Lompat ke isi

Penghindaran pajak: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-diantara +di antara)
Luckas-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: cy:Osgoi treth
Baris 168: Baris 168:


[[cs:Daňový únik]]
[[cs:Daňový únik]]
[[cy:Osgoi treth]]
[[de:Steuerhinterziehung]]
[[de:Steuerhinterziehung]]
[[el:Φοροαποφυγή]]
[[el:Φοροαποφυγή]]

Revisi per 11 Juli 2011 23.17

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Perlawanan terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif.

Perlawanan pasif terhadap pajak

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri.

Struktur Ekonomi

Contoh: Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Padahal pajak ini diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri. Dalam pajak ini, wajib pajak dituntut untuk menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan adanya pembukuan. Namun, menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain karena pencatatan pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan pembukuan. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak. Untuk menghindari hal ini, pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan kadastral/nilai sewa, ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan.

Di negara berkembang, biasanya negara agraris menghubungkan besarnya penghasilan netto dengan luas kepemilikan atas tanah dan dihubungkan dengan tingkat kesuburan tanah. Indonesia mengambil jalan keluar untuk masyarakat kecil yang tidak bisa melakukan pembukuan dengan menggunakan norma perhitungan. Norma perhitungan dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak tinggal menghitung berapa omsetnya dikalikan dengan norma perhitungannya.

Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk

Perlawanan pasif yang timbul dari lkemahnya sistem kontrol yang dilakukan oleh fiscus ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol.

Contoh: Pajak kepemilikan permata yang diterapkan di Belgia. Permata adalah benda yang kecil dan sulit dikontrol keberadaannya. Sehingga bisa saja pemilik permata menyembunyikan permata ini agar terhindar dari pengenaan pajak.

Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara

Contoh: masyarakat yang hidup di daerh tropis yang hanya memiliki dua musim sehingga memungkinkan mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa mengakibatkan mereka bekerja lebih santai dan hasilnya tidak optimal. Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga penerimaan negara pun kurang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah subtropis yang memiliki empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak bisa bekerja di musim dingin. Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim yang lainnya agar kebutuhan di musim dingin bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka bisa menghasilhan pendapatan yang lebih banyak sehingga uang yang masuk ke kas negara pun lebih banyak.

Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri

Contoh: untuk pajak yang cara perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian formulir yang rumit pula, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan pasif terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, peugas pajak melakukan penyuluhan dari kantor perpajakan mulai dari pusat sampai ke daerah.

Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh pajak langsung dari pada pajak tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh karena cara perhitungan pajak tidak langsung lebih sederhana dari pajak langsung. Di negara berkembang, pajak tidak langsung lebih besar dari pajak langsung. Sedangkan di negara maju, pemasukan negara dari pajak langsung lebih besar dari pada pemsukan negara dari pajak tidak langsung. Pajak tidak langsung hanya merupakan pelengkap dari pajak langsung. Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah ketidakadilan. Sebagai contoh, cukai tembakau yang dikenakan pada orang yang merokok. Jika ada konglomerat dan tukang becak yang merokok, mereka akan dikenakan cukai tembakau yang sama besarnya walaupun mereka memiliki kemampuan ekonomi yang jauh berbeda.

Perlawanan aktif terhadap pajak

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.

Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.

Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

Menahan Diri

Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh:

  • Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
  • Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.

Pindah Lokasi

Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang tarif pajaknya rendah. Contoh:

Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak. Mereka harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan kentungan yang akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih rendah.

Penghindaran Pajak Secara Yuridis

Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Contoh:

  1. Penetapan pajak khusus untuk tempat dansa umum di Belanda. Pemerintah negeri Belanda menetapkan pajak khusus untuk tempat dansa umum. Karena pengenaan pajak ini, keuntungan pengusaha jadi berkurang. Untuk menghindari hal ini, mereka mengubah status tempat dansa umum tersebut menjadi tempat dansa khusus anggota yang keanggotaannya terbuka untuk umum. Dengan demikian, mereka terbebas dari pengenaan pajak untuk tempat dansa umum.
  2. Di Belanda dan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop menyediakan sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan asumsi, setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film tersebut dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan gratis. Maka dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik bioskop menghindari pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk yang sangat murah khusus untuk wartawan.
  3. Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkuarang.

Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena:

1. Kesengajaan pembuat undang-undang

Hal ini terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya. Dua kepentingan yang paling dominan di parlemen adalah anggota parlemen yang mewakili kelompok buruh dan pemilik modal. Apabila diajukan undang-undang yang menyinggung dua p;ihak tersebut, diusahakan dicarikan jalan kompromi terhadap substansi masalahnya. Namun ini sulit dilakukan kaena menyangkut kepentingan yang berbeda. Lalu dicarilah jalan kompromi terhadap perumuasn yang bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak bebas menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Bisa saja wajib pajak menafsirkan sesuai kepentingannya dan fiscus menafsirkan sesuai dengan kepentingan negara.

2. Ketidaksengajaan pembuat undang-undang

Contoh: Pada akhir tahun 1800an, undang-undang anti-trust atau undang-undang anti monopoli di Amerika Serikat yang ditujukan untuk pemilik modal yang berbunyi “ Apabila ada yang menghambat atau menghalangi perdagangan antar negara bgaian, bisa dijatuhi hukuman berdasarkan undang-undang ini”.
Pada suatu kasus, serikat buruh pada perusahaan transportasi melakukan pemogokan sehingga perdagangan antar negara bagian terhambat. Pemimpin serikat buruh ini ditangkap dan dihukum berdasarkan undang-undang anti monopoli karena dianggap menghambat perdagangan antar negara bagian. Seharusnya undang-undang ini ditujukan untuk pemilik modal, bukan untuk kaum buruh. Karena itu, pada pemilu berikutnya kaum buruh memilih wakil-wakil mereka yang memang dalam hidupnya membela kepentingan kaum buruh. Setelah pemilu, mereka berhasil mendominasi kursi di parlemen. Sehingga, mereka menambahkan undang-undang anti trust tersebut dengan kalimat “undang-undang ini tidak ditujukan untuk kaum buruh”.

Apakah penghindaran pajak bisa dicela secara moral?

Menahan diri

Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan menganggap perbuatan seorang peminum/perokok yang mengurangi kebiasaan meokoknya sebagai orang yang menghindari pajak. Malah, orang yang mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap sebagai tindakan terpuji.

Pindah lokasi

Hal ini tidak tercela karena merupakan hak asasi setiap orang untuk memilih tempat atau lokasi usaha/domisilinya.

Penghindaran pajak secara Yuridis

Hal ini masih merupakan kontroversi di kalangan para ahli.

Tercela

Hal ini biasanya dikemukakan oleh kelompok sosialistis. Penghindaran pajak secara yuridis biasa dilakukan oleh orang-orang atau badan yang penghasilannya tinggi dengan cara bermusyawarah untuk mengurangi pajaknya. Hal tersebut bisa mengakibatkan pengurangan kas negara yang berimbas pada menurunnya kemampuan negara untuk menyantuni masyrakat miskinnya.

Tidak tercela

Hal ini dikemukakan oleh kelompok kapitalis liberalistis. Alasannya, pada banyak putusan Mahkamah Agung di negara Eropa Barat yang mengatakan bahwa tidak ada satu orang pun yang diharuskan menafsirkan suatu undang-undang untuk kepentingan negara.

Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).

Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan asumsi negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak mudah disuap).

Wajib Pajak Besar

Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance). Karena:

  • Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang tangguh yang mampu mencari celah dalam undang-undang pajak.
  • Pembukuan dilakukan oleh banyak orang sehingga risiko terjadinya kebocoran juga besar.
  • Jika wajib pajak besar ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil keuntungannya di mata publik. Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun sehingga harga sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi dagangnya. Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih besar dibandingkan pengurangan tarif pajak.

Wajib Pajak Kecil

Wajib pajak kecil cenderung melakukan pengelakan pajak (Tax Evation). Karena:

  • Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
  • Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
  • Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.

Akibat-Akibat Pengelakan Pajak

Dalam bidang keuangan

Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.

Dalam bidang ekonomi

Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur.

Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan melakukan pengelakan pajak.

Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.

Dalam bidang psikologi

Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.

Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.

  1. Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP tersebut.
  2. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.
  3. Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan putusan pengadilan yang berlaku.
  4. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak itu.

Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan cara halus.

Cara kasar: yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk mengusir juru sita tersebut. Ataupun mengancam dengan golok.

Cara halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun perdata (menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.

Pelimpahan Pajak

H. J. Hofstra, ahli hukum pajak dari Belanda, menambahkan bahwa salah satu bentuk perlawanan aktif pajak yaitu pelimpahan pajak. Hal ini biasa dilakukan oleh wajib pajak dengan melimpahkan kewajiban pajak langsungnya ke pihak lain atau pihak ke tiga. Hal ini adalah pelanggaran undang-undang karena pajak langsung dikenakan kepada wajib pajak untuk wajib pajak itu sendiri tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Karena wajib pajak itu sendiri merupakan destinator.

Contoh pelimpahan pajak:

Pajak penghasilan (yang seharusnya dibayar sendiri oleh perusahaan) dilimpahkan ke dalam harga barang yang dijual ke masyarakat. Hal ini mengakibatkan harga barang menjadi lebih tinngi dari yang seharusnya. Pelimpahan pajak ini melanggar undang-undang.

Kompensasi Pajak

Secara Negatif

Reaksi lain sebagai gejala perlawanan terhadap pajak yaitu kompensasi pajak secara negatif. Kompensasi pajak secara negatif yaitu: melepaskan pekerjaan sampingan untuk menghindari tarif pajak yang lebih tinggi.

Contoh: A adalah seorang akuntan yang bekerja full time di sebuah perusahaan. Gaji per tahunnya Rp 40 juta. Menurut UU PPh, tarif pajaknya 25%. Setelah mempunyai pekerjaan sampingan, pendapatannya menjadi Rp 60 juta/tahun. Karena kenaikan ini, tarif pajaknya menjadi 35%. Karena terkena tarif pajak yang lebih tinggi, maka dia melepas pekerjaan sampingan tersebut.

Secara Positif

Kompensasi pajak secara positif bukan merupakan perlawanan terhadap pajak. Hal ini bahkan menguntungkan bagi kas negara.

Contoh: B adalah seorang akuntan di sebuah perusahaan dengan pendapatan Rp 40 juta/tahun. Setelah mempunyai pekerjaan sampingan, pendapatannya menjadi Rp 60 juta/tahun. Namun, dia tetap mengambil pekerjaan itu walaupun tarif pajaknya naik karena berpikir bahwa pendapataqnnya juga meningkat.