Lompat ke isi

Ras Melayu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Humboldt (bicara | kontrib)
k memindahkan Bangsa Melayu ke Ras Melayu
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 29 Desember 2011 19.33

Melayu
Daerah dengan populasi signifikan
Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura
Bahasa
bahasa Melayu
Agama
Islam

Bangsa Melayu atau Ma-la-yu ((末羅瑜國), dalam bahasa Cina, Malay dalam bahasa Inggris[1]), bangsa ini termasuk ke dalam rumpun Mongoloid[2]. Dalam penyebarannya bangsa Melayu banyak mendiami negeri-negeri mulai dari semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan pulau lainnya di kawasan Nusantara.

Konsep Bangsa Melayu diusulkan oleh ilmuwan Jerman Johann Friedrich Blumenbach (1752-1840), yang menggolongkannya sebagai ras coklat. [3] Istilah Melayu sebagai bangsa, sering digunakan di negara Malaysia, untuk membedakannya dengan Bangsa Cina dan India. Konsep "Bangsa Melayu", berbeda dengan kelompok etnis Melayu yang berada di Malaysia dan Sumatera, Indonesia.

Etimologi

Istilah nama Melayu atau Malayu telah tercatat dalam catatan Cina, dimana ada satu Kerajaan Melayu yang mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk pertama kali, berita tentang keberadaan kerajaan ini didapat dari buku T'ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p'u pada tahun 961 masa Dinasti Tang[4]. Selanjutnya masih dari catatan Cina, berita tentang adanya Kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I-tsing atau I Ching (義淨; pinyin Yì Jìng) (634-713)[5], dimana dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, kisah pelayaran I-tsing ini diceritakannya sendiri, dengan terjemahan sebagai berikut:

Sehubungan dengan itu, perkataan "Melayu" dapat berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Malaya yang bermaksud bukit ataupun "tanah tinggi"[6]. Dari sumber lain, perkataan bhumi malayu juga telah dipahatkan pada Prasasti Padang Roco yang bertarikh 1286 di Dharmasraya, dan kemudian di tahun 1347, Adityawarman mengeluarkan sendiri piagam yang dipahatkan pada arca Amoghapasa, yang menyatakan bahwa dia mendirikan suatu kerajaan di Malayapura[7]. Dan kemudian dari catatan Kerajaan Majapahit, Nagarakretagama bertarikh 1365 M, disebutkan "negeri-negeri Melayu yang menjadi taklukan Majapahit"[8].

Pengaruh kolonial

Pandangan mengenai Bangsa Melayu, dikemukakan oleh Thomas Stamford Raffles yang karyanya hingga sekarang memiliki pengaruh signifikan di antara para penutur bahasa Inggris. Raffles mungkin orang paling penting yang mempromosikan ide mengenai Bangsa Melayu, yang tidak terbatas hanya pada kelompok etnis Melayu saja. Menurutnya Bangsa Melayu juga merangkul sebagian besar rakyat di kepulauan Asia Tenggara. Raffles membentuk visi Melayu sebagai "bangsa", sejalan dengan pandangan gerakan Romantik Inggris pada waktu itu. Setelah ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau, tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyung, ia menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur. Dalam tulisannya kemudian ia mengkategorikan Melayu dari sebuah etnis menjadi bangsa.[1]

Di Malaysia

Di Malaysia, sensus awal kolonial mengelompokan beberapa etnis seperti "Melayu, Boyan, Aceh, Jawa, Bugis, Manilamen dan Siam". Sensus 1891 hanya mengelompokan etnis ke dalam tiga kelompok ras, dimana pengelompokan tersebut masih digunakan oleh Malaysia hingga saat ini, yaitu : Cina, 'Tamil dan pribumi lain India', dan 'Melayu dan pribumi lainnya di Nusantara'. Hal ini berdasarkan pandangan Eropa pada saat itu bahwa ras adalah kategori ilmiah biologis. Untuk sensus tahun 1901, pemerintah menyarankan agar kata "ras" diganti dengan "kebangsaan".[1]

Setelah beberapa periode, identitas individu dibentuk berdasarkan konsep Bangsa Melayu (ras Melayu). Pada generasi muda, konsep ini dilihat sebagai sarana persatuan dan solidaritas terhadap kekuasaan kolonial dan para imigran non-Melayu. Bangsa Malaysia, kemudian dibentuk dari Bangsa Melayu yang memiliki posisi sentral dan menentukan di dalam negeri.[1]

Di Filipina

Di Filipina, banyak orang menganggap istilah "Melayu" untuk merujuk kepada penduduk pribumi negara, serta penduduk negara tetangga seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Namun H. Otley Beyer, antropolog Amerika, mengusulkan bahwa Filipina sebenarnya adalah Melayu yang bermigrasi dari Malaysia dan Indonesia. Ide ini pada gilirannya disebarkan oleh sejarawan Filipina dan masih diajarkan di banyak sekolah. Namun, konsensus umum di kalangan ahli antropologi kontemporer, arkeolog, dan ahli bahasa mengusulkan hal sebaliknya, yaitu bahwa selama periode prasejarah, nenek moyang bangsa Austronesia yang berasal dari Taiwan, bermigrasi ke Malaysia dan Indonesia melalui Filipina.

Di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, klasifikasi "Bangsa Melayu" diperkenalkan pada awal abad ke dua puluh ke dalam undang-undang anti-perkawinan antar suku bangsa di sejumlah negara bagian barat AS. Undang-undang anti-perkawinan antar suku bangsa adalah hukum negara yang melarang perkawinan antara kulit putih dengan Afro-Amerika, dan di beberapa negara juga dengan non-kulit putih. Setelah masuknya imigran Filipina di beberapa negara bagian barat, undang-undang yang ada diubah dan melarang perkawinan antara kulit putih dengan Filipina, yang diklasifikasikan sebagai anggota dari Bangsa Melayu. Sejumlah negara bagian selatan berkomitmen untuk mengikuti segregasi rasial. Dimana sembilan negara (Arizona, California, Georgia, Maryland, Nevada, South Dakota, Utah, Virginia, dan Wyoming) secara jelas melarang perkawinan antara kulit putih dan Asia.[9]

Banyak undang-undang anti-perkawinan antara suku bangsa secara bertahap dicabut setelah Perang Dunia Kedua, dimulai dengan California pada tahun 1948. Pada tahun 1967, semua larangan terhadap perkawinan antar-ras yang tersisa dinilai tidak konstitusional oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat dan karena itu kemudian dicabut.



Referensi

  1. ^ a b c d Reid, Anthony (2001). "Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities". Journal of Southeast Asian Studies. 32 (3): 295–313. doi:10.1017/S0022463401000157. 
  2. ^ Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (1988), Jld 3 (M-Q), Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm. 1504
  3. ^ University of Pennsylvania
  4. ^ Muljana, Slamet , (2006), Sriwijaya, Yogyakarta: LKIS, ISBN 979-8451-62-7.
  5. ^ Junjiro Takakusu, 1896, A record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago AD 671-695, by I-tsing, Oxford, London.
  6. ^ Harun Aminurrrashid, 1966. Kajian Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu, Singapura: Pustaka Melayu, hlm. 4-5
  7. ^ Muljana, Slamet , (2005), Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKIS, ISBN 979-98451-16-3.
  8. ^ Brandes, J.L.A., (1902), Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok.
  9. ^ Pascoe, Peggy, "Miscegenation Law, Court Cases, and Ideologies of "Race" in Twentieth Century America, The Journal of American History, Vol. 83, June 1996, p. 49

Lihat pula