter yang berdinas di BPM Cepu harus mengungsi ke Surabaya. Di kota itu Siwabessy bertemu dengan Dr Sutjahyo, kawan lamanya di NIAS yang memegang kedudukan penting di Bagian Radiologi dan Bagian Paru-paru Rumah Sakit Simpang, Surabaya. Beliau meminta bantuan Siwabessy untuk memimpin bagian radiologi. Keahlian Siwabessy pada bidang radiologi di kemudian hari juga terasah oleh para seniornya, Dr RM Notokworo dan Dr Abdul Rachman Saleh.

"Sebetulnya beta tidak terlalu tertarik pada radiologi.Semasa mahasiswa beta lebih banyak tertarik pada bidang Fisika, dan karena hubunganku dengan dr.Latumeten, kepala Rumah Sakit Jiwa Lawang, beta tertarik pula pada bidang psikiatri (ilmu jiwa klinis). Namun demikian demi kelangsungan hidup,beta rela bekerja dalam bidang radiologi. Dengan demikian beta masuk ke bidang yang sama sekali baru bagiku. Tidak kuduga ketika itu, bahwa keputusan yang kuambil secara terpaksa ini akan menentukan jalan hidup kemudian, baik di masa krisis pada pendudukan Jepang maupun dalam masa revolusi dan masa merdeka",tulis Siwabessy masih dalam memoarnya.

Bapak Atom Indonesia

Berkas:Batann.JPG

Sementara itu atas informasi Dr Aziz Saleh, bahwa di GH (Geneeskundige Hoogeschool) Batavia akan diadakan ujian Arts, Siwabessy bersama beberapa rekan dari NIAS yang sudah lulus Semi Arts, segera berangkat ke Batavia. Gerrit Augustinus Siwabessy lulus sebagai dokter penuh pada 15 Desember 1942.

Keadaan pesimis dan apatis yang terjadi beberapa tahun akibat tekanan Jepang, mendadak sontak berubah pada 15 Agustus 1945. Tiba-tiba lampu-lampu jalan menyala, rakyat berbondong-bondong turun ke jalan sambil bersorak-sorai. Rupanya mereka merayakan kekalahan Jepang karena dua kota industrinya, Hiroshima dan Nagasaki, dihancurkan bom atom tentara sekutu. Semangat kebangsaan berkobar-kobar di mana-mana. Begitu juga dengan Siwabessy, makin giat lagi dalam kegiatan organisasi kebangsaan dan di tahun-tahun inilah dipertemukan dengan banyak tokoh penting nasional.

Pada 1949 Dr Leimena, Menteri Kesehatan saat itu, menganjurkan, disertai rekomendasi, agar Siwabessy melanjutkan pendidikan di bidang radiologi. Sebelumnya Dr Johanes telah memberikan brevet (surat tanda bukti keahlian) sebagai ahli radiologi. Dengan rekomendasi kedua dokter ini, Siwabessy berhasil mendapatkan beasiswa dari British Council untuk studi lanjutan di London University. Termasuk study trip ke pusat radiologi dan pusat kedokteran nuklir berbagai kota di Inggris: Manchester, Leeds, Edinburg dan Glasgow.

Hal-hal pokok yang dipelajari mencakup radiologi, radioterapi, dan pengetahuan dasar bidang atom. Lagi-lagi Siwabessy menonjol. Baru tiga bulan mengikuti studi, telah diangkat menjadi asisten. Ini berarti, Siwabessy dibebaskan dari tugas-tugas rutin perkuliahan seperti mahasiswa lain pada umumnya. Bahkan diberi kepercayaan memegang sebuah bangsal (zaal) di Hammersmith Hospital, London. Tak hanya itu, seorang sekretaris Inggris juga ditugaskan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas administrasi. Suatu prestasi amat luar biasa bagi seorang Asia saat itu.

Pengalaman penting lainnya selama berada di Inggris, ketika Siwabessy mempelajari sistem kesejahteraan di bidang kesehatan. Ide inilah yang ia kembangkan di Indonesia dengan nama Asuransi Kesehatan (Askes) saat menjabat sebagai Menteri Kesehatan.

Saat memperdalam bidang radiologi itu, Siwabessy banyak berkenalan dengan para ahli atom dari bidang terkait, seperti : nuclearphysics, chemistry, biology, radiation-physics, radiation-chemistry, radiation-biology, dan radio-therapy. Selain itu Siwabessy juga melihat bahwa pengobatan kanker di London sudah banyak menggunakan hasil penemuan dan penyinaran atom. Hal-hal inilah banyak memberi wawasan baru yang kelak kemudian hari diterapkan di Indonesia. Tak heran bila saat ini karya Siwabessy terukir di Radiotherapy Department Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta (bagian dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM, Jakarta). Sebuah rumah sakit berstandar internasional dengan peralatan sangat modern yang telah terbukti banyak menolong para penderita kanker—termasuk kaum papa sekalipun. Demikian juga pengobatan dengan tenaga nuklir yang ada di RSPAD Gatot Subroto, semuanya dirintis oleh Siwabessy.

Pengalaman penting lainnya selama berada di Inggris, ketika Siwabessy mempelajari sistem kesejahteraan di bidang kesehatan. Ide inilah yang dikembangkan di Indonesia dengan nama Asuransi Kesehatan (Askes) saat menjabat sebagai Menteri Kesehatan.

Sekembalinya dari London, Siwabessy langsung dipercayai memegang berbagai tugas penting, antara lain: Guru Besar Luar Biasa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Konsultan RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta; Direktur Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, serta mendirikan Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Sejarah terus bergulir. Pada 1952 Amerika Serikat berhasil meledakkan bom hidrogen pertama berkode “Ivy Mike” di Atol Eniwetok (sekarang Enewetak), Kepulauan Marshal, Samudera Pasifik. Bagian dari rangkaian percobaan bom nuklir yang sudah dimulai sejak 1948 (berakhir 1958; total 43 percobaan) di kepulauan tersebut. Khawatir terhadap dampak percobaan bom nuklir tersebut bagi Indonesia, Presiden Sukarno mencari-cari siapa di kalangan ahli-ahli bangsa Indonesia yang dapat mengukur kadar radioaktifitas di laut, udara dan daratan Indonesia. Jawabannya: Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan. Lalu pada 1954, dibentuklah Panitia Penyelidikan Radioaktifitas dan Tenaga Atom yang diketuai Siwabessy dengan para anggotanya terdiri dari elemen-elemen Angkatan Darat (TNI-AD), Angkatan Udara (TNI-AU), Badan Metereologi, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan RSPAD Gatot Subroto.

Kegiatan panitia ini dianggap sangat penting oleh pemerintah. Segala rencana untuk meningkatkan kemampuan panitia selalu diterima baik sementara Siwabessy terus memikirkan langkah-langkah konkret yang berhubungan dengan tenaga atom. Sehingga, masih pada tahun yang sama, Siwabessy membentuk Lembaga Tenaga Atom yang berada di bawah Sekretariat Negara dan Siwabessy sebagai direkturnya. Masa itu, banyak tenaga muda dikirim studi ke luar negeri guna mempersiapkan sumber daya manusia pendukung rencana akbar pengembangan tenaga atom untuk maksud damai di Indonesia. Negara pada waktu itu juga menganggap sangat perlu mengembangkan pendidikan terkait di dalam negeri. Maka pada 1961 di Universitas Indonesia didirikan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA, sekarang FMIPA / Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI). Lagi-lagi Siwabessy pendirinya, sekaligus ditunjuk sebagai Dekan FIPIA UI pertama (1963-1965).

Tahun 1962 Presiden Sukarno meresmikan berdirinya Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), berada langsung di bawah presiden, dan Siwabessy sebagai Direktur Jenderal BATAN pertama. Kemudian diangkat sebagai Menteri Badan Tenaga Atom Nasional pada 1965.

Atas jasa-jasanya memajukan tenaga atom di Indonesia, seperti membangun reaktor nuklir dan banyak penelitian penting lainnya, Siwabessy yang sering disebut sebagai Bapak Atom Indonesia, menerima Bintang Mahaputera III pada 1976. Dan namanya juga diabadikan oleh negara pada sebuah reaktor nuklir terbesar di Asia Tenggara berkekuatan 30 MW yaitu Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG GAS), berlokasi di Serpong, Tangerang, Jawa Barat, yang diresmikan Presiden Soeharto pada 20 Agustus 1987.

Menteri Kesehatan

Berkas:Bintang Mahaputra II.jpg
Bintang Mahaputra II

Selanjutnya atas permintaan Presiden Sukarno, Siwabessy menjabat Menteri Kesehatan pada 1966 dan tugas ini diembannya hingga 29 Maret 1978 semasa pemerintahan Presiden Soeharto. Selama menjabat sebagai Menteri Kesehatan di era Presiden Soekarno dan Presiden Suharto itu pulalah Siwabessy merangkap sebagai Ketua Tim Dokter Pribadi Presiden. Dan pada masa itu banyak sekali program konkret yang telah Siwabessy lakukan dalam lingkup kesehatan. Mulai dari program Keluarga Berencana (KB), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Asuransi Kesehatan (Askes), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), penanggulangan penyakit menular (yang dahulu tidak mungkin diberantas seperti malaria, TBC, cacingan, kolera, tifus, disentri) sampai dengan upaya penanggulangan penyakit kanker. Siwabessy sendiri tercatat sebagai salah seorang pendiri Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Kerja keras ini tentunya tidak terlepas dari keluwesan diplomasi Siwabessy dengan para sahabatnya yang berada di luar negeri dan juga dengan berbagai organisasi internasional. Baik organisasi yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti World Health Organization (WHO), United Nations Children’s Fund (UNICEF), United Nations Development Programme (UNDP), maupun yang lainnya seperti United States Agency for International Development (USAID) dan Medicare (menyangkut perawatan kesehatan). Lembaga-lembaga yang banyak memberikan bantuan teknis maupun keuangan. Untuk jasa-jasanya di bidang kesehatan, Siwabessy dianugerahi Bintang Mahaputera II pada tahun 1978.

Mengabdi Pada Negara Hingga Akhir Hayat

Berkas:WHOO.jpg

Selepas tugas sebagai anggota kabinet, Siwabessy diminta menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang bertugas sebagai Penasehat Presiden. Kepercayaan ini dijalani sejak 1978 sampai akhirnya Gerrit Augustinus Siwabessy, Upuleru, menutup mata selamanya di suatu malam yang tenang, 11 November 1982, Jakarta.

Terlalu banyak penghargaan yang telah Siwabessy terima, baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan 27 tahun setelah Siwabessy mengakhiri semua tugasnya di dunia, Universitas Indonesia pada Juni 2009 memberikan sebuah kehormatan dalam rangka pemberian nama baru 19 jalan di lingkungan kampus megah UI, Depok. Salah satunya diberi nama Jl. Prof. DR. G.A. Siwabessy; yang bersama 18 tokoh lainnya dengan berbagai katagori: pahlawan, perintis, penemu, begawan ilmu; dinilai telah mendedikasikan hidupnya bukan hanya untuk UI tapi juga Indonesia.

Siwabessy adalah pribadi yang selalu bekerja konkret. Selalu memikirkan kepentingan orang banyak namun tetap mengedepankan integritas diri: kejujuran, ketulusan, kredibilitas, satu kata dan perbuatan. Warisan Upuleru saat ini bukan hanya dimiliki oleh keluarga besar Gerrit Augustinus Siwabessy: 6 anak, 12 cucu dan 9 cicit, tetapi juga dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia.

Maluku Masa Lampau & Masa Depan

Siwabessy sangat mencintai Indonesia, sama seperti Siwabessy sangat mencintai Maluku. "Banyak orang Ambon, khususnya di Jakarta, senang berkomentar tentang pembangunan di Maluku. Beta kira sebaiknya jangan kita bicarakan soal ini dari jauh. Bila orang ingin berpartisipasi sebaiknya mereka pulang ke Ambon dan mengadakan penelitian atau survai tentang bidang apa saja," tulis Siwabessy yang mengingatkan agar kita datang ke Maluku membawa suatu kontribusi nyata, bukan hanya sekadar pengamatan.

Pada akhir memoarnya Siwabessy juga sangat menekankan pada pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan serta pengembangan kewirausahaan di Maluku. Tak lupa Siwabessy menitip pesan menyentuh bagi yang akan pulang itu seperti kutipan berikut : ".... setiap saat orang bisa pulang ke Ambon tapi janganlah sampai menjadi sumber kesulitan bagi famili di sana ...."

Sioh apa tempo pulange .... Ambon manise ....

Catatan

  • Artikel ini telah diterbitkan di majalah Tabaos, Media Informasi & Komunikasi, bagi masyarakat yang terbatas, Maluku Foundation Scholarship Fund (YDBM), Volume 7, No 3, Oktober 2010, Jakarta.
  • Ditulis khusus untuk Wikipedia dari Memoar UPULERU oleh Mutiara Siwabessy, cucu dari G.A. Siwabessy.
  • http://en.wiki-indonesia.club/wiki/G.A._Siwabessy
Didahului oleh:
Satrio
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
1966–1978
Diteruskan oleh:
Suwardjono Surjaningrat