Kemahakuasaan: Perbedaan antara revisi
PT14danang (bicara | kontrib) ←Membuat halaman berisi '{{Inuse| 06 Mei 2011}} '''Omnipoten''' adalah sifat yang dikenakan kepada Allah yang berarti Maha Kuasa.<ref name="Bagus">{{id}}Lorens Bagus., ''Kamus Filsafat'', Jakarta...' |
PT14danang (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Inuse| 06 Mei 2011}} |
{{Inuse| 06 Mei 2011}} |
||
[[Berkas:Omslag.jpg|Thumb|200px|Allah digambarkan dapat berbuat apa saja karena dia omnipoten]] |
|||
'''Omnipoten''' adalah sifat yang dikenakan kepada Allah yang berarti Maha Kuasa.<ref name="Bagus">{{id}}Lorens Bagus., ''Kamus Filsafat'', Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000</ref> Kemahakuasaan Allah sehingga Dia begitu bebas dan tidak terpengaruh apa pun dan siapa pun dari luar diri-Nya sendiri.<ref name="Bagus"/> Dengan sifat ini, Allah diandaikan punya daya kreatif yang mutlak, tidak tergantung pada semua materi yang ada sehingga Dia benar-benar tidak dapat dibatasi.<ref name="Bagus"/> Sedangkan manusia dan ciptaan selalu dibatasi oleh Allah.<ref name="Bagus"> |
'''Omnipoten''' adalah sifat yang dikenakan kepada [[Allah]] yang berarti Maha Kuasa.<ref name="Bagus">{{id}}Lorens Bagus., ''Kamus Filsafat'', Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000</ref> Kemahakuasaan Allah sehingga Dia begitu bebas dan tidak terpengaruh apa pun dan siapa pun dari luar diri-Nya sendiri.<ref name="Bagus"/> Dengan sifat ini, Allah diandaikan punya daya kreatif yang mutlak, tidak tergantung pada semua materi yang ada sehingga Dia benar-benar tidak dapat dibatasi.<ref name="Bagus"/> Sedangkan manusia dan ciptaan selalu dibatasi oleh Allah.<ref name="Bagus"/> |
||
Omnipotensi Allah juga selalu menuntut keselarasan ciptaan dalam sifat-sifatnya, tidak ada kontradiksi antar pencipta dan yang diciptakan.<ref name="Bagus"/> Maka jika Allah itu kudus, maka tidak mungkin Allah tidak kudus, begitulah Allah juga tidak memiliki kontradiksi dalam Dirinya.<ref name="Bagus"/> Kemahakuasaan Allah juga mempu mengangkat manusia yang terbatas itu melampaui kodratnya sehingga manusia dapat menjadi manusia rohani.<ref name="Bagus"/> |
Omnipotensi Allah juga selalu menuntut keselarasan [[ciptaan]] dalam sifat-sifatnya, tidak ada kontradiksi antar pencipta dan yang diciptakan.<ref name="Bagus"/> Maka jika Allah itu kudus, maka tidak mungkin Allah tidak kudus, begitulah Allah juga tidak memiliki kontradiksi dalam Dirinya.<ref name="Bagus"/> Kemahakuasaan Allah juga mempu mengangkat manusia yang terbatas itu melampaui kodratnya sehingga manusia dapat menjadi manusia rohani.<ref name="Bagus"/> |
||
Kemahakuasaan Allah bisa dilihat dari beberapa sifatnya yang lain, misalnya dalam hal kehendak dan pengetahuan.<ref name="Torrance"/> Allah mengetahui semuanya dan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh siapa pun dalam bertindak.<ref name="Torrance"/> Dua sifat ini bukan hanya figur yang tanpa realitas, namun sangat nyata dialami oleh umat manusia.<ref name="Torrance">{{en}}Karl Barth,Geoffrey William Bromiley,Thomas Forsyth Torrance., ''Church dogmatics, Volume 2,Bagian 1'', New York: T&T Clark International, 2004</ref> |
|||
==referensi== |
==referensi== |
Revisi per 3 Mei 2011 05.32
Omnipoten adalah sifat yang dikenakan kepada Allah yang berarti Maha Kuasa.[1] Kemahakuasaan Allah sehingga Dia begitu bebas dan tidak terpengaruh apa pun dan siapa pun dari luar diri-Nya sendiri.[1] Dengan sifat ini, Allah diandaikan punya daya kreatif yang mutlak, tidak tergantung pada semua materi yang ada sehingga Dia benar-benar tidak dapat dibatasi.[1] Sedangkan manusia dan ciptaan selalu dibatasi oleh Allah.[1]
Omnipotensi Allah juga selalu menuntut keselarasan ciptaan dalam sifat-sifatnya, tidak ada kontradiksi antar pencipta dan yang diciptakan.[1] Maka jika Allah itu kudus, maka tidak mungkin Allah tidak kudus, begitulah Allah juga tidak memiliki kontradiksi dalam Dirinya.[1] Kemahakuasaan Allah juga mempu mengangkat manusia yang terbatas itu melampaui kodratnya sehingga manusia dapat menjadi manusia rohani.[1]
Kemahakuasaan Allah bisa dilihat dari beberapa sifatnya yang lain, misalnya dalam hal kehendak dan pengetahuan.[2] Allah mengetahui semuanya dan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh siapa pun dalam bertindak.[2] Dua sifat ini bukan hanya figur yang tanpa realitas, namun sangat nyata dialami oleh umat manusia.[2]