Lompat ke isi

Suku Dayak Pesaguan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Suku Dayak Pesaguan''' adalah sub-[[suku Dayak]] yang mendiami [[Kabupaten Ketapang]], [[Kalimantan Barat]], [[Indonesia]]. asyarakat Dayak Pesaguan adalah kelompok masyarakat asli yang mendiami wilayah pehuluan aliran Sungai Pesaguan di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Kelompok ini tersebar di wilayah tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan [[Tumbang Titi, Ketapang|Tumbang Titi]] di bagian paling timur, Kecamatan [[Lalang Panjang, Ketapang|Lalang Panjang]] di bagian tengah, dan Kecamatan [[Sungai Melayu Raya, Ketapang|Sungai Melayu Raya]] di bagian barat.
'''Suku Dayak Pesaguan''' adalah sub-[[suku Dayak]] yang mendiami [[Kabupaten Ketapang]], [[Kalimantan Barat]], [[Indonesia]]. asyarakat Dayak Pesaguan adalah kelompok masyarakat asli yang mendiami wilayah pehuluan aliran Sungai Pesaguan di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Kelompok ini tersebar di wilayah tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan [[Tumbang Titi, Ketapang|Tumbang Titi]] di bagian paling timur, Kecamatan [[Lalang Panjang, Ketapang|Lalang Panjang]] di bagian tengah, dan Kecamatan [[Sungai Melayu Raya, Ketapang|Sungai Melayu Raya]] di bagian barat.


=Budaya Dayak Pesaguan=
==Upacara Adat Buah Dayak Pesaguan==
==Upacara Adat Buah Dayak Pesaguan==
Musim buah bagi masyarakat adat Dayak Pesaguan bukanlah hal yang biasa. Apalagi jika pada musim buah yang sangat melimpah. Masyarakat adat mewujudkannya dengan melakukan rangkaian upacara adat.
Musim buah bagi masyarakat adat Dayak Pesaguan bukanlah hal yang biasa. Apalagi jika pada musim buah yang sangat melimpah. Masyarakat adat mewujudkannya dengan melakukan rangkaian upacara adat.
Baris 8: Baris 9:
Usai upacara adat ini, masyarakat tidak boleh memanjat pohon durian dan mengambilnya malam hari. Seorang belian buah tidak boleh memakan semua jenis buah sampai pada upacara nyabit buah atau ninjangan senggayung, kecuali pinang-sirih. Ketika bunga mulai kembang dilanjutkan dengan upacara merimbang bunga' (memelihara kembang).
Usai upacara adat ini, masyarakat tidak boleh memanjat pohon durian dan mengambilnya malam hari. Seorang belian buah tidak boleh memakan semua jenis buah sampai pada upacara nyabit buah atau ninjangan senggayung, kecuali pinang-sirih. Ketika bunga mulai kembang dilanjutkan dengan upacara merimbang bunga' (memelihara kembang).


Kemudian pada saat kembang mulai jadi buah (biasanya berpatokan pada pohon durian) diadakan upacara adat menimang/memandian pansai. Upacara ini disertai dengan upacara ritual ma-alap senggayung (alat musik yang terbuat dari bambu).
Kemudian pada saat kembang mulai jadi buah (biasanya berpatokan pada pohon durian) diadakan upacara adat menimang/memandian pansai. Upacara ini disertai dengan upacara ritual ma-alap senggayung (alat musik yang terbuat dari bambu).<ref>{{id}} [http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2700/upacara-adat-buah-upacara-adat-melayu-dayak-pesaguan-kalimantan-barat Upacara Adat Buah]</ref>

==Alat Musik==
Masyarakat Pesaguan memiliki gong-gong dengan tipe yang, bisa dikatakan paling bervariasi di antara kelompok-kelompok Dayak lainnya di Kalimantan Barat. Terdapat enam tipe alat keluarga gong yang ditemukan dalam kebudayaan Pesaguan.<ref>Gong dalam Budaya Dayak Pesaguan Oleh: Al. Yan Sukanda, Peneliti kebudayaan Dayak di Yayasan Warisan Ketapang, Kalimantan Barat.</ref>
# Tipe grantung atau gerantung, yaitu tipe gong yang berukuran paling besar, dengan sisi dan buntong (tonjolan bundar di tengah, pencu) yang relatif rendah, bernada rendah dan beralun panjang. Tipe ini biasanya memiliki diameter 45 cm atau lebih dan tinggi sisinya 10-17 cm.
# Tipe tetawak, yaitu jenis gong dengan ciri sisi dan buntong yang tinggi, bernada lebih tinggi dari grantung dengan karakter suara yang tegas dan tak beralun panjang. Sedikit berbeda dengan kempul dalam budaya Jawa, tetawak memiliki sisi yang relatif lurus dan nada yang tegas tidak beralun panjang. Diameternya bervariasi dari sekitar 30 sampai 65cm, dengan tinggi sisi sekitar 12-21cm. Alat ini paling banyak ditemukan dalam masyarakat Pesaguan, dan juga digunakan sebagai alat komunikasi yang dibunyikan dengan irama-irama khusus jika ada kematian, kebakaran, dan panggilan untuk berkumpul.
# Tipe bebondi, yaitu jenis gong dengan ukuran lebih kecil dari tetawak dengan tinggi sisi dan buntong yang rendah. Memiliki karakter suara berdentang yang sangat khas dan dibunyikan menggunakan pemukul dari kayu tanpa pembalut atau pelapis di ujungnya. Nadanya sedikit di atas tawak atau sama dengan tawak yang bernada paling tinggi. Diameter sekitar 32-37 cm, dan tinggi sisi sekitar 6,5-10 cm.
# Tipe Kotok-konong, tipe ini termasuk jarang ditemukan. Saat ini jumlahnya sangat sedikit dan juga tidak digunakan dalam acara-acara musik adat biasa. Alat kotok-konong hanya digunakan sebagai tambahan dalam gondang-gamalan hanya dalam upacara merondau, dan tidak digunakan dalam upacara lain. Alat ini sangat mirip (atau sama?) dengan kenong di Jawa.
# Tipe Boring-boring, yaitu jenis gong rata yang tidak memiliki buntong (flat gong) seperti gong-gong tipe lain. Alat boring-boring ini hanya tinggal sebuah di daerah Pesaguan. Konon diperoleh dari raja Melayu di pesisir sebagai hadiah buat Lalau, putera dari Kenduruhan Betongkok (Demong punduhan atau pimpinan tertinggi di Serengkah) karena telah mengantarkan persembahan dari masyarakat Serengkah (Pesaguan Hulu). Diameternya 37 cm dengan ketinggian sisi 7 cm. Dalam permainannya, bagian yang dipukul adalah bagian dalam atau belakang alat tersebut.
# Tipe Kelintang, yaitu anggota keluarga gong dengan ukuran paling kecil, bernada paling tinggi, dan tersusun dalam satu perangkat. Alat ini diletakkan berjajar dalam sebuah rak horisontal, dan berfungsi sebagai alat ‘melodi’ dalam ansambel gong, dengan susunan nada paling tinggi di sebelah kiri dan yang paling rendah di sebelah kanan. Jumlah seperangkat alat kelintang dalam ansambel gong Pesaguan terdiri dari 8 satuan alat. Diameternya sekitar 20 cm dengan tinggi sisi sekitar 6 cm.


==Lagu Daerah==
==Lagu Daerah==
Baris 17: Baris 27:
* {{id}} [http://safitrirayuni.blogspot.com/2008/07/meliput-ritual-kematian-dayak-pesaguan.html Ritual Kematian Dayak Pesaguan]
* {{id}} [http://safitrirayuni.blogspot.com/2008/07/meliput-ritual-kematian-dayak-pesaguan.html Ritual Kematian Dayak Pesaguan]
* {{id}} [http://freedom-borneo.blogspot.com/2010/05/salah-satu-kebudayaan-adat-dari-suku.html Kebudayaan Suku Dayak Pesaguan]
* {{id}} [http://freedom-borneo.blogspot.com/2010/05/salah-satu-kebudayaan-adat-dari-suku.html Kebudayaan Suku Dayak Pesaguan]

* {{id}} [http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2700/upacara-adat-buah-upacara-adat-melayu-dayak-pesaguan-kalimantan-barat Upacara Adat Buah]


[[Kategori:Dayak]]
[[Kategori:Dayak]]

Revisi per 10 Mei 2011 07.21

Suku Dayak Pesaguan adalah sub-suku Dayak yang mendiami Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Indonesia. asyarakat Dayak Pesaguan adalah kelompok masyarakat asli yang mendiami wilayah pehuluan aliran Sungai Pesaguan di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Kelompok ini tersebar di wilayah tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Tumbang Titi di bagian paling timur, Kecamatan Lalang Panjang di bagian tengah, dan Kecamatan Sungai Melayu Raya di bagian barat.

Budaya Dayak Pesaguan

Upacara Adat Buah Dayak Pesaguan

Musim buah bagi masyarakat adat Dayak Pesaguan bukanlah hal yang biasa. Apalagi jika pada musim buah yang sangat melimpah. Masyarakat adat mewujudkannya dengan melakukan rangkaian upacara adat.

Masyarakat adat Dayak Pesaguan di Kab. Ketapang setidaknya mengenal 7 rangkaian upacara adat buah-galau (buah-buahan). Ketujuh upacara adat buah tersebut lazimnya dilakukan pada setiap musim buah raya. Musim buah raya biasanya ditandai dengan berbuahnya beberapa jenis buah seperti kelampai, kumpang, limat (janta') dan kekalik. Rangkaian upacara adat buah dipimpin oleh seorang belian (bolin) buah.Upacara adat buah dimulai dari memorum doun memangkah dohan pada saat kuntum mulai tumbuh.

Usai upacara adat ini, masyarakat tidak boleh memanjat pohon durian dan mengambilnya malam hari. Seorang belian buah tidak boleh memakan semua jenis buah sampai pada upacara nyabit buah atau ninjangan senggayung, kecuali pinang-sirih. Ketika bunga mulai kembang dilanjutkan dengan upacara merimbang bunga' (memelihara kembang).

Kemudian pada saat kembang mulai jadi buah (biasanya berpatokan pada pohon durian) diadakan upacara adat menimang/memandian pansai. Upacara ini disertai dengan upacara ritual ma-alap senggayung (alat musik yang terbuat dari bambu).[1]

Alat Musik

Masyarakat Pesaguan memiliki gong-gong dengan tipe yang, bisa dikatakan paling bervariasi di antara kelompok-kelompok Dayak lainnya di Kalimantan Barat. Terdapat enam tipe alat keluarga gong yang ditemukan dalam kebudayaan Pesaguan.[2]

  1. Tipe grantung atau gerantung, yaitu tipe gong yang berukuran paling besar, dengan sisi dan buntong (tonjolan bundar di tengah, pencu) yang relatif rendah, bernada rendah dan beralun panjang. Tipe ini biasanya memiliki diameter 45 cm atau lebih dan tinggi sisinya 10-17 cm.
  2. Tipe tetawak, yaitu jenis gong dengan ciri sisi dan buntong yang tinggi, bernada lebih tinggi dari grantung dengan karakter suara yang tegas dan tak beralun panjang. Sedikit berbeda dengan kempul dalam budaya Jawa, tetawak memiliki sisi yang relatif lurus dan nada yang tegas tidak beralun panjang. Diameternya bervariasi dari sekitar 30 sampai 65cm, dengan tinggi sisi sekitar 12-21cm. Alat ini paling banyak ditemukan dalam masyarakat Pesaguan, dan juga digunakan sebagai alat komunikasi yang dibunyikan dengan irama-irama khusus jika ada kematian, kebakaran, dan panggilan untuk berkumpul.
  3. Tipe bebondi, yaitu jenis gong dengan ukuran lebih kecil dari tetawak dengan tinggi sisi dan buntong yang rendah. Memiliki karakter suara berdentang yang sangat khas dan dibunyikan menggunakan pemukul dari kayu tanpa pembalut atau pelapis di ujungnya. Nadanya sedikit di atas tawak atau sama dengan tawak yang bernada paling tinggi. Diameter sekitar 32-37 cm, dan tinggi sisi sekitar 6,5-10 cm.
  4. Tipe Kotok-konong, tipe ini termasuk jarang ditemukan. Saat ini jumlahnya sangat sedikit dan juga tidak digunakan dalam acara-acara musik adat biasa. Alat kotok-konong hanya digunakan sebagai tambahan dalam gondang-gamalan hanya dalam upacara merondau, dan tidak digunakan dalam upacara lain. Alat ini sangat mirip (atau sama?) dengan kenong di Jawa.
  5. Tipe Boring-boring, yaitu jenis gong rata yang tidak memiliki buntong (flat gong) seperti gong-gong tipe lain. Alat boring-boring ini hanya tinggal sebuah di daerah Pesaguan. Konon diperoleh dari raja Melayu di pesisir sebagai hadiah buat Lalau, putera dari Kenduruhan Betongkok (Demong punduhan atau pimpinan tertinggi di Serengkah) karena telah mengantarkan persembahan dari masyarakat Serengkah (Pesaguan Hulu). Diameternya 37 cm dengan ketinggian sisi 7 cm. Dalam permainannya, bagian yang dipukul adalah bagian dalam atau belakang alat tersebut.
  6. Tipe Kelintang, yaitu anggota keluarga gong dengan ukuran paling kecil, bernada paling tinggi, dan tersusun dalam satu perangkat. Alat ini diletakkan berjajar dalam sebuah rak horisontal, dan berfungsi sebagai alat ‘melodi’ dalam ansambel gong, dengan susunan nada paling tinggi di sebelah kiri dan yang paling rendah di sebelah kanan. Jumlah seperangkat alat kelintang dalam ansambel gong Pesaguan terdiri dari 8 satuan alat. Diameternya sekitar 20 cm dengan tinggi sisi sekitar 6 cm.

Lagu Daerah

Lagu daerah Suku Dayak Pesaguan:

  1. SAMBAYAN

Pranala luar

  1. ^ (Indonesia) Upacara Adat Buah
  2. ^ Gong dalam Budaya Dayak Pesaguan Oleh: Al. Yan Sukanda, Peneliti kebudayaan Dayak di Yayasan Warisan Ketapang, Kalimantan Barat.