Lompat ke isi

Agam Wispi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
WL3 Hani Siti (bicara | kontrib)
→‎Hasil karya: +referensi
WL3 Hani Siti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 41: Baris 41:


==Hasil karya==
==Hasil karya==
Pada tahun 50-60an Agam Wispi dikenal sebagai penyair. Salah satu sajaknya yang terkenal, ''Matinya Seorang Petani'' tak saja dilarang oleh pemerintahan [[Soeharto]] tapi juga pemerintahan [[Soekarno]]. Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir di majalah Tempo, menulis tentang puisi ini: Pada suatu hari Agam Wispi menyaksikan keadaan itu di awal tahun 1960-an, ketika di Tanjung Morawa tanah garapan para petani miskin digusur dengan traktor dan bedil, dan dari kantor Barisan Tani Indonesia rakyat memprotes, dan seorang petani mati ditembak:
Pada tahun 50-60an Agam Wispi dikenal sebagai penyair. Salah satu sajaknya yang terkenal, ''Matinya Seorang Petani'' tak saja dilarang oleh pemerintahan [[Soeharto]] tapi juga pemerintahan [[Soekarno]]. [[Goenawan Mohamad]] dalam [[Catatan Pinggir]] di [[majalah Tempo]], menulis tentang puisi ini: Pada suatu hari Agam Wispi menyaksikan keadaan itu di awal tahun 1960-an, ketika di Tanjung Morawa tanah garapan para petani miskin digusur dengan traktor dan bedil, dan dari kantor Barisan Tani Indonesia rakyat memprotes, dan seorang petani mati ditembak:


''dia jatuh
''''dia jatuh''
rubuh
''rubuh''
satu peluru
''satu peluru''
dalam kepala
''dalam kepala''


ingatannya melayang
''ingatannya melayang''
didakap siksa
''didakap siksa''
tapi siksa cuma
''tapi siksa cuma''
dapat bangkainya''
''dapat bangkainya''''


Ketika sajak itu terbit dalam antologi Matinja Seorang Petani (1961) ia dilarang oleh penguasa militer yang waktu itu ditegakkan bersama dengan "Demokrasi Terpimpin". Tapi dalam memberangus puisi, seperti halnya dalam membunuh petani, kekuasaan selamanya "cuma dapat bangkainya". Puisi dan pemberontakan adalah juga "roh", tak pernah hanya bangkai. <ref name="agam4">{{id}} [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/06/KL/mbm.20030106.KL83945.id.html Agam Wispi (1930 - 2003)
Ketika sajak itu terbit dalam antologi ''Matinja Seorang Petani'' (1961) ia dilarang oleh penguasa militer yang waktu itu ditegakkan bersama dengan "Demokrasi Terpimpin". Tapi dalam memberangus puisi, seperti halnya dalam membunuh petani, kekuasaan selamanya "cuma dapat bangkainya". Puisi dan pemberontakan adalah juga "roh", tak pernah hanya bangkai. <ref name="agam4">{{id}} [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/06/KL/mbm.20030106.KL83945.id.html Agam Wispi (1930 - 2003)</ref>





Revisi per 4 November 2011 05.26

Agam Wispi
PekerjaanPenulis
KebangsaanIndonesia Indonesia

Agam Wispi, (31 Desember 1930 – 31 Desember 2003) [1], adalah seorang penulis Indonesia, sebagai orang eksilan, orang yang hidup di pengasingan, di Belanda sejak tahun 1988. Ia adalah seorang penyair, banyak menulis sajak dan salah satunya dilarang beredar oleh dua pemerintahan, yakni pemerintahan Soekarno dan Soeharto. [2]

Biografi

Agam Wispi memulai karirnya sebagai wartawan dan redaktur kebudayaan di harian Kerakyatan dan Pendorong Medan (1952-1957). Pindah ke Jakarta (1957), Agam menduduki kedudukan yang sama sebagai redaktur kebudayaan di Harian Rakyat sampai tahun 1962 (terseling antara 1958-1959, Agam belajar jurnalistik di Berlin). Antara tahun 1962-1965, ia tercatat sebagai anggota Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) sekaligus dikenal sebagai wartawan dan penyair. Ia pernah menjadi aggota Pimpinan Pusat Lekra (1959-1965). [3]


Pada bulan Mei 1965, Agam diundang ke Vietnam selama beberapa bulan dan sempat bertemu dengan Ho Chi Minh. Namun sejak itulah Agam tak bisa kembali ke tanah air karena arus balik politik di Indonesia. Dari bulan September 1965 sampai Desember 1970, ia bermukim di Republik Rakyat Cina. Dari tahun 1973 sampai 1978 tinggal di Leipzig, Jerman. Di kota itu, Agam sempat belajar sastra di Institut fur Literatur dan bekerja sebagai pustakawan di Deutsche Bucheret. Kemudian sejak tahun 188 Agam tinggal di Amsterdam, Belanda.

Hasil karya

Pada tahun 50-60an Agam Wispi dikenal sebagai penyair. Salah satu sajaknya yang terkenal, Matinya Seorang Petani tak saja dilarang oleh pemerintahan Soeharto tapi juga pemerintahan Soekarno. Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir di majalah Tempo, menulis tentang puisi ini: Pada suatu hari Agam Wispi menyaksikan keadaan itu di awal tahun 1960-an, ketika di Tanjung Morawa tanah garapan para petani miskin digusur dengan traktor dan bedil, dan dari kantor Barisan Tani Indonesia rakyat memprotes, dan seorang petani mati ditembak:

''dia jatuh rubuh satu peluru dalam kepala

ingatannya melayang didakap siksa tapi siksa cuma dapat bangkainya''

Ketika sajak itu terbit dalam antologi Matinja Seorang Petani (1961) ia dilarang oleh penguasa militer yang waktu itu ditegakkan bersama dengan "Demokrasi Terpimpin". Tapi dalam memberangus puisi, seperti halnya dalam membunuh petani, kekuasaan selamanya "cuma dapat bangkainya". Puisi dan pemberontakan adalah juga "roh", tak pernah hanya bangkai. [4]


Buku-buku kumpulan sajaknya Sahabat dan Yang Tak Terbungkamkan diterbitkan oleh Lekra, Jakarta.

Selama hidup sebagai orang eksilan, ia baru menerbitkan satu buku kumpulan sajak Kronologi in Memoriam 1953-1954. Dan sajak-sajak yang sempat ditulisnya selama hidup di pengasingan masih tersimpan di laci belum sempat diterbitkan. Di Amsterdam, ia sempat mengelola ruang kebudayaan di majalah Arah.

Rujukan

  1. ^ (Indonesia) [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/06/KL/mbm.20030106.KL83945.id.html Agam Wispi (1930 - 2003). Diakses 4 November 2007.
  2. ^ (Indonesia) [Di Negeri Orang: Puisi Penyair Indonesia Eksil. Penyunting Asahan Alham. Amanah-Lontar, 2002, Jakarta. halaman 246]
  3. ^ (Indonesia) [Rampan, Korrie. Leksikon Sastra Indonesia. Balai Pustaka, 2000, Jakarta. Halaman 20]
  4. ^ (Indonesia) [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/01/06/KL/mbm.20030106.KL83945.id.html Agam Wispi (1930 - 2003)

Pranala luar