Lompat ke isi

Kadipatèn Mangkunagaran: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada ringkasan suntingan
Ranggajaya (bicara | kontrib)
k memindahkan Praja Mangkunagaran ke Dinasti Mangkunegaran: sesuai ejaan dalam bahasa indonesia yang betul
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 1 Agustus 2011 04.40

Praja Mangkunagaran

1757–1946
{{{coat_alt}}}
Lambang Praja Mangkunegaran
Wilayah Mangkunegaran 1830 (warna merah muda berada sebelah tenggara)
Wilayah Mangkunegaran 1830 (warna merah muda berada sebelah tenggara)
Ibu kotaKabupaten Kota Mangkunagaran
Bahasa yang umum digunakanJawa
Agama
mayoritas Islam
PemerintahanMonarki
Adipati 
• 1757-1795
Mangkunagara I
• 1944-1946; w. 1987
Mangkunagara VIII
Sejarah 
• Perjanjian Salatiga
1757
• Pengundangan Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 (pembubaran)
1946
Didahului oleh
Digantikan oleh
Kasunanan Surakarta
Provinsi Surakarta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Praja atau Kadipaten Mangkunagaran (atau Mangkunegaran) adalah Kadipaten yang pernah berkuasa di wilayah Karesidenan Surakarta dan sekitarnya sejak 1757 sampai dengan 1946. Penguasanya adalah cabang dari wangsa Mataram, disebut wangsa Mangkunegaran, yang dimulai dari Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said).

Pendirian dan wilayah

Satuan politik ini dibentuk berdasarkan Perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757 di Salatiga sebagai solusi atas perlawanan yang dilakukan Raden Mas Said terhadap Sunan Pakubuwana III, penguasa Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang telah terpecah akibat Perjanjian Giyanti, dua tahun sebelumnya.

Berdasarkan Perjanjian Salatiga, Raden Mas Said diberi hak untuk menguasai wilayah timur dan selatan sisa wilayah Mataram sebelah timur. Jumlah wilayah ini secara relatif adalah 49% wilayah Kasunanan Surakarta setelah tahun 1830, yaitu pada saatberakhirnya Perang Diponegoro atau Perang Jawa. Wilayah itu kini mencakup bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar, seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebagian dari wilayah Kecamatan Ngawen dan Semin di Kabupaten Gunung Kidul[butuh rujukan].

Kekuasaan politik

Secara tradisional penguasanya disebut Mangkunagara (baca: 'Mangkunagoro'). Raden Mas Said merupakan Mangkunagara I. Penguasa Mangkunegaran berkedudukan di Pura Mangkunegaran, yang terletak di Kota Surakarta. Penguasa Mangkunegaran, berdasarkan perjanjian pembentukannya, berhak menyandang gelar Pangeran (secara formal disebut Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha Sudibyaningprang) tetapi tidak berhak menyandang gelar Sunan atau pun Sultan. Mangkunegaran merupakan Kadipaten, sehingga posisinya lebih rendah daripada Kasunanan. Status yang berbeda ini tercermin dalam beberapa tradisi yang masih berlaku hingga sekarang, seperti jumlah penari bedaya yang tujuh, bukan sembilan seperti pada Kasunanan Surakarta. Namun demikian, berbeda dari Kadipaten pada masa-masa sebelumnya, Mangkunegaran memiliki otonomi yang sangat luas karena berhak memiliki tentara sendiri yang independen dari Kasunanan.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Mangkunegara VIII (penguasa pada waktu itu) menyatakan bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1946, setelah terjadi Revolusi sosial di Surakarta (1945-1946). Sejak saat itu Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya sebagai satuan politik. Walaupun demikian Pura Mangkunegaran dan Mangkunegara masih tetap menjalankan fungsinya sebagai penjaga budaya. Saat ini yang memegang kekuasaan adalah Mangkunagara IX, putra kedua dari Mangkunegara VIII.

Para penguasa Mangkunegaran tidak dimakamkan di Astana Imogiri melainkan di Astana Mangadeg dan Astana Girilayu, yang terletak di lereng Gunung Lawu. Perkecualian adalah lokasi makam dari Mangkunegara VI, yang dimakamkan di tempat tersendiri.

Warna resmi Mangkunagaran adalah hijau dan kuning emas serta dijuluki "pareanom" ('padi muda'), yang dapat dilihat pada lambang, bendera, pataka, serta samir yang dikenakan abdi dalem atau kerabat istana.

Daftar Pangeran Mangkunagara

Administrasi pemerintahan

Pada awal pendiriannya, struktur pemerintahan masih sederhana, mengingat lahan yang dikuasai berstatus "tanah lungguh" (apanage) dari Kasunanan Surakarta.[1] Ada dua jabatan Pepatih Dalem, masing-masing bertanggung jawab untuk urusan istana dan pemerintahan wilayah. Selain itu, Mangkunagara (MN) I sebagai Adipati Anom membawahi sejumlah Tumenggung (komandan satuan prajurit)[2].

Di masa pemerintahan MN II, situasi politik berubah. Status kepemilikan tanah beralih dari tanah lungguh menjadi tanah vazal yang bersifat diwariskan turun-temurun[3]. Hal ini memungkinkan otonomi yang lebih tinggi dalam pengelolaan wilayah. Perluasan wilayah juga terjadi sebanyak 1500 karya. Perubahan ini membuat diubahnya struktur jabatan langsung di bawah Adipati Anom dari dua menjadi tiga, dengan sebutan masing-masing adalah Patih Jero (Menteri utama urusan domestik istana), Patih Jaba (Menteri Utama urusan wilayah), dan Kapiten Ajudan (Menteri urusan kemiliteran).

Semenjak pemerintah MN III, struktur pemerintahan menjadi tetap dan relatif lebih kompleks. Raja (Adipati Anom) semakin mandiri dalam hubungan dengan Kasunanan. Wilayah praja dibagi menjadi tiga Kabupaten Anom (Karanganyar, Wanagiri, dan Malangjiwan) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Wedana Gunung[4]. Ketiga Wedana Gunung merupakan bawahan seorang Patih. Patih bertanggung jawab kepada Adipati Anom. Di bawah setiap Kabupaten Anom terdapat sejumlah Panewuh.

Penyatuan administrasi bulan Agustus 1873 membuat pemerintahan otonom Mangkunegaran harus terintegrasi dengan pemerintahan residensial dari pemerintah Hindia-Belanda. Wilayah Mangkunegaran dibagi menjadi empat Kabupaten Anom (Kota Mangkunegaran, Karanganyar, Wonogiri, dan Baturetno) yang masing-masing membawahi desa/kampung[5].

Lihat pula

Lokasi kecamatan Banjarsari yang merupakan wilayah Mangkunagaran

Referensi

  1. ^ Soedarmono, Warto, Susanto, Supariadi, W.W. Wardoyo, I. Febriary S. 2011. Tata Pemerintahan Mangkunegaran. Penerbit Balai Pustaka dan Yayasan Suryasumirat. Jakarta. Hal. 42.
  2. ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 129.
  3. ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 131.
  4. ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 133.
  5. ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 122
Didahului oleh:
Kasunanan Surakarta
Praja Mangkunegaran
1757-1945
Diteruskan oleh:
Provinsi Surakarta