Lompat ke isi

Tutur Tinular: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Archiblank99 (bicara | kontrib)
Archiblank99 (bicara | kontrib)
Baris 30: Baris 30:
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, [[Raden Wijaya]] berbalik menyerang dan mengusir pasukan [[Mongolia]] tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Raden Wijaya pun meresmikan berdirinya [[Kerajaan Majapahit]].
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, [[Raden Wijaya]] berbalik menyerang dan mengusir pasukan [[Mongolia]] tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Raden Wijaya pun meresmikan berdirinya [[Kerajaan Majapahit]].


Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Arya Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan [[Ranggalawe]], [[Lembu Sora]] dan [[Gajah Biru]], kemudian disusul dengan pemberontakan [[Patih]] [[Nambi]] yang kesemuanya akibat hasutan tokoh licik yang bernama [[Mahapati|Ramapati]] (sejarawan [[Slamet Muljana]] menyebutkan bernama [[Mahapati]] atau identik dengan [[Mahapati|Dyah Halayudha]]). Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu [[Mpu Tong Bajil]], serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar [[Arya Dwipangga|Pendekar Syair Berdarah]].
Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Arya Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan [[Ranggalawe]], [[Lembu Sora]] dan [[Gajah Biru]] akibat hasutan tokoh licik yang bernama [[Mahapati|Ramapati]] (sejarawan [[Slamet Muljana]] menyebutkan bernama [[Mahapati]] atau identik dengan [[Mahapati|Dyah Halayudha]]). Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu [[Mpu Tong Bajil]], serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar [[Arya Dwipangga|Pendekar Syair Berdarah]].


Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya [[Raden Wijaya]], di mana [[Arya Kamandanu]] mengundurkan diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama [[Jambu Nada]], hasil perkawinan kedua dengan [[Sakawuni]] yang meninggal setelah melahirkan. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul [[Mahkota Mayangkara]].
Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya [[Raden Wijaya]], di mana [[Arya Kamandanu]] mengundurkan diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama [[Jambu Nada]], hasil perkawinan kedua dengan [[Sakawuni]] yang meninggal setelah melahirkan. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul [[Mahkota Mayangkara]].

Revisi per 11 Oktober 2011 19.29

Tutur Tinular adalah judul sebuah drama sandiwara radio fenominal karya S. Tidjab yang mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang pendekar bernama Arya Kamandanu , sebuah kisah roman kehidupan tentang perjalanan seorang anak manusia dalam mencari jati dirinya akan ke agungan Tuhan yang maha esa, sebuah kisah dengan latar belakang runtuhnya Kerajaan Singhasari dan berdirinya Kerajaan Majapahit.

Sandiwara Radio ini pertama kali disiarkan pada tahun 1989 kemudian dipancarluaskan hingga mencapai 512 stasiun radio di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia PRSSNI. Tidak hanya itu, bahkan hingga pada bulan Oktober 2011, tercatat masih ada beberapa stasiun radio yang menyiarkannya kembali seperti 103,3 FM Radio Karimata, Pamekasan, Madura; 95.6 FM Radio Bintang Tenggara, Banyuwangi; dan 95,2 FM Radio Oisvira, Sumbawa.

Tutur Tinular sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "nasihat atau petuah yang disebarluaskan".

Ringkasan Cerita

Tutur Tinular berkisah tentang seorang pemuda desa Kurawan bernama Arya Kamandanu, putra Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara, raja Kerajaan Singhasari. Pemuda lugu ini mengalami kegagalan asmara akibat ulah kakak kandungnya sendiri yang bernama Arya Dwipangga yang telah merebut kekasihnya yang bernama Nari Ratih dari desa Manguntur.Nari Ratih sendiri adalah putri dari Kepala Desa Manguntur dimana ia merupakan Kembang Desa yang cantik nan rupawan.

Kegagalan cinta tersebut justru membuat Arya Kamandanu serius mendalami ilmu bela diri di bawah bimbingan saudara seperguruan ayahnya yang bernama Mpu Ranubhaya. Berkat kesabaran sang paman, Arya Kamandanu akhirnya menjadi pendekar muda pilih tanding yang selalu menegakkan kebenaran dilandasi jiwa kesatria.

Kisah Tutur Tinular ini diselingi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kedatangan utusan Kubilai Khan kaisar Dinasti Yuan yang meminta penyerahan Kertanagara, di mana Mpu Ranubhaya tanpa sengaja ikut terbawa ke negeri Cina. Di dalam istana Kubilai Khan, Ranubhaya menciptakan sebuah pedang pusaka bernama Nagapuspa.

Pedang Nagapuspa tersebut kemudian diserahkan kepada pasangan pendekar suami-istri bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin di mana keduanya kemudian hidup terlunta-lunta di Tanah Jawa. Lo Shi Shan akhirnya tewas di tangan para pendekar jahat yang menginginkan pedang Nagapuspa di bawah pimpinan Mpu Tong Bajil.

Mei Shin yang sebatang kara kemudian ditolong Arya Kamandanu. Keduanya akhirnya saling jatuh cinta. Namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka dengan cara licik. Akibat pengaruh obat bius, Mei Shin pun mengandung anak Dwipangga. Namun demikian, Kamandanu berjiwa besar tetap mengambil perempuan dari Cina itu sebagai istrinya.

Saat itu Kerajaan Singhasari telah runtuh akibat pemberontakan Prabu Jayakatwang, bawahan Singhasari yang memimpin Kerajaan Gelang-Gelang. Tokoh ini kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri yang pernah runtuh akibat serangan pendiri Singhasari. Dalam kesempatan itu, Arya Dwipangga yang menaruh dendam akhirnya mengkhianati keluarganya dengan melaporkan ayahnya sendiri selaku pengikut Kertanagara kepada pihak Kadiri.

Mpu Hanggareksa pun tewas oleh serangan para prajurit Kadiri di bawah pimpinan Mpu Tong Bajil. Sebaliknya, Dwipangga si anak durhaka jatuh ke dalam jurang setelah dihajar Kamandanu. Setelah itu Kamandanu kembali berpetualang untuk mencari Mei Shin yang lolos sambil mengasuh keponakannya, bernama Panji Ketawang, putra Arya Dwipangga dan Nari Ratih.

Petualangan Kamandanu akhirnya membawa dirinya menjadi pengikut Raden Wijaya, menantu Kertanagara. Tokoh sejarah ini telah mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan diizinkan membangun desa terpencil di hutan Tarik bernama Majapahit. Dalam petualangannya itu, Kamandanu juga didampingi seorang pendekar wanita bernama Sakawuni, putri seorang perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk.

Nasib Mei Shin sendiri kurang bagus. Setelah melahirkan putri Arya Dwipangga bernama Ayu Wandira, ia kembali diserang kelompok Mpu Tong Bajil. Beruntung ia tidak kehilangan nyawa dan mendapatkan pertolongan seorang tabib Cina bernama Wong Yin.

Di lain pihak, Arya Kamandanu ikut serta dalam pemberontakan Raden Wijaya untuk merebut kembali takhta tanah Jawa dari tangan Jayakatwang. Pemberontakan ini mendapat dukungan Arya Wiraraja dari Sumenep, yang berhasil memanfaatkan pasukan Kerajaan Yuan yang dikirim Kubilai Khan untuk menyerang Kertanagara, menjadi berbalik menyerang Jayakatwang.

Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, Raden Wijaya berbalik menyerang dan mengusir pasukan Mongolia tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Raden Wijaya pun meresmikan berdirinya Kerajaan Majapahit.

Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Arya Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora dan Gajah Biru akibat hasutan tokoh licik yang bernama Ramapati (sejarawan Slamet Muljana menyebutkan bernama Mahapati atau identik dengan Dyah Halayudha). Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu Mpu Tong Bajil, serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar Pendekar Syair Berdarah.

Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya Raden Wijaya, di mana Arya Kamandanu mengundurkan diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama Jambu Nada, hasil perkawinan kedua dengan Sakawuni yang meninggal setelah melahirkan. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul Mahkota Mayangkara.

Para pemain

Para pengisi suara dalam sandiwara Tutur Tinular tersebut adalah para artis dari Sanggar Prativi, antara lain:

Daftar episode

Jumlah keseluruhan kisah Tutur Tinular adalah 720 seri atau 24 episode dimana 1 episodenya sama dengan 30 seri dengan durasi siaran 30 menit perhari, adapun judul-judul episodenya adalah sebagai berikut :

  1. Pelangi di Atas Kurawan (seri 1-30) bulan ke 1
  2. Kisah dari Seberang Lautan (seri 31-60) bulan ke 2
  3. Daun-Daun Bersemi Lagi (seri 61-90) bulan ke 3
  4. Kemelut Cinta di Atas Noda (seri 91-120) bulan ke 4
  5. Perguruan Lopandak (seri 121-150) bulan ke 5
  6. Cahaya Fajar Menembus Hutan Tarik (seri 151-180) bulan ke 6
  7. Mata Air di Tanah Gersang (seri 181-210) bulan ke 7
  8. Angkara Murka Merajalela (seri 2111-240) bulan ke 8
  9. Badai Mengamuk di Atas Kediri (seri 141-270) bulan ke 9
  10. Pemberontakan Ranggalawe (seri 271-300) bulan ke 10
  11. Mutiara Ilmu di Atas Batu (seri 301-330) bulan ke 11
  12. Nagapuspa Kresna (seri 331-360) bulan ke 12
  13. Geger Pedang Nagapuspa (seri 361-390) bulan ke 13
  14. Keris Mpu Gandring (seri 391-420) bulan ke 14
  15. Kisah Seorang Prajurit Pelarian (seri 421-450) bulan ke 15
  16. Pemberontakan Gajah Biru (seri 451-480) bulan ke 16
  17. Pendekar Syair Berdarah (seri 481-510) bulan ke 17
  18. Dendam Lama dari Kurawan (seri 511-540) bulan ke 18
  19. Keluarga Prabu Kertarajasa Jayawardhana (seri 541-570) bulan ke 19
  20. Golek Kayu Mandana (seri 571-600) bulan ke 20
  21. Pemberontakan Lembu Sora (seri 601-630) bulan ke 21
  22. Gelapnya Malam Tanpa Bintang (seri 631-660) bulan ke 22
  23. Wong Agung Turun Gunung (seri 661-690) bulan ke 23
  24. Mendung Bergulung di Atas Majapahit (seri 661-720) bulan ke 24

Selain itu, S. Tidjab juga meluncurkan sekuel kelanjutan Tutur Tinular yang berjudul Mahkota Mayangkara, berkisah tentang Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Jayanagara, di mana pada akhirnya terjadi pemberontakan Ra Kuti yang berhasil ditumpas oleh Gajah Mada.

Sebagai lanjutan dari Mahkota Mayangkara, S. Tijab telah mempersiapkan sekuel ketiga berjudul Satria Kekasih Dewa, yang menceritakan generasi anak-anak dari tokoh Tutur Tinular. Namun produksi sekuel yang ketiga ini terhambat karena belum adanya sponsor sebagai penyandang dana.

Film layar lebar

Sukses sandiwara radio Tutur Tinular membuat para sineas mengangkat kisah ini ke dalam film layar lebar. Tercatat ada empat film Tutur Tinular dengan judul sebagai berikut:

Tutur Tinular 1 (Pedang Naga Puspa), produksi tahun 1989, Nurhadie Irawan

Arya Dwipangga (Baron Hermanto) senang olah sastra, sedangkan adiknya, Arya Kamandanu (Benny G. Rahardja) senang olah kanuragan. Kekasih Arya Kamandanu, Nari Ratih direbut oleh Dwipangga. Dalam kesedihannya kemudian ia meninggalkan rumah dan akhirnya terperangkap masuk gua dan kemudian bertemu dengan ahli senjata, Mpu Rhanubaya dan dijadikannya murid.

Ranubaya adalah kawan seperguruan Mpu Hanggareksa, ayah Arya Kamandanu. Tetapi dua empu ini bertolak belakang dalam sikap. Hanggareksa mengabdi raja Singhasari, Prabu Kertanegara (Aspar Paturusi), sedangkan Ranubaya berpegang teguh kepada wasiat gurunya untuk tidak bekerjasama dengan kerajaan Singhasari.

Saat itu, Kertanegara kedatangan utusan Khubilai Khan dari Mongolia yang ingin menjalin hubungan damai. Namun tawaran itu ditampik. Sehingga utusan Mongolia kecewa dan pulang sambil menculik Mpu Ranubaya (Yoseph Hungan). Di Mongolia Mpu Rhanubaya sangat diperhatikan Khubilai Khan (Syarief Friant), dan disuruh membuat Pedang sehingga membuat cemburu perwira tinggi lain. Pada akhirnya mereka merencanakan melenyapkan Mpu Rhanubaya. Tetapi datang kelompok lain yang menyelamatkan Mpu Rhanubaya dan pedangnya, yaitu Lou Shisan (Lamting) dan istrinya Mei Shin (Elly Ermawati), yang kemudian melarikin diri, berlayar membawa pedang itu dan terdampar di Jawa.

Pedang lalu diperebutkan para pendekar aliran hitam Kerajaan Kadiri yang baru saja mengalahkan Kerajaan Singhasari. Dalam pelarian, Lou dan Mei Shin dibantu oleh Kamandanu. Kemudian Lou meninggal dan Mei Shin berniat membalas dendam.

Film ini di produksi oleh PT. Kanta Indah Film.

Tutur Tinular II (Naga Puspa Kresna), di produsi tahun 1991 sutradara Abdul Kadir

- Sukses dengan Tutur Tinular 1, PT. Kanta Indah film kembali memproduksi Tutur Tinular 2 dengan Judul Pedang Naga Puspa Kresna. Akan tetapi dalam Film Ini PT. Kanta Indah Film tidak mempercayakan pada aktor dari Tutur Tinular 1.

Dalam Film keduanya Arya Kamandanu diperankan oleh Hans Wanaghi sedangkan Mei Shin diperankan oleh Linda Yanoman.

Film dengan durasi 84 menit ini menceritakan tentang perjuangan Mei Shin. Lanjutan dari Kisah pertamanya . Mei Shin mengubur suaminya, lalu berjalan bersama Kamandanu. Mei shin yang membawa pedang Naga puspa yang menjadi rebutan, bertemu dengan pasukan Kediri dan berperang. Kemudian terjadi bentrok dan berhasil menyelamatkan diri.

Melihat kecantikan Mei Shin yang bersama Kamandanu, Arya Dwipangga yang sudah mempunyai istri menjadi gelap mata. Terjadilah pemerkosaan yang membuahkan seorang anak. Akhirnya terjadilah perselisihan yang hebat antara kedua kakak beradik ini. Akan tetapi meski sakit hati, dengan jiwa ksatrianya Kamandanu tetap mau menikahi Mei Shin yang telah dinodai oleh Dwipangga. Kemudian Mei Shin memberikan Pedang Naga Puspa kepada Kamandanu.

Karena mempunyai karakter yang culas, Dwipangga melaporkan ke Kediri bahwa pedang Naga puspa dibawa oleh Kamandanu, sehingga rumah Ayahnya, mpu Hanggareksa di obrak abrik oleh prajurit Kediri.

Tutur Tinular 3 di produksi PT. Elang Perkasa Film. Setelah tutur Tinular 2 memasang aktor yang berbeda, di film inipun tokoh Arya Kamandanu masih mencari-cari actor yang tepat. Adalah Sandy Nayoan yang berhasil membintangi Tutur Tinular 3 sebagai Arya Kamandanu. Disandingkan dengan Devi Permatasari dan Baron Hermanto akting Sandy Nayoan di uji. Setelah sukses membintangi Sengsara Membawa Nikmat di TVRI agaknya masuk ke Film Laga bukanlah merupakan hal baru. Di film ini akting Sandy Nayoan cukup memikat penonton.

Pendekar Syair berdarah (arya Dwipangga) menebar maut dimana-mana, Arya Dwipangga mengacau Majapahit dengan tujuan membalas dendamnya pada Kamandanu, namun pihak kerajaan mengira pengacaunya Mpu Bajil , yang sedang memperdalam ilmu Aji Segara Geni. Untuk menyempurnakan ilmunya Mpu Tong Bajil sudah mandi 7 anak satria. Untuk melengkapi menjadi 8, ia menculik Panji Ketawang yang akan digunakan sebagai korban berikutnya.

Panji ketawang adalah kemenakan dari Arya Kamandanu. Dengan dibantu istrinya Sakawuni, Kamandanu bertarung dengan Mpu Tong Bajil karena ia juga memang mengemban tugas dari Kerajaan Majapahit untuk membawa kepala Tong Bajil tersebut.

Sementara Arya Dwipangga tetap mencari adiknya Kamandanu untuk balas dendam.

Tutur Tinular IV (Mendung Bergulung di Atas Majapahit), film buatan tahun 1992, Sutradara Jopi Burnama

Mpu Bajil (Wingky Haroen) dibunuh Ramapati (Remy Sylado) yang dendam pada Arya Kamandanu (Benny G. Rahardja), karena yang Kamandanu lebih dipercaya raja, Prabu Sanggrama Wijaya. Dan berita yang tersiar, Kamandanulah yang membunuh Mpu Bajil.

Ramapati ingin menggulingkan Arya Kamandanu, sekaligus membunuh raja. Dia ingin Jayanegara (Agyl Shahriar), putra mahkota, yang naik menjadi raja boneka bagi dirinya. Untuk melicinkan jalan dia minta bantuan Dewanggi (Fitria Anwar) yang memberi syarat tak ada korban. Dewanggi terpaksa meluluskan permintaan Ramapati, karena rahasianya ada di tangan Ramapati. Ia istri seorang pemberontak. Dewanggi memaksa Sambi (Hesty Syani), istri Bajil, untuk mencari racun dengan menculik bayinya yang baru lahir.

Begitu rencana dijalankan, Ramapati menjalankan intrik sendiri. Ia juga mendatangi Sambi dengan permintaan sama. Imbalannya, yaitu kepala Kamandanu. Raja teracuni. Kamandanu mencari obat penawar. Ramapati juga meracuni Arya Kamandanu lewat Panji (Sawung Sembadha), anak Dwipangga (Baron Hermanto), kakaknya, yang diasuhnya. Kamandanu berhasil memperoleh penawar racun, begitu juga cucu Ramapati yang bersahabat dengan Mei Shin, yang kini mewarisi ahli obat dan ternyata belum mati. Akhirnya saha Mei Shin dan Arya Kamandanu berhasil mengobati raja.

Serial Televisi

Sukses sandiwara radio dan film layar lebar, Tutur Tinular kemudian diangkat ke layar perak oleh PT. Gentabuana Pitaloka pada tahun 1997. Stasiun televisi yang pertama kali menayangkan sinetron ini adalah ANTV dan dilanjutkan oleh Indosiar. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya, dengan skenario ditulis oleh Imam Tantowi. Perbedaan utama dengan versi sandiwara radio adalah kisah yang diangkat ke dalam sinetron merupakan gabungan Tutur Tinular dan Mahkota Mayangkara, karena dimulai dengan kisah masa muda Arya Kamandanu dan berakhir dengan pemberontakan Ra Kuti.

Karena sukses besar pada serial TV sebelumnya, pada tahun 2011, Tutur Tinular kembali diangkat dan dikemas dalam sebuah cerita dengan warna yang berbeda menjadi sebuah serial laga oleh PT. Gentabuana Paramitha, dan ditayangkan oleh Indosiar. Dalam produksinya, PT. Gentabuana Paramitha juga banyak melibatkan aktor-aktor pendatang baru sebagai tokoh sentralnya. Proses sulih suara yang menjadi ciri Khas Sinetron Laga kolosal, yang biasanya dilakukan oleh Rumah Produksi sebelumnya dan melibatkan pemain asli sandiwara radio ini pun ditiadakan. Pada awal-awal penayangannya, Serial laga ini sudah masuk rating 10 besar program TV pilihan di Indonesia.

Namun Serial Laga produksi PT. Gentabuana Paramitha ini banyak menuai kritik dan protes keras oleh para pecinta fanatik serial sandiwara Tutur Tinular, karena alur cerita banyak melenceng dari cerita aslinya, ada selingan lagu dangdut seperti halnya film India, bahkan banyak tokoh-tokoh baru yang bermunculan seperti Pangeran Bentar yang notabene adalah tokoh dari cerita Saur Sepuh. Disamping itu kostum yang digunakan juga tidak mencerminkan setting pada zaman Kerajaan Majapahit, melainkan lebih mirip seperti halnya adat budaya Melayu.

Referensi

Pranala luar