Pagustian: Perbedaan antara revisi
Alamnirvana (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Alamnirvana (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 4: | Baris 4: | ||
Gelar Panglima khusus untuk daerah suku-suku Dayak pada masa itu menunjukkan pangkat dengan tugas sebagai kepala yang mengatur keamanan dan mempunyai pasukan sebagai anak buahnya. Seorang panglima adalah orang yang paling pemberani, cerdik, berpengaruh dan biasanya kebal. Gelar Tumenggung adalah gelar untuk jabatan sebagai kepala suku, sedangkan gelar Panghulu adalah gelar untuk jabatan sebagai Kepala Adat/kepala agama. |
Gelar Panglima khusus untuk daerah suku-suku Dayak pada masa itu menunjukkan pangkat dengan tugas sebagai kepala yang mengatur keamanan dan mempunyai pasukan sebagai anak buahnya. Seorang panglima adalah orang yang paling pemberani, cerdik, berpengaruh dan biasanya kebal. Gelar Tumenggung adalah gelar untuk jabatan sebagai kepala suku, sedangkan gelar Panghulu adalah gelar untuk jabatan sebagai Kepala Adat/kepala agama. |
||
[[Panglima Batur]] yang bersama Sultan Muhammad Seman mempertahankan benteng terakhir di Sungai Manawing dalam perjuangan mereka melawan Belanda. Pada saat Panglima Batur mendapat perintah untuk pergi ke daerah [[Kesultanan Pasir]] untuk memperoleh [[mesiu]], saat itulah benteng Manawing mendapat serangan Belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan [[Letnan Christofel]] yang berpengalaman dalam [[perang Aceh]], dengan sejumlah besar pasukan [[marsose]] yang terkenal ganas dan bengis, menyerbu benteng Manawing pada [[Januari]] [[1905]]. Marsose merupakan korps bukan militer yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun [[1890]] untuk menangani tugas kepolisian dan jika perlu membantu dalam tugas kemiliteran. Dalam pertempuran yang tidak seimbang ini [[Sultan Muhammad Seman]] tidak dapat bertahan. Sultan tertembak dan dia gugur sebagai kesuma bangsa pada [[24 Januari]] [[1905]].<ref name="Kathy MacKinnon">{{en}}{{cite book|first=[[Kathy MacKinnon|Kathy ]]|last=MacKinnon|coauthors= |title=''[http://books.google.co.id/books?id=70iB6Tf62OkC&lpg=PA62&dq=demang%20lehman&pg=PA62#v=onepage&q=demang%20lehman&f=false The ecology of Kalimantan]''|publisher=Oxford University Press|year=1996|isbn=9780945971733}} |
[[Panglima Batur]] yang bersama Sultan Muhammad Seman mempertahankan benteng terakhir di Sungai Manawing dalam perjuangan mereka melawan Belanda. Pada saat Panglima Batur mendapat perintah untuk pergi ke daerah [[Kesultanan Pasir]] untuk memperoleh [[mesiu]], saat itulah benteng Manawing mendapat serangan Belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan [[Letnan Christofel]] yang berpengalaman dalam [[perang Aceh]], dengan sejumlah besar pasukan [[marsose]] yang terkenal ganas dan bengis, menyerbu benteng Manawing pada [[Januari]] [[1905]]. Marsose merupakan korps bukan militer yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun [[1890]] untuk menangani tugas kepolisian dan jika perlu membantu dalam tugas kemiliteran. Dalam pertempuran yang tidak seimbang ini [[Sultan Muhammad Seman]] tidak dapat bertahan. Sultan tertembak dan dia gugur sebagai kesuma bangsa pada [[24 Januari]] [[1905]].<ref name="Kathy MacKinnon">{{en}}{{cite book|first=[[Kathy MacKinnon|Kathy ]]|last=MacKinnon|coauthors= |title=''[http://books.google.co.id/books?id=70iB6Tf62OkC&lpg=PA62&dq=demang%20lehman&pg=PA62#v=onepage&q=demang%20lehman&f=false The ecology of Kalimantan]''|publisher=Oxford University Press|year=1996|isbn=9780945971733}}ISBN [http://books.google.co.id/books?id=70iB6Tf62OkC&lpg=PR6&pg=PR6#v=onepage&q&f=false 0-945971-73-7]</ref> |
||
Ia adalah sultan terakhir dari Kesultanan Banjar dalam pemerintahan pelarian di daerah [[Barito]]. Sultan Muhammad Seman benar-benar konsekuen terhadap sumpah melaksanakan amanah ayahndanya [[Pangeran Antasari]] yang tidak kenal kompromi dengan Belanda, ''Haram manyarah waja sampai kaputing''. Sultan Muhammad di Seman di makamkan di puncak gunung di [[Puruk Cahu]]. Tinggal Panglima Baturlah satu-satunya pimpinan perjuangan yang masih bertahan. |
|||
== Rujukan == |
== Rujukan == |
Revisi per 21 April 2011 00.32
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Pagustian atau Dewan Pertahanan Pagustian adalah dewan pertahanan/pemerintahan [darurat/pelarian] yang terdiri dari gusti-gusti (bangsawan Banjar) dan para panglima perang sebagai penerus Kesultanan Banjar yang secara fisik berwujud sebuah benteng pertahanan yang dibangun Tumenggung Surapati pada tahun 1865, yaitu 3 tahun setelah Pangeran Antasari meninggal karena sakit. Pagustian ini terletak di Gunung Bondang, diudik sungai Laung, daerah Puruk Cahu. Pertahanan yang kedua terletak di Manawing, yaitu kampung Bomban, Kalang Barat diudik Baras Kuning, Barito. Berbagai suku Dayak dapat disatukan oleh Sultan Muhammad Seman seperti suku Dayak Dusun, Ngaju, Kayan, Siang, Bakumpai dan suku Banjar Hulu, baik yang beragama Islam maupun yang masih menganut kepercayaan Kaharingan. Panglima dan para Tumenggung yang membantu perjuangan Sultan Muhammad Seman untuk melawan Belanda adalah Panglima Umbung dari Mengkatip, Mat Narung dari Putussibau, Batu Putih dari Kapuas, Tumenggung Lawas, Tumenggung Nado, Tumenggung Tawilen, Panglima Amit, Panglima Bahe dan lainnya.
Gelar Panglima khusus untuk daerah suku-suku Dayak pada masa itu menunjukkan pangkat dengan tugas sebagai kepala yang mengatur keamanan dan mempunyai pasukan sebagai anak buahnya. Seorang panglima adalah orang yang paling pemberani, cerdik, berpengaruh dan biasanya kebal. Gelar Tumenggung adalah gelar untuk jabatan sebagai kepala suku, sedangkan gelar Panghulu adalah gelar untuk jabatan sebagai Kepala Adat/kepala agama.
Panglima Batur yang bersama Sultan Muhammad Seman mempertahankan benteng terakhir di Sungai Manawing dalam perjuangan mereka melawan Belanda. Pada saat Panglima Batur mendapat perintah untuk pergi ke daerah Kesultanan Pasir untuk memperoleh mesiu, saat itulah benteng Manawing mendapat serangan Belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan Christofel yang berpengalaman dalam perang Aceh, dengan sejumlah besar pasukan marsose yang terkenal ganas dan bengis, menyerbu benteng Manawing pada Januari 1905. Marsose merupakan korps bukan militer yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1890 untuk menangani tugas kepolisian dan jika perlu membantu dalam tugas kemiliteran. Dalam pertempuran yang tidak seimbang ini Sultan Muhammad Seman tidak dapat bertahan. Sultan tertembak dan dia gugur sebagai kesuma bangsa pada 24 Januari 1905.[1] Ia adalah sultan terakhir dari Kesultanan Banjar dalam pemerintahan pelarian di daerah Barito. Sultan Muhammad Seman benar-benar konsekuen terhadap sumpah melaksanakan amanah ayahndanya Pangeran Antasari yang tidak kenal kompromi dengan Belanda, Haram manyarah waja sampai kaputing. Sultan Muhammad di Seman di makamkan di puncak gunung di Puruk Cahu. Tinggal Panglima Baturlah satu-satunya pimpinan perjuangan yang masih bertahan.
Rujukan
- ^ (Inggris)MacKinnon, Kathy (1996). The ecology of Kalimantan. Oxford University Press. ISBN 9780945971733. Hapus pranala luar di parameter
|title=
(bantuan)ISBN 0-945971-73-7
- M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.